BAB 8
“Apa Bu? Seminggu lagi? Nggak bisa dipercepat, bu? saya berharap kalau saya bisa ikut sesi sidang skripsi di bulan ini, karena setelah itu, saya akan berangkat ke Singapura –
“Maaf, Samudra, nggak bisa. saya ada keperluan selama beberapa hari ke depan dan mungkin saya nggak ada dikota ini” tegas Aya. Ya, dia sudah mulai jenuh dan merasa harus beristirahat sejenak, Walau liburannya bersama dua sahabatnya selalu gagal, setidaknya Aya hanya perlu staycation di kota ini saja, Apalagi setelah bertemu Rio hari ini, membuatnya benar-benar ingin menghilang untuk sementara waktu.
“Oke, kalau begitu. Minggu depan saya temui ibu lagi” Meski kecewa dengan keputusan Aya, Samudra tetap bersikap santai.
“Sama halnya dengan kamu yang segera ingin mengakhiri urusan dengan saya, saya juga demikian Samudra” tegas Aya sekali lagi.
“iya, bu” lelaki itu melangkah dengan perasaan kecewa menghampiri Lili yang masih setia menunggunya di luar ruangan.
“Gimana sayang?” tanya gadis itu
“Minggu depan masih harus ketemu lagi, Ada beberapa bagian yang masih perlu aku perbai –“
“Gila ya itu dosen, apa dia sengaja –“
“stt!” Samudra membekap mulut Lili dengan telapak tangannya “Hati-hati, jaga bicara kamu, Orangnya masih di dalam ruangan” Samudra memperingati
“Udah deh, mending kita senang-senang dulu!” Gadis itu meraih lengan Samudra untuk dipeluknya “Btw, kenapa harus minggu depan? Nggak bisa besok?”
“Bu Aya ada keperluan”
“Jadi keberangkatan kamu ke Singapura ketunda lagi dong? Kalau kamu bisa Acc dalam minggu ini, tentu bisa ikut sesi sidang bulan ini, Tapi kalau enggak ya, mau nggak mau tetap sebulan lagi” komentar Lili
“Ya, mau gimana , udah resiko”
Saat menuruni anak tangga, mata Samudra tertuju pada sebuah mobil yang dia ketahui adalah mobil Rio. lelaki itu membuktikan kata-katanya, masih menunggu Aya di sana, Entah didorong oleh perasaan apa, Samudra mendadak khawatir, Mengingat bagaimana sikap kasar lelaki itu pada Aya, sehingga meninggalkan luka memar di pergelangan tangannya.
Samudra dan Lili berjalan menuju mobil “Kamu tunggu disini sebentar. duduk diam di sini, jangan kemana-mana, oke!” tegas lelaki itu pada kekasihnya setelah Lili duduk di dalam mobilnya.
“Emangnya kamu mau kemana?” tanya Lili sedikit tak terima karena sifat kekasihnya mendadak aneh hari ini.
“ Sebentar!” Samudra mencampakkan asal tasnya ke bagian belakang, lalu melangkah pergi dengan tergesa, Apalagi kalau bukan ke lantai dua menuju ruangan Aya, bisa saja dosennya itu butuh bantuan untuk kedua kalinya hari ini?
Sementara Aya masih berdiam diri didalam ruangannya, padahal niatnya ingin langsung pulang setelah urursannya selesai, Namun ia tidak berani berbuat nekat karena takut Rio masih menunggunya, Aya kebingungan dan yang dia lakukan adalah menjatuhkan air mata sebanyak-banyaknya, berhubung di dalam ruangan itu hanya ada dia seorang, Hingga suara ketukan pintu perlahan, membuatnya tersadar dan segera mengusap air mata yang berderai di pipinya, Tap tubuh Aya semakin bergetar, mengingat Rio. Bisa saja, itu adalah mantan suaminya, Karena dulu Rio sering menjemputnya sampai ke ruangannya, bukan tak mungkin lelaki itu melakukan hal sama, Aya melirik sekeliling, dia bangun meraih tasnya dan akhirnya memutuskan untuk bersembunyi di kamar mandi.
Tepat saat dia akan mengambil satu langkah, pintu terbuka membuat wajahnya kian memucat
“Sa-Samudra, ada apa? Ada yang ketinggalan?”
Lelaki itu tersenyum, Melihat bagaimana wajah panik Aya, dia semakin paham kalau wanita ini memang membutuhkan bantuannya “Iya, ada yang ketinggalan. Kayaknya saya nggak bisa meninggalkan ibu sendirian di sini, Ayo saya antar sampai ke mbil, bu” Ajakan lelaki itu mengakibatkan Aya mengerjapkan matanya, kebingungan, Lagi, Samudra seakan menjadi penyelamatnya sore ini.
Khawatir terhadap sesama manusia, menurut Samudra, rasa empati yang demikian pasti dimiliki oleh setiap manusia yang memiliki akal sehat, Termasuk pada dirinya saat ini, Kepeduliannya terhadap si dosen judes, tentu hanya sebatas rasa kemanusiaan.
“Ayo,bu!” ajak Samudra saat melihat tidak ada pergerakan dari Aya, Sebab wanita itu masih berdiri bak membeku di tempatnya, ponsel yang dipegangnya juga sempat jatuh di lantai, lantaran terkejut karena pintu ruangan terbuka tiba-tiba.
“Ngn...nggak apa-apa, Samudra, Saya sendiri saja, Lagipula kamu kan terburu-buru, Nanti saya turun sendiri –“
“Tapi mantan suami Ibu masih menunggu Ibu di mobilnya, Apa Ibu mau pergelangan tangan atau bagian tubuh Ibu yang lain memar lagi? Jangan terlalu banyak berpikir, cepat saya antar sampai kemobil!” Samudra seakan memberi titah, dan mendikte Aya dengan nada yang cukup tegas, lelaki itu tidak peduli dengan siapa dia berbicara, Toh apa yang dia katakan juga untuk kebaikan Aya.
Aya menelan ludah, kepalanya terasa pening mendadak, Yang Samudra katakan tidak ada yang salah, mengingat bagaimana perlakuan Rio padanya barusan, Aya menjadi merinding, hingga dia mengangguk singkat menyetujui perkataan Samudra, Mengapa keadaan menjadi terbalik? Jadi Aya yang menuruti titah lelaki itu.
“iya” sahut Aya singkat lalu melangkah pelan setelah mengambil ponselnya yang tergeletak di lantai.
Dengan sabar Samudra menunggu wanita itu keluar dari ruangannya, Mengiring langkah Aya yang tidak bisa jalan cepat, Samudra berjalan dengan cepat, tanpa peduli ponselnya yang terus berdering sejak tadi, Dia tahu itu pasti Lili, sudah pasti wanita itu bertanya-tanya apa yang dia lakukan kembali naik ke lantai dua.
Tanpa berani menatap ke arah dimana mobil Rio terparkir, Aya terus fokus berjalan menuju mobil miliknya, Aya merasa cukup sial karena mobilnya terparkir dengan jarak beberapa meter saja dari mobil Rio.
“Aya!” suara itu memanggilnya tepat saat Samudra membukakan pintu mobil untuk Aya setelah Aya menekan remot mobilnya.
“Samudra...tolong saya” lirih Aya tanpa sadar dia seperti setengah memohon pada mahasiswanya, sebab hanya Samudralah yang bisa dia andalkan saat ini, tidak ada yang lain.
“ibu masuk dan kunci mobilnya, cepat lalu langsung pergi dari sini, biar saya yang hadapi!” titah Samudra. Aya masuk ke dalam mobil dan duduk dibelakang kemudi tanpa berpikir panjang, Dia menekan tombol yang menjadikan semua pintu terkunci secara otomatis.
“Kenapa lo ikut campur urusan gue?” tanya Rio geram merasa lelaki muda dihadapannya ini sangat sengaja menghalang-halanginya bertindak untuk bertemu Aya.
“Bu Aya sedang kurang sehat, jadi biarkan beliau pulang” jawab Samudra santai
“Sialan!” maki Rio lalu pergi meninggalkan Samudra saat melihat mobil Aya perlahan bergerak meninggalkan area parkir.
“Pak, tunggu!” Sekali lagi, Samudra mencoba menahan lelaki itu agar Aya pergi menjauh dan Rio tidak bisa mengikutinya
“Apalagi? Gue nggak punya urusan sama lo –“
….
Bagaimana kelanjutan ceritanya?Apakah Aya berhasil kabur dari cengkraman Rio?
Nantikan di bab selanjutnya..
