Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

"Mas, apa ada yang perlu Ayu bantu?" Ayu menghampiri Joko saat pria itu sedang memotong tanaman di kebun.

Hari sabtu sore itu rumah Faisal tampak sepi, hanya ada Jelita. Ayu dan Joko di rumah. Faisal sejak kemarin menemani Rianti untuk mengunjungi orang tua Rianti yang berada di daerah Lumajang dan mereka berencana menginap selama satu hari.

Joko menghabiskan waktu senggangnya dengan merapikan tanaman di kebun. Pria itu sangat menyukai bercocok tanam dan lebih memilih mengurus taman di rumah sendiri daripada membayar tukang kebun.

"Tidak ada, Yu. Sebentar lagi mas Joko selesai." Joko mengusap peluh di wajahnya.

Sinar matahari yang sejak tadi membakar dirinya tidak membuat pria muda itu lelah. Kulit kecoklatannya semakin legam terbakar sinar matahari. Ayu mengamati raut wajah Joko yang cukup tampan, hidung mancung, mata lebar dan bibir penuh.

'Kalau aku jadi menikah dengan Mas Faisal, apa mas Joko mau memanggilku ibu ya?'

Tanpa sadar, Ayu tersenyum sendiri menertawakan angan yang baru saja terlintas. Gadis yang masih berdiri di dekat taman dengan pandangan tertuju pada Joko, membuat pria itu merasa heran. Ayu yang masih terbawa angan tidak menyadari ketika Joko memperhatikan dirinya.

Joko menemukan dirinya terpesona dengan kecantikan Ayu dengan raut wajahnya yang lembut. Gadis manis dengan kepribadian yang kalem itu mulai menggugah perasaan di hati Joko. Pria itu berjalan mendekati Ayu, tangannya terulur untuk mengambil daun mangga yang jatuh di rambut gadis itu.

"Eh, Mas?" Ayu tersentak kaget dari lamunannya ketika melihat Joko sudah berada tepat di hadapannya.

Badan Joko yang tegap dan tinggi tampak menjulang di hadapan Ayu. Wajah gadis itu mendongak dan pandangan matanya bertemu dengan mata kelam milik Joko. Posisi mereka yang sangat dekat membuat Ayu merasa tidak nyaman. Gadis itu mundur perlahan, menjauhkan diri dari tubuh Joko.

"Maaf, ini Mas ambil daun di rambutmu." Joko menunjukan daun yang baru saja diambilnya.

"Eh, iya Mas. Ayu masuk dulu ya, nanti Ayu siapkan minuman dingin." Gadis itu buru-buru masuk ke dalam rumah karena merasa jengah dengan tatapan mata Joko padanya.

Sementara Joko yang masih tetap di posisinya ketika melihat punggung Ayu menghilang di balik pintu rumah. Pria itu menghela napas merasakan getaran aneh yang menyusup dalam dadanya. Perasaan yang baru pertama kali dirasakan saat bersama dengan seorang gadis.

Joko duduk di bangku di samping taman. Dia mengibas-ngibaskan topi lebar berbahan anyaman bambu, mengusir keringat dan rasa panas di tubuhnya. Joko memandang langit yang cerah tak berawan, secerah senyuman Ayu yang terlintas jelas dalam ingatannya.

"Mas, ini di minum dulu es caonya." Ayu meletakan segelas besar minum dengan syrup berwarna merah dan potongan cao di dalamnya.

"Terimakasih, Ayu. Kenapa cuma satu, apa kau tidak mau minum juga?"

"Tidak Mas." Ayu beranjak dari hadapan Joko.

"Mau kemana, Yu?" Joko menatap Ayu yang hendak meninggalkannya sendirian lagi.

"Mau ke kamar mbak Jelita, Mas." Ayu kemudian bergegas pergi dari hadapan Joko.

Pemuda itu tersenyum melihat sikap Ayu yang dia rasakan tampak sangat malu-malu. Baginya, sikap gadis seperti Ayu lah yang akan menjadi istri terbaik, seperti Rianti kepada Faisal.

"Ayu …," desah Joko perlahan, ada perasan nyaman setiap kali melihat wajah cantik Ayu

BAB 7

Sementara itu di lantai atas, Ayu mengetuk pintu kamar Jelita dengan segelas es Cao di tangannya.

"Mbak Jelita, ini Ayu bawakan es cao."

"Masuk, Yu, tidak dikunci." teriak Jelita di dalam kamar.

Ayu membuka pintu kamar Jelita dan ini pertama kali dia masuk ke dalam kamar tersebut. Kamar yang lebih luas daripada kamar yang ditempatinya dengan banyak pernak-pernik berwarna merah muda. Beberapa boneka yang lucu, Ayu lihat di atas tempat tidur Jelita,

"Makasih ya, Yu." bisik Jelita yang masih memegang handphone di tangannya.

Ayu mengangguk dan hendak melangkah keluar kamar, ketika dengan cepat tangan Jelita menahannya. Kedipan di mata Jelita menandakan jika dia ingin Ayu tetap menamninya.

Ayu memperhatikan Jelita yang masih menikmati percakapan di telepon, membuat Ayu yang tidak pernah pacaran menjadi heran.

'Mba Jelita bicara dengan siapa ya, kok pakai sayang-sayangan,' batin Ayu.

Saat itu tiba-tiba rasa rindu menyusup di dalam benak Ayu. Dia ingin sekali melakukan tindakan yang sama seperti Jelita untuk menghubungi Faisal, menanyakan kabar, apakah sudah makan atau sekedar memanggil pria itu dengan sebutan Mas sayang. Ah … Ayu merasa terbuai dibuatnya.

Ayu memegang ponsel yang baru di belikan beberapa hari lalu oleh Joko atas perintah Rianti. Di dalam ponsel itu hanya ada nomor keluarga ini dan beberapa teman di kampung yang tidak terlalu akrab dengannya.

Semua teman-teman Ayu yang pernah satu pondokan dengan dirinya sudah menikah di usia muda. Ayu tidak merasa iri kepada mereka karena hanya satu pria yang diinginkannya sejak dulu, yaitu Faisal.

'Mas Faisal, apakah kau tidak merindukanku?' desah Ayu perlahan.

"Nglamunin apa, Yu?" teguran Jelita membuat Ayu tersentak kaget.

Ayu menatap ke arah Jelita, gadis yang tiga tahun lebih tua darinya dengan tersenyum. Jika saja dia menikah dengan Faisal, maka Ayu lebih suka jika gadis tersebut tetap memanggil dirinya dengan sebutan Ayu daripada ibu.

"Ga ada, Mbak. Hanya saja rumah terasa sepi dan gak ada pekerjaan lainnya lagi, Ayu merasa bosan." Gadis itu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan tanpa sadar mendesah.

'Mas Faisal, aku kong kangen sekali ya denganmu, baru saja beberapa jam pergi dengan bibi.'

"Iya sih, sepi." Jelita mengiyakan sambil menikmati es cao, kemudian matanya mengerjap tiba-tiba dengan ceria.

"Bagaimana kalau nanti malam ikut aku nonton bioskop, Yu?"

"Nonton, Mbak?"

"Iya, nonton bioskop. Aku nanti mau keluar dengan Mas Arjuna, kamu ikut saja dengan kami."

"Engga deh Mbak, Ayu dirumah saja." Gadis itu menolak karena merasa risih jika harus menjadi obat nyamuk.

Ayu sudah berkali-kali menjadi penonton ketika temannya berpacaran, berciuman dan bermesraan. Selalu saja dirinya yang menjadi penjaga jika ada orang yang lewat, membuat Ayu merasa kapok.

“Eh, kok gitu. Pokok harus ikut ya. Pakai jeans, Yu, paasti keren.” Jelita beranjak menuju ke lemari pakaiannya dan memilih pakaian yang cocok untuk Ayu.

Gadis itu mengambil sebuah celana panjang yang terbuat dari bahan jeans dan sebuah sweater modern dengan motif kucing berbulu di bagian dada. Jelita tersenyum sesaat membayangkan Ayu mengenakan pakaian tersebut.

"Pakai ini ya, Ayu."

"Tapi, mba."

"Sudah pakai saja, cepet mandi sana." Jelita menarik tangan Ayu keluar dari kamarnya.

Gadis itu kemudian lari ke lantai bawah dan sesuai dugaannya memang Joko masih ada di taman. Jelita segera menghampiri kakaknya yang sedang bersandar dengan santai.

"Mas." Jelita menepuk pundak kakaknya dan tertawa geli melihat Joko terkejut. "Nglamunin Ayu yaaa …."

"Apaan sih." Joko merasa jengah dengan tuduhan Jelita yang sebetulnya benar.

"Dih … pakai malu-malu segala, suka beneran yaaa. Jangan kaku-kaku jadi cowok itu, sekarang kita 'kan hidup di dunia modern, lelaki itu harus agresif sedikit, jika tidak kabur gadis incarannya."

"Ngomong apa sih kamu itu, Dik. Nyrocos saja."

"Seriusan nih, Mas. Masa kamu mau menikah dengan dijodohkan, sih?" Jelita menahan senyuman melihat wajah serius Joko.

"Ya ga apa-apa toh, pacaran bisa setelah nikah." Jawaban Joko yang bijaksana membuat Jelita mengernyitkan keningnya.

"Gimana kalau gak cocok nantinya?"

"Insyaallah, jika memang jodoh, maka selalu ada jalan untuk menyesuaikan diri dan mempertahankan suatu pernikahan."

"Gak ngerti dah, Mas." Jelita mengibaskan tangan ke udara menanggapi perkataan kakaknya.

Bagi gadis modern seperti Jelita, perjodohan adalah hal yang sangat tidak diinginkannya, apalagi saat ini Jelita sudah memiliki kekasih yang sangat dia cintai. Membayangkan diri untuk menikahi pria lain dan bukannya Arjuna, membuat Jelita merinding.

"Mas, buruan mandi. Aku sudah mengajak Ayu untuk keluar nonton bioskop. Kamu harus ikut juga nemani si Ayu, biar gak jadi obat nyamuk." Jelita tertawa kecil. "sama-sama," ucap Jelita saat melihat wajah Joko bengong.

"Sama-sama apa?" Joko menjadi bertambah bingung.

"Aku menjawab suara hatimu yang mengucapkan terimakasih karena sudah memberi jalan Mas Joko bisa kencan dengan Ayu."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel