Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Sekedar Istri Pemuas Nafsu

*****

“Nunggu hamil dulu, ya, Mas?” tanya Rinay gelisah. Sorot mata berbinarnya berubah sayu. Kalimat ibunya kembali terngiang. Resahnya bertambah sempurna, karena janji terlanjur dia ucap tadi malam. Dia akan membujuk Bagas agar membawanya ke kota pagi ini. Namun, apa yang harus dia lakukan bila sang suami sudah mematahkannya duluan. Pria itu seolah sudah tahu apa yang hendak dia pinta. Belum juga diucap, Bagas sudah menjawab lengkap dengan alasan.

“Iya, dong, Sayang! Sekalian kita beri surprise buat keluargaku. Mama dan Papa udah enggak sabar menimang cucu. Mereka pasti sangat bahagia bila kamu datang dengan kehamilan kamu, iyakan? Mas juga akan segera urus surat nikah kita, begitu kamu hamil, mas janji.” Bagas membujuk. Pria itu merasa sangat lega karena mendapat ide seperti itu meski secara mendadak.

Sebenarnya dia sempat panik, saat terjaga tadi. Sebuah tas kain yang terletak di dekat pintu kamar membuatnya curiga. Kenapa sang istri mengemasi pakaiannya. Sebuah dugaan melintas, dia yakin kalau Rinay akan merengek minta ikut ke kota bersamanya. Otaknya langsung berfikir keras, mencari alasan yang paling tepat. Bagas mengarang cerita bahwa orang tuanya sangat merindukan kehadiran seorang cucu.

“Bagaimana kalau aku enggak hamil-hamil, Mas? Aku tetap Mas tinggal di desa ini, dong?” keluh Rinay sedih.

“Lho, kok, pesimis, gitu, sih, Nay? Kan, Mas selalu nyediain vitamin penyubur itu! Makanya jangan sampai lupa minumnya, ya, Sayang! Mas yakin, yang barusan kita lakukan pasti jadi. Mas melepasnya di saat yang tepat, kita barengan, tadi, kan, keluarnya?” Bagas kembali melancarkan bujukkannya.

“Hem,” sahut Rinay menunduk malu. Teringat akan jeritannya barusan saat mencapai puncak kenikmatan.

“Nah, pasti jadi, deh! Sabar, ya!”

“Tapi, kata Bapak sama Ibu, kali ini aku harus ikut Mas Bagas, gak boleh ditinggal lagi!”

“Oh, Bapak sama Ibu yang menyuruh kamu berkemas-kemas itu?” Bagas menunjuk tas kain di dekat pintu dengan dagunya.

“Iya, Mas. Mereka gak enak mendengar omongn tetangga yang muali kasak kusuk. Soalnya Mas Bagas tak pernah kelihatan batang hidungnya di masyarakat sini. Datang seminggu sekali, itupun malam hair, esok pagi-pagi sekali pergi lagi. Padahal udah setengah thun kita nikah, Mas.”

“Gimana, Sayang. Mas, kan, kerja? Mas lagi ngumpulin duit buat masa depan kita. Biar nanti, saat anak kita udah lahir, kita bisa tinggal di rumh sendiri, gak numpang sama Papa dan Mama. Kamu pasti enggak enak, kan, tinggal serumah dengan mertua?”

“Loh, bukannya orang tua Mas Bagas kaya raya. Mereka pasti punya banyak rumah, kan, Mas? Maaf, bukan berarti aku matre, lho, Mas! Sejak awal juga, kan aku enggak pernah ngungkit msalah harta keluarga Mas bagas!”

“Iya, Sayang! Mas tahu kamu itu bukan perempuan matre. Kita nikah aja kalau bukan karena aku curi strat duluan, kamu enggak bakal mau nikah sama aku, iya, kan?”

“Mas Bagas jahat! Kalau ingat peristiwa itu, aku benci sama Mas! Tega Mas naruh obat itu di minumanku!”

“Kalau enggak gitu, kamu tetap nolak aku, kan? Sayangnya, teman kamu lapor sama Pak Kades dan warga, terpaksa kita nikah besoknya, hehehe … lucu, ya, jalan cerita pernikahan kita?”

“Kok, lucu? Malu-maluin, tau!”

“Biarin, yang penting kita jadi nikah, kan?”

“Hem, dan aku makin cinta sama Mas Bagas!”

“Iya, mas tahu kamu juga suka sama mas. Tapi sok jual mahal, terpaksa mas pakai obat itu, baru, deh, kamu nyerah, iyakan?”

“Iiih, curang! Padahal kalau Mas lamar baik-baik ke rumah, aku juga mau, ngapain mesti Mas lakuin itu, coba?”

Bagas tersenyum kecut. Tak mungkin dia mengatakan secara jujur kalau sebenarnya dia tak pernah punya niat menikahi wanita ini. Saat itu, dia hanya ingin buang suntuk saja. Sebagai pengawas proyek yang tengah mengerjakan pembangunan irigasi di kampung ini, dia butuh hiburan. Kekasihnya jauh di kota sana. Sekedar buang suntuk, dia memilih Rinay, sang kembang desa.

Malam itu, anak-anak proyek melepas penat dengan membuat acara bakar ikan dan makan bersama dengan pemuda desa. Usai makan dilanjutkan dengan acara hiburan, bernyanyi bersama serta bercengkrama dengan mengelilingi api unggun.

Rinay bersama teman-teman wanitanya turut hadir dengan pemuda desa di sana. Melihat kecantikan alami khas gadis desa, Bagas terpesona pada Rinay. Si kembang desa mampu memukau sang pengawas proyek. Padahal dia hadir tanpa polesan, tanpa sentuhan salon, dan semacamnya. Bagas menemukan seorang wanita cantik yang sesungguhnya.

Bagas mengajak berkenalan, mereka berbincang hingga acara bubar.

Pria itu merasa kebosanannya selama tinggal di desa itu sedikit terobati. Tak ada tempat hiburan di kampung itu. Untuk mengatasi jenuh mereka sering membuat acara serupa. Bagas dan Rinay semakin dekat, namun Rinay tetap menolak untuk dijadikan kekasih. Itu membuat Bagas semakin penasaran.

Betapa pria itu ingin menyentuh kulit eksotis Rinay. Ingin membelai rambut panjang nan wangi gadis itu. Ingin menghirup aroma alami tubuh semampai itu. Namun, Rinay tidak dapat dia sentuh, gadis itu hanya bisa dia tatap. Rinay bahkan selalu menjaga jarak.

Pikiran kotor melintas, malam itu Bagas membubuhkan obat tidur di minuman gadis itu. Tak ada yang curiga saat Rinay minta izin pulang duluan karena tiba-tiba diserang kantuk. Bagas menawarkan jasa untuk mengantar pulang dengan mobilnya. Nyatanya Rinay tidak dia antar pulang, melainkan dia bawa ke cam hunian mereka.

Pagi itu, warga desa digegerkan dengan berita kehilangan sang kembang desa. Rinay tak pulang malam itu. Pemuda desa bersama warga mendatangi cam para pekerja proyek. Rinay yang masih di bawah pengaruh obat tidur masih terlelap di kamar sang mandor, dengan tubuh tanpa busana. Bagas yang untuk kali pertama baru merasakan tubuh wanita per*wan, juga masih tergeletak kelelahan di sampingnya, juga tanpa busana.

Tanpa bertanya dan meminta penjelasan, keduanya dibangunkan secara paksa. Warga meminta pertanggung jawaban sang pengawas proyek. Bagas harus menikahi Rinay.

Tak bisa menolak, warga desa akan bertindak nekat bila Bagas mengelak tanggung jawab. Desa ini harus dibersihkan dari perbuatan zina, kalau tak ingin mendapat bala dan laknat dari Yang Kuasa.

Menyesal? Bagas tak pernah menyesal, dia bisa menenangkan orang tuanya meski awalnya menentang keras. Menikahi Rinay hanya untuk meredam kemarahan warga. Setelah pembangunan irigasi selesai, dia akan langsung jatuhkan talak, itu janjinya pada keluarganya di kota. Mereka pun terpaksa setuju. Terutama sang papa, yang merupakan pemborong proyek. Pernikahan secara siripun dilakukan, dilanjutkan dengan pesta resepsi sederhana. Namun bagi warga, itu pesta mewah.

Bagas tak pernah menalak Rinay. Pria itu justru memanfaatkan sang istri sebagai pemuas nafsu, pelepas dahaga kala lelah melanda. Seminggu sekali dia datang, layaknya seorang suami pulang dan mengantar setoran.

*****

Bersambung

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel