Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3

"Kau sudah pulang, aku menghawatirkanmu," ucap Yoona sambil menatap lembut ke arah Raydan Han yang baru saja tiba di apartemen.

Raydan Han akhirnya kembali setelah beberapa minggu ke luar kota. Wajahnya terlihat lelah. Dia berhasil menyelesaikan masalah yang mengancam keamanan mereka. Tapi wajah itu kembali dingin dan acuh menatapnya.

"Tak ada yang perlu kau khawatirkan, aku baik-baik saja," jawab Raydan Han sambil berjalan ke arah pantry untuk mengambil segelas air minum.

"Pengawal akan mengantarmu pulang ke rumah utama kemasi barang-barangmu," ucap Raydan Han dengan suara dingin tanpa ekspresi.

"Apa maksudmu? Bukannya situasi di luar sedang tidak aman?" tanya Yoona, mulai merasa khawatir dengan ketegangan yang terasa di udara.

"Tenang saja, para pemberontak itu sudah tertangkap. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi," jawab Raydan Han sambil tetap meminum air di gelasnya.

Yoona mencoba menenangkan hatinya yang mulai berdebar-debar. "Bisakah aku tinggal di sini bersamamu? Kita kan sudah menikah, kita harus saling melindungi," ucapnya dengan suara serak.

Tiba-tiba saja, Raydan Han berhenti.

Pria itu menatapnya tajam.

"Kau jangan lupa, Yoona. Kau boleh menemuiku setelah setahun pernikahan untuk bercerai. Anggaplah pertolongan ini sebagai tanggung jawabku kepada mendiang ayahmu. Jadi pulanglah bersama pengawal ke rumah utama," kata Raydan Han dengan tegas.

"Apa kau tetap ingin bercerai?" tanya Yoona, mencoba memahami alasan di balik keputusan Raydan Han.

"Ya, kita tetap akan bercerai," jawab Raydan Han tanpa ekspresi.

Yoona merasa kecewa, namun dia mencoba untuk tetap tenang. "Tapi, kenapa kau melakukan ini, Raydan? Tak bisakah kita belajar mencintai, kita bisa menyelesaikan masalah ini bersama-sama," ucapnya dengan suara gemetar.

Raydan Han diam sejenak sebelum akhirnya menjawab. "Kita tidak cocok, Yoona. Kita berdua hidup di dunia yang penuh dengan ketidakadilan dan kehampaan. Aku ingin kau memiliki kesempatan untuk hidup lebih baik tanpa keterlibatanku."

Yoona menangis, dia merasa hancur. Dia mencoba untuk memahami alasan Raydan Han, tapi hatinya terlalu terluka. "Apa ini akan menjadi akhir dari segalanya?" gumamnya sendiri.

"Kau lebih kuat daripada yang ku kira, Yoona. Aku yakin kau akan bisa melanjutkan hidupmu tanpa kehadiranku," kata Raydan Han dengan suara tegas.

Mereka berdua terdiam sejenak, atmosfer di ruangan itu terasa begitu tegang. Yoona merasa kehilangan, namun dia tahu dia harus menerima keputusan Raydan Han.

"Baiklah, Aku akan menghormati keputusanmu, Raydan Han. Aku akan pergi besok pagi," ucap Yoona dengan suara patah hati.

Raydan Han menatapnya dengan tatapan yang penuh dengan rasa tak bisa diungkapkan. "Ya," ucapnya pelan.

Tiba-tiba Raydan Han teringat dengan keputusannya beberapa bulan yang lalu. Ia duduk di meja makan bersama ayah angkatnya, Joe Aiden, yang sedang menikmati santapan malam. Joe Aiden, seorang investor terkenal di Korea Selatan, dia bangga dengan prestasi putra angkatnya sebagai hakim termuda di negara itu.

"Ku dengar kau bekerja sebagai hakim ketua termuda di negeri ini, begitu disenangi masyarakat," kata Joe Aiden sambil tersenyum bangga.

"Ya, Appa, sebagai hakim ketua termuda di Korea Selatan, aku harus adil dan bijaksana," jawab Raydan Han.

