Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 1

Nampak seorang dosen wanita muda bernama Cahaya atau biasa dipanggil Bu Aya sedang membolak balikan lembara kertas yang dipegangnya. Dengan perasaan kesal dan geram, Aya menatap kata demi kata yang ada didalam kertas itu.

“Enggak ada perubahan, apa yang sudah kamu revisi?”

Dengan tatapan sinis, Aya menatap pria berambut agak gondrong dihadapannya, Sebenarnya bukan gondrong, hanya saja sedikit urakan dan jauh dari kata rapi dan Aya tidak suka melihat penampilannya.

“Memang belum saya revisi sama sekali” Sahut lelaki bernama Samudra itu dengan cukup santai, tanpa rasa takut dan bersalah seperti mahasiswa pada umumnya ketika berhadapan dengan dosen pembimbing.

Tapi seorang Samudra, sangat santai menghadapi Aya, dosen muda yang terkenal judes setengah mati. Banyak mahasiswa dan mahasiswi yang sering sakit hati dengan perkataannya, Menuru Aya, kata-kata pedasnya bukan berniat untuk menyakiti hati, tapi sebagai motivasi.

“Jadi ngapain kamu temui saya?” Tanya Aya geram, lalu menutup skripsi milik mahasiswa abadi itu dengan sedikit hentakan.

“Ibu yang memaksa saya untuk bertemu hari ini, ya…saya mau gimana –“

“Tapi maksud saya, dengan syarat. kamu sudah melakukan revisi. Kalau belum, buat apa kamu temui saya, buang-buang waktu!”

“Jadi, saya harus gimana? Ibu bilang kondisinya urgent karena Bu Aya mau mengambil cuti selama dua minggu, tapi kesannya malah Ibu terlalu memburu saya untuk revisi, padahal saya dikasih waktu hanya sehari, Ya mana bisa, Bu”.

Dengan beraninya, Samudra menjawab setengah menantang dan akhirnya berhasil membuat emosi lawan bicaranya meninggi. Apalagi dengan gelagat sambil menaikkan bahu, seolah menyepelekan hal ini,

Aya memang berencana mengambil cuti selama dua minggu jika urusannya dengan Samudra sudah selesai, karena Aya dan sahabatnya merencanakan liburan ke luar negeri bersama-sama dalam rangka mengobati patah hati Aya,

Wanita itu resmi bercerai dengan suaminya sekitar tiga bulan yang lalu, hingga gosip tentang status Aya yang kini seorang janda sudah mulai tersebar di lingkungan kampus.

“Sekarang, terserah kamu! Niat saya Cuma mau bantu kamu, supaya kamu cepat selesai, waktu kamu dua bulan lagi, lewat dua bulan, kamu resmi ditendang dari kampus ini. Tapi jawaban kamu, seakan ini adalah kepentingan saya!”

“Oke, baik, sekarang terserah kamu aja!”

Kesabaran Aya benar-benar habis. Dia berdiri, mengambil tas dan remote mobilnya yang tergeletak di atas meja. Sungguh, dia ingin sekali mengabaikan mahasiswa seperti Samudra ini, Tapi hati dan nuraninya masih berjalan dengan baik, Merasa tidak tega jika sampai harus ada mahasiwa bimbingannya yang di drop out hanya karena dia menyerah membimbing mereka.

“Bu, maaf kalau kata-kata saya salah” Setelah mengambil skripsinya yang belum selesai dan ditinggalkan Aya begitu saja, Samudra pun ikut berdiri, mengejar Aya yang saat itu hendak keluar ruangan,

Kebetulan saat ini, Aya hanya sendiri di ruangannya tanpa ada staf yang biasa membantunya karena sedang jam istirahat.

“Ya, kamu memang salah!” sahut Aya. “Ngapain kamu sentuh-sentuh saya?” sentak Aya lagi dengan nada kesal lalu membalikkan badan, karena merasa pundaknya disentuh.

“Berani sekali kamu?” Dengan tatapan yang semakin tajam, dia mendongak menatap Samudra yang jauh lebih tinggi darinya.

Ditatap seperti itu, tidak membuat Samudra takut, pria itu justru tersenyum dan menatap Aya dengan lembut, hingga Aya sempat dibuat gugup olehnya.

