Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bagian 2: Aku Dan Sang Putri

Guru sejarahku pernah mengatakan bahwa kita hidup di masa sekarang karena hal-hal yang kita lakukan di masa lalu. Aku tidak memahaminya sampai hari itu.

Hari itu, langit mendung, awan-awan bergumpal membentuk warna abu-abu di permukaannya. Sekolah selesai lebih awal. Aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan kota. Ada buku sejarah terbaru di sana. Aku harus menjadi orang pertama yang membacanya.

Setelah bel pulang sekolah berbunyi, aku berlari ke halte bus. Selama sepuluh menit menunggu, bus itu tidak kunjung datang. Ketika aku mengecek jadwal keberangkatan bus, bus yang aku tunggu sedang melaju kencang ke arahku. Itu tidak terkendali dan menabrak apapun yang ada di dekat jalan. Aku berlari untuk menghindarinya, tapi gerakanku terlalu lambat.

Bus menabrak tubuhku, melemparnya ke udara bersama rasa sakit yang merasuk ke tulang. Aku masih sadar dan melihat jalan sangat kosong hari ini. Ke mana perginya orang-orang? Aku terus bertanya-tanya hingga aku mendarat ke aspal. Namun, aspal yang aku harapkan tidak terasa. Sebaliknya, sebuah lubang, sangat hitam dan berangin muncul. Aku menyeret tubuh untuk menjauhinya. Itu menghisapku sangat kuat.

Aku terseret masuk. Di dalam, aku tak bisa melihat apa-apa. Sangat gelap sampai aku berpikir aku sedang memejamkan mata. Setelah beberapa saat, angin ribut memudar dan rasa dingin dari lubang itu hilang. Tubuhku terlempar keras lalu mendarat dengan pinggang yang pertama menyentuh tanah.

Kedua tanganku mengusap pinngang. Aku duduk dan melihat sekitar. Aku sedang ada di dalam smeak-semak. Samar-samar, terdengar percekcokan yang sengit. Aku menyeret tubuh untuk mengintip ke luar. Sebuah lapangan, panas, ada pohon besar, dan di bawahnya sepasang manusia yang bertengkar hebat. Mereka cukup jauh, jadi aku tidak tahu apa yang sedang dibahas.

Setelah beberapa lama, mereka tetap berdebat. Pertengkaran kekasih, batinku lalu berbalik. Rasa nyeri ada di telapak tangan dan lutuku. Aku meringis. Ini karena lubang hitam yang menghisap, kemudian melemparku tanpa tanggung jawab. Sebenarnya itu apa? Itu tiba-tiba muncul.

Gemuruh dari angkasa mengejutkanku. Aku tersentak dan tanpa sengaja menyenggol barisan tombak di samping semak-semak. Tombak-tombak itu jatuh satu per satu seperti kartu domino. Ketika aku berpikir untuk membereskannya, dua orang datang menghampiri. Mereka menatapku dengan tajam, hampir marah.

Seperti yang telah kamu baca di bagian satu, beginilah keadaanku sekarang.

Mataku melotot kepada tanah. Aku baru saja mengatakan kebohongan. Aku menelan ludah. Bodoh, bodoh, kamu bukan peramal! Aku merutuki diriku,

"Kamu pikir apa yang sedang kamu lakukan."

Tubuhku menegang. Dia bukan orang yang sabar. Aku bicara dengan gugup. "Masa depanmu adalah ... masa depanmu ...."

Karena nama dia adalah itu, aku sudah tahu alurnya. Dia akan mengutuk orang yang dia suka. Namun, bagaimana aku mengatakan itu? A menarik napas dalam-dalam, lalu menjawab, "Putri itu akan bertindak licik."

"Dan?"

"Dia akan melakukan apa saja untuk menggagalkanmu."

Jeda beberapa lama. Dia berpikir, pasti berpikir ulang apakah ucapanku masuk akal. Angin berhembus, tapi tak mampu menenangkan diriku yang banjir keringat.

"Ceritakan lebih banyak."

Suara itu muncul lagi bagai cahaya penerang untuk lubang hitam tadi. Aku menggigit bibir. Dia sudah makan umpan pertama, lalu apa? Apa yang harus aku katakan selanjutnya? Aku bimbang.

"Maaf ... Maafkan aku," kataku dengan sedih, "Ada beberapa hal yang tidak boleh dilihat untuk saat ini."

Aku rasa dia agak kecewa? Intinya dia bicara dengan nada yang berbeda walau kesan dinginnya tidak hilang, "Kamu berbohong?" Suaranya membuatku merinding. Aku pikir dia bukan orang yang bisa dibuat marah sebagai lawakan.

"Saya tidak berbohong. Ada bagian yang belum bisa dilihat karena belum waktunya."

"Bawa dia."

"Ya, Yang Mulia."

Dua prajurit yang sejak tadi di belakangku, menarik lenganku sehingga aku berdiri. Aku mendongak. Sebuah punggung tegap berjalan menjauh. Angin mengitarinya, menerbangkan rambutnya yang sampai punggung. Aku terkesima, "Jadi itu dia."

***

Dua prajurit itu mengantarku ke sebuah bangunan kecil. Letaknya terpencil dan dekat dengan pohon besar. Aku mengamati sekeliling. Tempat ini sepi, seperti tidak pernah dipakai. Namun, lokasinya dekat dengan puncak sebuah bangunan megah yang aku lihat tadi. Aku diberi air dan makanan. Setelahnya, mereka pergi,

Aku duduk di teras. Kendi kecil dan sepiring makanan ada di dekatku. Setelah mencicipi airnya, itu sangat segar sampai tenggorokanku menjadi. Aku menatap makanan dengan warna tidak terlalu terang. Itu ciri makanan tradisional, menggunakan bahan alami.

Tanganku merogoh ransel. Aku menyalakan ponsel dan mengambil beberapa foto. Aku berencana membagikannya, tapi ternyata tidak ada sinyal. Pipiku menggembung.

"Psst. Hei."

Pandanganku beralih ke gerbang batu. Seorang wanita paruh baya berdiri di baiknya. Dia melihat ke arahku sambil melambaikan tangan.

Aku diam sebentar sebelum memutuskan mendekati dia. Dia memiliki senyum ramah saat aku berdiri di depannya dengan jarak lima langkah. Aku bertanya, "Ada apa?"

"Nona saya ingin bertemu dengan Anda," jelasnya dengan terburu-buru.

"Siapa namanya?" Aku kembali bertanya. Mataku menyipit. Sejak kapan dia di sini? Dia muncul segera setelah prajurit itu pergi.

Dia mengeluarkan gelang emas dari balik bajunya. Mataku berbinar. Kilaunya yang jernih memberitahuku itu emas asli. Apa ini? Aku akan disuap?

"Kita tidak punya banyak waktu. Mari ikut saya."

Tangannya mengulurkan gelang itu. Aku berdeham kecil. Mengapa dia memberiku hadiah? Aku menatap matanya. Dia memiliki mata yang berharap. Jadi aku memintanya untuk menungguku agar aku bisa mengambil ransel. Kemudian, dia memberikan gelang itu. Ada hiasan permata di atasnya.

Kami berdua berjalan keluar gerbang. Dalam perjalanan, aku melihat tempat aku terlempar sekaligus bertemu dia. Itu bukan ingatan yang bagus. Setelah beberapa saat, kami berhenti di sebuah taman. Bnga-bunga mekar dengan indah menghiasi tiap bagian. Kupu-kupu kecil beterbangan di atasnya. Di tengah taman, seorang wanita muda berdiri membelakangiku, Dia berambut panjang hingga pinggang, berpakaian rapi dan berkilau.

"Tuan Putri, saya sudah membawa dia," ucap wanita itu sambil membungkuk hormat di samping Putri.

Wanita itu berbalik. Irisnya yang jernih menatapku di balik bulu matanya yang lentik. Dia cantik. Tatapannya jatuh ke tanganku yang membawa gelang. Lalu dia tertawa kecil. Langkahnya mendekat. Aku semakin terpesona. Gerak lembutnya memberitahuku dia adalah seorang putri.

"Siapa namamu?" tanyanya.

Suaranya halus, aku terhipnotis. Dengan canggung aku menjawab, "Nama saya Citra."

Senyum terukir di wajah kecilnya. Sudut bibirnya naik hingga mencapai mata. Dia mengambil tanganku, kemudian meletakkan sebuah bungkusan kain kecil. Aku menatap benda itu dan dia. "Apa ini?" tanyaku.

"Kamu peramal, kan? Mengapa tidak menebak apa yang aku inginkan saat ini?" balasnya.

"Saya tidak bisa sembarangan melakukannya."

Dia tertawa pelan, sangat lembut dan aku berpikir dia adalah gadis lemah yang mencoba menjadi cerdik. Pandanganku jatuh ke mahkota di kepalanya. Hanya ada satu putri yang diceritakan di Kerajaan Boko, yaitu Roro Jonggrang. Berarti dia adalah Roro Jonggrang. Aku terkesima diam-diam. Dia sangat cantik, pantas Bandung Bondowoso sangat menginginkan dia.

"Jadi Citra, kamu sudah setuju bekerja untukku," jelasnya kemudian. Ia menarik tangannya dan menyimpannya di depan tubuh. "Bunuh Bandung Bondowoso untukku."

Aku melebarkan mata. Membunuh? Tidak, aku kira aku salah dengar. Bagaimana mungkin wajah yang anggun ini mengucapkan kata-kata sadis?

"Bunuh dia untukku, Citra. Aku memberimu jaminan kehidupan layak."

Aku menatap kedua tanganku. Tangan kanan memegang gelang sedangkan sisanya bungkusan itu. Aku mengulurkan keduanya sambil berkata, "Aku kembalikan."

Tawa lembut mengalun dari pita suaranya. Tangan kirinya yang berhias permata menutup mulut. Matanya yang jernih dan lugu kini tampak licik. Dia sedikit menunduk. "Tahukah kamu? Dia akan memberikan apapun yang aku mau, termasuk membunuhmu. Jadi, Citra, putuskan pillihanmu."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel