Pustaka
Bahasa Indonesia

Between The Villain's Arms

60.0K · Tamat
eveawonyu
60
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Ini semua salah bis sialan itu! Aku Citra, pelajar sekolah menengah atas. Saat pulang sekolah dan menunggu di halte, bis yang aku nantikan justru menabrakku, melemparku hingga aku jatuh ke zaman kuno. Aku tak tahu aku ada di mana hingga aku bertemu dia, raja yang baru saja naik tahta, orang yang menguasai Boko bersama pasukan gaibnya, dan memaksa seorang gadis untuk menjadi istrinya, Bandung Bondowoso. Seperti ceritanya, Bandung Bondowoso memaksa Roro Jonggrang untuk menikah dengannya. Roro Jonggrang menolak dan berakhir menjadi candi. Karena kebohonganku, aku menggantikan posisi dia. Bukan sebagai candi, melainkan sebagai istri Bandung Bondowoso. Ini gila! Aneh! Aku harus pulang. Tiap kali aku meneriakkan itu, dia membungkusku, menyeretku masuk ke ruang tertutup untuk membuatku berteriak sepanjang malam lalu berakhir pingsan.

RomansaFantasiIstriDewasaPengembara WaktuPengantin PenggantiPernikahanZaman Kunokultivasi

Bagian 1: Aku Dan Sang Raja

Awan bertebaran di langit membuat malam menjadi redup. Aku terjatuh setelah terlempar dan tiba-tiba mendengar suara perkelahian.

Karena penasaran, aku merangkak dan mengintip di balik semak-semak. Dua orang, seorang pria dan seorang wanita sedang bertengkar. Jarak mereka cukup jauh sehingga aku tidak mendengar jelas apa yang mereka bicarakan.

Setelah beberapa lama, mereka tidak berhenti. Aku menghela napas, lalu berbalik. Rasa nyeri ada di atas kulitku. Aku baru menyadari tangan dan lututku tergores.

"Apa yang terjadi?" aku berbisik dan melihat ke sekeliling. Ini adalah lapangan luas. Dari jauh terlihat ujung sebuah bangunan. Aku tak yakin apa itu.

Sebuah suara gemuruh dari langit mengagetkanku. Aku tersentak dan tanpa sengaja menyenggol barisan tombak terdekat. Tombak-tombak itu jatuh satu per satu seperti kartu domino. Ketika aku berpikir untuk membereskannya, dua orang datang. Mereka memiliki tatapan tajam. Belum sempat aku menjelaskan diriku, mereka menarikku.

Ketika ditarik oleh mereka ke suatu tempat, aku menyadari bahwa manusia ini terlihat berbeda. Manusia modern di negaraku mengenakan kemeja atau celana, tetapi mereka tidak. Kain yang dililitkan di pinggang dengan pola yang dikenali sebagai batik membuatku berpikir aku sedang berada di zaman tua.

"Itu tidak mungkin," lirihku.

"Apa yang kau katakan?"

Aku terkesiap. "Tidak ada."

Aku memperhatikan salah satu orang yang bertanya. Fitur wajahnya seperti manusia abad ke-22, tetapi penampilannya seperti manusia abad ke-10 atau zaman kerajaan.

"Apakah ini mimpi? Apakah ini alam roh? Apakah hidupku berakhir setelah ditabrak bus sialan itu?" Aku berbicara pada diriku sendiri.

"Tidakkah menurutmu dia sudah gila? Dia berpakaian aneh."

"Saya pikir begitu."

"Lagi pula umurnya tidak akan lama lagi."

"Apa maksudmu?" Aku menanyai mereka dengan suara tegas.

Kedua orang yang sedang membicarakan saya menoleh ke samping. Salah satu dari mereka menjawab, "Setelah bertemu Yang Mulia, hidupmu akan berakhir. Beraninya orang sepertimu berada di tempat ini dan memata-matai."

"Aku bukan mata-mata."

Mereka tidak menjawab. Mereka mengabaikanku.

Aku meminta, "Setidaknya katakan di mana ini."

Setelah beberapa saat, mereka berhenti berjalan. Tiba-tiba, aku dilempar dengan keras ke depan. Aku meringis. Lukaku belum dibersihkan dan sekarang menjadi kotor. Bagaimana jika itu infeksi?

"Apa ini?"

Sebuah suara rendah, dingin dan kaku. Aku mendongak dan pada saat itu aku dipukul di bagian belakang kepala. Aku tersedak. Pandanganku jatuh ke tanah merah.

"Yang Mulia, ini adalah mata-mata. Kami menangkapnya sedang mengawasi di dekat tempat senjata."

"Singkirkan dia."

"Ya, Yang Mulia."

"Tidak, tunggu!"

Prajurit tidak jadi menarik lenganku. Sebaliknya dia berteriak dengan kencang,"Beraninya kau berteriak di depan Yang Mulia!"

Telapak tanganku menyentuh tanah. Tidak akan menyenangkan jika aku berakhir seperti ini. Bagaimana bisa aku mati di tempat yang asing? Aku menutup mataku.

"Ada yang ingin saya katakan," kataku.

"Berhentilah bicara omong kosong!" Prajurit yang sama kembali berteriak.

Aku mengertakkan gigi. Tempat ini terasa berbeda, udara yang aku hirup lebih segar. "Aku bisa melihat masa depan!" seruku.

"Tentunya kau sudah tahu masa depanmu. Penggal kepalanya." Suara sedalam lautan itu datang lagi. Suaranya membuat punggungku merinding.

"Tidak! Tidak! Aku tahu masa depan," kataku lagi.

"Yang Mulia, dia adalah orang gila."

Aku menelan ludah. Harus ada yang aku katakan sehingga orang ini mau melepaskanku. Itu haruslah penting dan menguntungkannya, menguntungkan aku juga tentunya.

"Yang Mulia, kita tidak perlu mendengarkannya."

Jantungku berdegup kencang menunggu jawabannya. Prajurit itu sangat menghormati dia. Dia pasti orang berpengaruh di sini. Setelah beberapa lama, nada bicaranya dingin mengalun.

"Ceritakan apa yang akan terjadi dalam dua hari ke depan."

Aku tersenyum tipis. Syukurlah, aku tidak mati dalam waktu dekat. Sekarang, apa yang akan aku katakan? Berpikirlah... akku ingat! Kata-kata peramal jalanan di depan sekolah.

"Aku harus tahu namamu terlebih dahulu."

Kekehan mengalun di pendengaranku. Aku tak melihat wajahnya, tapi aku rasa dia sudah makan umpan itu. Kemudian, aku meminta, "Kalau begitu, tolong beritahu saya nama Anda."

Suara rendah dan serak mengantarkan rasa dingin di sekujur tubuhku. Setelah diam untuk beberapa waktu, dia mengatakan namanya dengan sangat hati-hati seolah itu adalah nama yang agung,"Raden Bandung Bondowoso."

Aku bereaksi dengan cepat. Tubuhku membeku dalam posisi bersujud di depan kakinya.

"Katakan ramalanmu."

Banyak cerita menggambarkan betapa berkuasa, kuat, gagah, dan bengis. Dia yang menghanguskan sebuah kerajaan dalam satu malam, membunuh sang raja dengan pasukan jinnya, dan memaksa seorang putri untuk menjadi istrinya.

Napasku menjadi berat.

"Tidak bisa? Singkirkan dia."

Lenganku dicengkeram lagi, kali ini lebih kuat. Aku berusaha menahan tubuhku tetap bersujud di atas tanah. "Aku bisa meramal masa depanmu," jawabku dengan terburu-buru.

"Katakan."

Aku menganggukkan kepala sementara paru-paruku kesulitan menukar oksigen dengan karbon dioksida. Dari semua orang tokoh legenda, bagaimana bisa aku bertemu dengan pria kejam ini?!