“Padahal Ibu cantik banget, tapi kalau nggak judes” Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Samudra, dia masih menatap- Aya begitu dalam, hingga Aya memalingkan wajahnya kearah lain. Wanita itu semakin tak habis pikir. Mengapa Samudra begitu berani?

“Diam kamu! Cepat selesaikan revisinya, segera saya ACC skripsi kamu, saya sudah muak lihat kamu tiap hari, dasar mahasiswa abadi!” sentak Aya, lalu kembali melangkah. Namun detik berikutnya, Aya merasa satu tangannya disentuh dan digenggam cukup kuat hingga dia kembali mengehntikan langkah.

“Kamu gila ya?” Aya menepis tangannya yang sempat digenggam erat oleh Samudra.

“Saya semakin yakin dan mengerti, kenapa Ibu diceraikan suami, sikap Bu Aya terlalu dingin, Terlalu cuek, mana ada cowok yang tahan dengan perempuan judes seperti Ibu”

Mendengar kalimat Samudra yang semakin menjadi-jadi, Aya yang merasa dirinya masih waras memilih mengalah dan meninggalkan lelaki itu sendirian di ruangan, dengan mata yang mulai berkaca-kaca, dia mengambil langkah. Hatinya sakit jika mengingat kejadin itu, dimana mantan suaminya memutuskan untuk menceraikannya, Padahal, bukan itu alasannya, bukan yang seperti Samudra katakan.

“Sayang, gimana? Masih dipersulit?” Aya yang baru keluar beberapa langkah dari pintu, melihat sosok seorang wanita berpenampilan modis, bertubuh tinggi bak model, menyapa Samudra yang saat itu juga keluar dari ruangannya dan Aya yakin wanita yang lebih muda darinya itu adalah kekasih Samudra. Karena jadwal mengajarnya masih beberapa jam lagi, Aya memilih pergi untuk menenangkan diri.

**

“Kenapa nggak lo selesaikan aja urusan lo dengan mahasiswa abadi itu, gampang banget,kan? Tinggal acc aja, dia sidang, kelar deh” Dua teman dekat atau bisa dikatakan sahabat Aya, sudah mulai muak mendengar keluhan Aya tiap kali mereka bertemu, Aya selalu mengeluh tentang mahasiswanya yang bernama Samudra itu,

Kali ini, Aya masih diam, belum menanggapi apapun atas saran sahabatnya. Setelah menyeruput matcha latte, minuman pilihannya, kini wanita itu menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa.

Seperti biasa, minimal seminggu dua kali, Aya dan dua sahabatnya melakukan pertemuan rutin yang menurut mereka wajib hukumnya, demi menjaga tali persahabatan yang sudah lama mereka rajut.

“Lagian, itu anak cakep, namanya juga keren, tapi –“

“Etikanya nggak sebagus namanya” sahut Aya cepat atas pernyataan salah satu sahabatnya.

“Nah, iya itu”

“Bukannya gue nggak mau mempercepat urusannya dengan gue. Masalahnya, kalau gue langsung setuju dengan skripsinya yang berantakan itu, malah gue yang kena masalah dengan dosen lain, Ya, gue nggak mau mempermalukan diri sendiri dong, apalagi waktu sidang, Bisa-bisa si Samudra dihajar habis-habisan sama dosen penguji lain, Ujung-ujungnya pasti gue juga kan yang dianggap doping nggak becus, Pingin rasanya gue nyerah”

Kata-kata ingin menyerah dari Aya sudah sering terlontar dari bibirnya. Hanya saja, itu seperti sekedar kata tanpa perbuatan. Sempat dia ingin mengundurkan diri menjadi dosen, karena tidak sanggup menghadapi tingkah mahasiswa yang beraneka ragam.

Sebenarnya, puncak masalah yang dia alami hari ini, bukan sekedar Samudra yang tidak menyelesaikan revisi, tapi lelaki itu yang begitu berani membahas tentang hal pribadinya, dengan menggunakan kata-kata yang menyinggung, dan hal itu tidak ingin Aya ceritakan kepada kedua sahabatnya.

“Ribet ya jadi dosen, lo nggak pingin nyoba profesi lain, gitu?” saran Nana “Ntar kalau ada lowongan di kantor gue, gue kabarin, lo mau nggak?” tawarnya sekali lagi.

Bagaimana kelanjutan ceritanya?

Nantikan di bab selanjutnya..

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel