8. Video
Aku tengah menyusuri koridor kampus dengan hati gembira. Akhirnya judul skripsiku di ACC. Biar bisa mulai nyicil hehehe. Entah kenapa sepanjang jalan kulihat semua mata memandangku. Apa ada yang aneh ya dengan penampilanku? Aku mencoba melihat penampilanku sepertinya tidak ada.
Aku segera menuju salah satu gazebo jurusan, mau nunut wifi gratis guna mencari beberapa sumber tambahan skripsi.
"Na," panggilan seseorang kepadaku.
Aku menoleh, kulihat ketiga temanku sedang berlari menuju ke arahku. Nafas mereka ngos-ngosan kayak baru dikejar satpam aja.
"Kamu... Kamu... Udah tahu belum?" tanya Gita.
"Udah tahu apa?" aku bingung.
"Nih... Lihat ini." Lusi menyerahkan HP-nya padaku. Aku melihat ada file video. Segera kuputar dan astaghfirullah refleks aku melempar HP tersebut. Jeni mencoba menangkapnya dan untung berhasil.
Mataku memerah. Campuran antara marah, kecewa dan sedih. Ya Allah, apa yang dipikirkan oleh mereka. Gita memelukku, aku menangis. Meluapkan semua kemarahanku, kesedihanku, dan kecemburuanku. Lama aku menangis hingga akhirnya sedikit tenang.
"Minum gih!" aku menerima air mineral pemberian Lusi.
"Kalian udah lama tahu kan?"
"Iya," jawab Lusi.
"Kenapa tidak bilang?"
Lusi menghembuskan nafasnya, "Karena kami bingung bagaimana memberitahumu. Kami bertiga sudah memperingati Rosi, tapi dia kekeuh. Katanya ini salah kamu. Dia hanya berusaha mengisi kekosongan hati Feri karena kamu abaikan. Lagian dia udah lama suka Feri katanya."
"Bahkan kami sudah mendatangi Feri. Dino aja sampai hampir baku hantam sama Feri. Kamu tahu kan? Dia udah lama naksir Rosi," sambung Gita.
Aku terdiam cukup lama setelah mendengarkan cerita mereka.
"Terus nasib mereka gimana?"
"DO palingan. Mereka baru saja dipanggil pihak kampus," Lusi menjawab pertanyaanku.
"Apa video itu sudah menyebar ke seluruh Universitas?" tanyaku polos.
"Hahaha. Ya pasti udahlah," ucap Jeni.
Hening. Tak ada obrolan apapun diantara kami. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Hingga kulihat Dino dan Leo datang berlari ke arah kami.
"Na, kamu di panggil Pak Dekan dan Pak Kajur." Leo menatapku dengan mimik muka tegang.
"Kenapa?" tanyaku.
"Kamu dituduh menyebar video asusila mereka," timpal Dino.
"Hehehe. Luar biasa. Oke... Kita lihat saja apa mau mereka," ucapku.
*****
Aku melihat Rosi duduk gelisah sambil tertunduk. Sedangkan Feri membuang muka dan tak mau menatapku sama sekali.
"Jadi saudari Nasha, saudari kami panggil terkait dugaan kedua teman saudari yang menganggap anda telah menyebarkan video asusila mereka. Benar begitu?" Pak Dekan bertanya padaku dengan tatapan menyelidik.
"Maafkan saya, Pak. Atas tuduhan apa mereka berdua menuduh saya?"
"Bukankah anda adalah mantan pacar saudara Feri? Anda merasa dendam karena diputuskan oleh saudara Feri secara sepihak sehingga anda menyebarkan video mereka dengan sengaja." Luar biasa sekali dua manusia ini.
"Pak, sampai hari ini saja belum ada kata putus dari saudara Feri untuk saya. Bahkan saya pun bingung kenapa tiba-tiba mereka malah pacaran? Apa Bapak sudah menanyakan kepada seluruh teman kelas saya dan juga saudara Feri tentang hubungan kami?"
"Kami sudah putus Pak." Feri mulai menyela.
"Oh ya. Kapan?" tantangku.
"Dua bulan yang lalu Pak. Kamu kalau dendam sama aku gak usah begini caranya Na. Putus ya putus salah kamu sendiri juga kan gak pernah perhatian sama aku. Jadi kalau aku memilih Rosi apa aku salah hah?"
"Oh... begitu. Jadi, saudara Feri kita udah putus ya? Oke terima kasih. Dan mohon maaf karena memang semua salah saya karena saya tidak pernah mau menerima segala bentuk kontak fisik dengan anda. Makanya anda selingkuh."
"Cukup Na, kamu ngaku aja kalau kamu yang udah nyebarin kan?"
"Nyebarin apa? Emangnya setiap kalian begituan aku jadi penonton kalian gitu. Kalian pikir aku kayak gak ada kerjaan yang lebih penting selain lihat adegan zina kalian begitu. Bahkan merekamnya?"
"Na, jangan asal ngomong kamu ya." Feri berdiri, wajahnya penuh emosi.
"Saudara Feri. Duduk!" perintah Pak Joko Kajurku.
"Maafkan saya Pak. Tapi bukan saya. Menurut saya justru harusnya Bapak tanyakan terlebih dahulu kepada mereka berdua pernahkan mereka merekam maaf 'aktivitas' mereka berdua dan menyimpannya. Karena dilihat dari kualitas gambar tampaknya mereka memang sengaja merekamnya. Kalau saya yang merekam gak mungkin hasilnya sebagus dan sejernih itu kan?"
"Betul juga kata saudari Nasha, Pak Edi, ini sudah jelas sengaja direkam. Benarkan saudara Feri dan saudari Rosi?" Pak Joko mengintimidasi.
"Jawab saya!" widih suaranya. Pak Joko gitu.
"I-iya… P-pak," jawab mereka kompak.
"Astaga kalian ini. Kalian punya akhlak apa tidak sih. Sudah zina malah pake direkam segala," tambah Pak Edi geleng-geleng kepala.
"Tapi saya yakin dia yang nyebarin Pak." Rosi mulai unjuk taring. Hahaha siapa takut.
"Bagaimana bisa, saudari Rosi? Memangnya bagaimana cara saya dapat video pribadi anda. Saya tidak pernah meminjam laptop anda loh. Saya punya sendiri. Justru anda yang beberapa kali meminjam laptop saya. Pak saya punya bukti kesaksian teman-teman sekelas saya kalau laptop saya sering dipinjam saudari Rosi. Jadi kalau ada file pribadi mereka di laptop saya kok kesannya mereka sengaja memanasi saya ya Pak. Dan saya seperti sedang dituntun buat menyebarkan video itu. Menurut Pak Edi dan Pak Joko, apa mungkin saudari Rosi akan berbuat seperti itu? Kok bisa mereka bertaruh mempermalukan diri sendiri seperti ini."
Aku melihat Pak Edi dan Pak Joko manggut-manggut. Sedangkan Feri bertambah merah mukanya entah marah, kesal, malu ah aku tak peduli. Rosi sendiri tampak menggigit bibir dan meremas-remas tangannya.
"Bu-bukan di laptop. Tapi di HP. Kemarin saya pingsan. Di-dia disana saat saya sadar. Mu-mungkin dia melihat-lihat HP saya." Rosi membela diri.
Aku tersenyum penuh kemenangan. Untung aku sudah memperkirakan hal itu.
"Mohon maaf Bapak boleh saya minta teman saya untuk masuk membantu saya menyerahkan barang bukti."
"Oke dipersilahkan." Pak Edi mempersilahkan Leo masuk.
Leo membuka laptopnya kemudian dia memutar video saat aku mengunjungi Rosi bahkan percakapan kami terdengar sangat jelas. Kulihat muka Rosi sangat pucat. Sedangkan Feri jangan tanya lagi semakin memerah. Untung saat akan menemui Rosi, aku berpapasan dengan Leo dan Dino. Entah dapat ilham darimana saat itu aku minta mereka merekam video pertemuanku dengan Rosi. Saat itu aku berpikir ini sebagai bukti agar aku bisa putus dari Feri dan memintanya menikahi Rosi sebagai bentuk pertanggungjawaban. Ternyata malah digunakan untuk hal lain. Miris.
Ketukan pintu dari luar menginterupsi kami. Ternyata yang masuk adalah Pak Hasan salah satu dosen komunikasi yang terkenal cerdas di kampus kami dalam bidang IT.
"Permisi Pak. Saya sudah bisa melacak siapa penyebar video ini. Dia mengunggah video ini lewat HP. Sepertinya dia tak tahu kalau seluruh email maupun nomor teleponnya tersambung sehingga memudahkan saya melacak si penyebar video," terang Pak Hasan.
"Siapa?" tanya Pak Joko antusias.
"Saudari Rosi sendiri."
"Apa?" semua orang di ruangan ini kaget.
Oh astaga Rosi. Apa yang ada di pikiranmu? Kamu sudah berbuat dosa, malah mempermalukan dirimu sendiri.
