14. Chori-Chori Chupke-Chupke
Hari ini aku sedang melakukan pemeriksaan kesehatan mulut dan gigi di SMPN 1 Sokaraja. Kami berenam terdiri dari dua bidan, dua perawat, satu tenaga kesmas dan dokter gigi. Hal yang kami periksa ada tensi, tinggi badan, berat badan, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan mata dan telinga serta mengecek kesehatan umum para siswa. Ini merupakan kegiatan rutin Puskesmas untuk istilahnya penjaringan. Selama dua minggu ini aku sibuk berkeliling sekolah tingkat SMP/MTs di Sokaraja dengan diselingi jadwal praktek di Puskesmas.
"Akhirnya selesai juga. Ini tempat terakhir kan ya?" ucap Luna si bidan junior.
"Iya ini yang terakhir. Semuanya tolong dikumpulin dan di rekap ya, Wan!" Perintah Bu Ami bidan senior.
"Siap Bu Ami," jawab Wawan si perawat.
"Kirana masih di ruang kelas apa?" tanya Bu Ami lagi.
"Sepertinya masih Bu. Masih penyuluhan bahaya narkotika dan rokok," jawab Yuli seorang perawat juga.
"Oke berarti tinggal tunggu dia selesai terus nanti kita pamitan sama pembina PMR-nya, Bu Windi kan namanya ya?"
"Iya bu."
*****
Kami baru saja sampai di Puskesmas setelah selesai acara penjaringan. Huft capeknya, aku memutuskan duduk sebentar di ruanganku sebelum kembali ke rumah.
HP-ku berbunyi nyaring, terlihat sebuah nomer asing, agak ragu tapi akhirnya kuangkat juga.
"Assalamu’alaikum."
"Wa’alaikumsalam. Nasha."
Sebuah suara yang tidak asing. Siapa ya?
"Iya betul. Siapa ini ya?"
"Tante Helena sayang."
"Owalah Tante. Gimana kabarnya Tante? Tumben telepon, ada perlu sama Nasha atau gimana Tan?"
"Ke rumah Tante sekarang bisa gak? Tante butuh bantuan kamu ini. Mau minta tolong Ibu kamu katanya lagi sibuk bikin pesenan keripik tempe, ya udah Tante minta tolong sama kamu aja. Bisa kan?"
"Bisa Tante. Kalau Na bisa bantu kenapa tidak? Nasha siap-siap dulu ya Tante."
"Iya. Hati-hati ya sayang naik motornya."
"Siap Tante. Assalamu’alaikum"
"Wa’alaikumsalam."
Aku pun segera meluncur ke tempat Tante Helena di perumahan Teluk.
*****
Ulala... Ternyata mau ada acara mitoni guys. Umur Mbak Raisa setahun lebih tua dariku. Ini aku bantu ngapain ya, perasaan semuanya udah di handel sama para pawangnya. Ada yang bikin tumpeng, urap, rebusan pala pendem, rujak, ah pokoknya semua sudah ada yang ngurusi. Jadi daripada aku mati kutu ya aku duduk manis sambil mencicipi makanan yang terhidang.
Sesekali mencuri pandang sama pasangan yang bentar lagi jadi orang tua. Siapa lagi kalau bukan Mbak Raisa sama suaminya Michael, lelaki ganteng yang punya darah Perancis. Lah, Mbak Raisa aja ada keturunan Inggris ini malah ketemu Perancis anaknya entar jadi selebritis.
Aku merasakan ada seseorang yang menggelayut mesra kepadaku. Siapa lagi kalau bukan Rania, si centil bawel yang hobi nonton Drakor. Pertama kali ketemu dia sekitar enam tahun yang lalu saat lamaran resmi Mbak Nisha. Waktu itu usianya masih 12 tahun. Mungkin karena usianya masih anak-anak dan belum paham, ia berulangkali berulah mencari perhatian semua orang. Demi menjaga kekhusukan acara agar terhindar dari polah si anak manja yang kelahirannya tak terencana karena jarak usia yang begitu jauh dengan kedua kakaknya, aku si anak baik akhirnya turun tangan. Membawanya keluar menuju taman dekat rumah.
Disana kita main sepuasnya, kejar-kejaran, guling-guling dan jangan lupakan uang sakuku habis buat dia jajan. Dan akhirnya acara lamaran pun sukses dengan hasil akhir aku dan Rania yang pulang dalam keadaan awut-awutan setelah seharian main.
Tapi sejak itu kami jadi dekat, kalau Mas Rayyan mau jalan sama Mbak Nisha pasti aku dan Rania diajak juga. Aku dan Rania akan sibuk main dan jajan hahaha. Sedang mereka sibuk kencan walau kencan ala Mas Rayyan sama Mbak Nisha itu duduk berdua ngobrol di taman atau sekedar makan berdua, nonton dan jalan-jalan di mall. Gak kayak pacaran anak jaman sekarang pokoknya.
*****
"Mbak Nasha," si manja mulai beraksi. Tunggu saja pasti ada udang di balik bakwan.
"Apa?"
"Mbak tambah cantik dech."
"Ya cantiklah, masa ganteng. Kalau Mbak ganteng kamu udah klepek-klepek minta aku nikahin."
"Ish... Mbak ah. Mbak hari minggu temeni nonton ya?"
"Nonton film apa?"
"Dua garis biru."
"Wokeh."
"Terus jalan-jalan ke mall ya Mbak. Sampai puas pokoknya habis itu main di timezone."
"Emangnya Mbak bisa nolak kamu? Enggak kan?" sinisku.
"Mana bisa nolak akulah, orang aku kiyut kaya gini?"
"Kisut maksud kamu? Wah perlu di laser segera tuh biar garisnya ilang," selorohku.
"Mbak Nasha... " teriak si manja hahaha.
Jadi walaupun aku gak pernah main ke rumah Mas Rayyan tapi aku sama Rania itu sebenarnya sering ketemuan di luar semenjak dua tahun lalu. Kami ketemu secara tak sengaja saat acara Jumbara. Nah aku kan dulu KSR ceritanya. Pengin nostalgia dan ketemu sama temen aku, Ajeng yang sekarang jadi sukarelawan di PMI selain menjadi guru. Lah, malah ketemu Rania yang ternyata mewakili sekolahnya. Dia rupanya masih ingat padaku. Ya sudah akhirnya kita jadi lengket lagi dan sering janjian pergi berdua.
*****
"Nasha udah punya pacar belum?" tanya Mas Michael.
"Belum Mas. Cariin gih yang kayak Mas, kalau bisa ada darah indonya biar anakku nanti tampangnya kayak selebritis." Sontak suara tawa memenuhi ruang tamu.
"Emangnya kamu suka sama bule Na, kirain sukanya sama pribumi asli." Mas Rayyan tiba-tiba datang dan langsung duduk di sebelahku. Duh, bau parfum yang tercampur dengan keringat di keteknya. Baunya kok wangi ya menurut indera penciumanku. Ah, aku sudah gila.
"Baru pulang sayang?" tanya Tante Helena pada putra sulungnya.
"Iya Mah, tadi ada 2 operasi jadi gak bisa ikut bantu-bantu."
"Gak papa. Memang sudah jadi tugas kamu sebagai dokter," ucap Tante tersenyum bahagia ke arah putranya.
"Eh Na, tadi pertanyaan Mas belum dijawab."
"Pertanyaan yang mana yah?" aku sedikit telmi soalnya dari tadi asik ngobrol sama Rania.
"Nasha... " kulihat dia mulai kesal.
"Nasha mah gak peduli mau pribumi apa indo yang penting orangnya ganteng."
"Ganteng doang gitu." Rania berkomentar.
"Ya jelas enggaklah ada syarat yang lain."
"Tapi syarat utamanya ganteng kan," Rania mulai kepo.
"Lah kamu gak suka orang ganteng? Mau pacaran sama cowok tampang biasa aja."
"Enggaklah aku mau gantengnya kayak oppa Korea," jawab Rania.
"Kamu itu ngomong apa sih Rania. Masih kecil juga," sambung Mas Rayyan.
"Ih, aku udah mau menjadi wanita dewasa tahu. Umurku sebentar lagi 18 tahun. Udah boleh nikah kalau menurut undang-undang."
"Tidur aja masih minta ditemenin sama Mamah sok-sokan bilang udah dewasa."
"Daripada Mas Rayyan, umur udah 32 tahun udah terlalu mateng tapi gak kawin-kawin."
Astaga. Ini kakak adek beda umur jauh banget tapi ternyata sama aja kayak yang lain. Suka bertengkar. Aku cuma asik memperhatikan keduanya. Kupandangani setiap ekspresi Mas Rayyan dari bagaimana dia menaikkan sebelah alisnya, melengkungkan bibir tipisnya, memincingkan matanya, gerak tubuhnya, usapan tangannya pada pipi sang adik. Ah aku kok malah curi-curi diam-diam setiap gerak geriknya sih. Haish... Gak bener ini.