"Hmm... kau memang anakku yang membanggakan," puji Joe Aiden sambil mengangguk-angguk. "Tapi ingat, jangan lupakan janjimu itu. Kau harus menikahi anakku, Yoona Ri. Lupakan wanita yang sedang kau dekati sekarang, karena itu hanya sia-sia. Kau tahu appa mu ini bisa melengserkanmu dari jabatanmu sebagai seorang hakim di negeri ini. Jangan kau balas air susu dengan air tuba, hakim ketua," ucap Joe Aiden tegas.

Raydan mengangguk, meskipun dalam hatinya ia merasa tidak setuju dengan keputusan appanya. Ia tidak ingin menikahi Yoona, adik angkatnya. Ia tidak ingin orang mengatur hidupnya. Namun, sebagai seorang anak yang hormat kepada orang tua, Raydan tidak berani menentang keputusan Joe Aiden.

"Ya, Appa," jawab Raydan dengan wajah datar.

Joe Aiden tersenyum puas. "Bagus, kau adalah anak yang patuh. Sebagai seorang hakim, kau harus menunjukkan keteladanan dalam segala hal."

Namun, di dalam hati, Raydan merasa tercekik dengan keputusan itu. Ia merasa terikat dan tidak bisa bebas untuk memilih pasangan hidupnya sendiri.

***

Di dalam ruang kelas yang sepi, Yoona duduk di meja dosen sambil melipat-lipat kertas yang ada di hadapannya. Tatapan matanya kosong, seolah-olah dia berada di dunia sendiri. Di sudut ruangan, sekelompok mahasiswa terlihat saling berbisik-bisik, mungkin mereka sedang membahas tugas kuliah yang sebenarnya tidak begitu penting bagi Yoona.

"Sudah kah kau menyerahkankan tugas kita kepada Miss Yoona?" tanya salah seorang mahasiswa.

"Iya, saya sudah mengirimkan tugas yang kita kerjakan bersama. Semoga dia bisa memberikan penilaian yang baik," jawab mahasiswa yang lain.

Yoona mendongakkan kepalanya ketika mendengar pembicaraan mereka. Dia menyadari bahwa hari ini adalah saatnya untuk memberikan penilaian terhadap tugas-tugas mahasiswa tersebut. Tanpa banyak berkata, Yoona mulai mengecek satu per satu tugas yang ada di depannya. Sebenarnya dia tidak begitu peduli dengan tugas-tugas itu, tapi sebagai seorang dosen, dia merasa memiliki tanggung jawab untuk memberikan penilaian yang adil kepada para mahasiswanya.

Setelah selesai memberikan penilaian, Yoona mengumpulkan kertas-kertas tersebut dan menyimpannya di dalam tasnya. Dia melangkah keluar dari ruang kelas dengan langkah yang lemah dan hati yang terasa berat. Dia merasa kehidupannya seperti sudah tidak memiliki makna lagi sejak kepergiannya dari apartemen suaminya.

***

Saat tiba di rumah, Yoona langsung menuju ke ruang tamu dan duduk di sofa yang empuk. Dia lalu mengambil selembar foto pernikahannya yang dia simpan di dompetnya. Melihat senyum bahagianya di foto itu membuat Yoona semakin terpuruk dalam kesedihan yang mendalam. Air matanya mulai menetes tanpa bisa ditahan.

"Kenapa kita harus berpisah, Raydan Han?" bisik Yoona sambil menatap tajam foto pernikahan mereka.

Saat itu, handphone Yoona bergetar. Dia melihat nama yang tertera di layar handphone, 'Raydan Han'. Tanpa ragu, Yoona langsung membaca isi pesan itu.

['Yoona. Bisakah kita bertemu?']

Pesan singkat Raydan Han yang membuat hatinya bergetar.

Tanpa basa-basi, Yoona langsung membalas pesan mengiyakan pertemuan tersebut.

Dia merasa hatinya berdebar-debar campur aduk antara harapan dan takut akan apa yang akan dia dengar dari Raydan Han.

Setiap bulan, Yoona masih menerima transferan uang dari Raydan Han sebagai nafkahnya.

Namun, uang tersebut tidak mampu mengobati rindu yang begitu dalam.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel