Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8

Keadaan terasa hening, suara Pertengkaran di antara keduanya sudah tidak terdengar lagi. Amel menatap suaminya yang sudah tertidur lelap dibarengi suara dengkuran yang begitu keras.

"Kapanlah suamiku ini akan berubah lebih memikirkan keluarganya daripada dirinya sendiri." Amel terus menatapi pria yang sudah tidak sadarkan diri lagi seraya telungkup memeluk bantalnya.

"Capek di luar, pulang ke rumah langsung tidur! Nggak ada waktu untukku," lirih Amel pada Andre yang sudah tertidur. Dia memandangi tubuh suaminya yang mengenakan celana boxer pendek dan kaos oblong saja. Nafasnya naik turun tidak beraturan, terburu-buru seperti sedang dikejar sesuatu.

Gairah seksnya naik ketika melihat benda pamungkas milik suaminya yang terlihat menonjol karena celananya yang begitu ketat. Dia mengelus tubuh suaminya itu dengan lembut seperti memberikan kode jika ia ingin bercinta malam ini.

Walaupun baru saja bertengkar hebat, Amel tidak bisa membenci suaminya apalagi dia sangat membutuhkan belaian dan kasih sayang manja dari suaminya yang jarang sekali dia dapatkan.

Jika Amel mengadu pada ibunya, ibunya selalu mengatakan untuk tidak terlalu memikirkan sikap Andre yang acuh padanya. "Biarkan saja, Kamu tidak usah pedulikan buat sakit kepalamu saja itu! Dia mau pulang tengah malam, mau nggak pulang, masih terus memakai barang haram itu, biarkan saja! Nanti dia sendiri yang akan menanggung akibatnya. Nggak usah kamu ngomel-ngomel sama dia karena tidak pernah didengarkan olehnya, buat sakit hatimu saja!" Kata-kata itu yang selalu ibunya Amel katakan jika Amel mengadu pada ibunya perihal sikap suaminya yang tidak mempedulikannya itu.

Amel meneguk salivanya memandangi lekuk tubuh suaminya yang tertidur pulas. Matanya berhenti pada bibir manis yang menempel di sebuah bantal yang sarungnya berwarna biru tua.

Amel mendekatinya secara perlahan, dia meraih benda pamungkas milik suaminya itu sambil meraba-raba dadanya. Namun, secepat kilat Andre menepiskan tangannya dari sana dan berbalik membelakangi Amel tanpa memperdulikannya.

Amel yang sudah nafsu berat, geram melihat tingkah suaminya itu. "Percuma saja punya suami jika tak mampu memuaskan nafsu istrinya!" ucap Amel di dalam hatinya dengan kekesalan yang mendalam.

Dia turun dari tempat tidur itu dengan kasar mengambil sebuah tikar yang ia gelar di atas lantai. Kemudian, dia mengambil bantalnya dan menghempaskannya di atas tikar. Dia mendengus kesal menatap suaminya yang tertidur lelap.

Amel membuka layar ponselnya, lalu membuka situs sex untuk memuaskan hasratnya yang sudah menggebu-gebu. Dia memasukkan jari-jarinya ke dalam celananya seraya mengucek-ngucek benda pusaka miliknya sambil menonton video dua orang luar yang sedang bersenggama.

"Oh, yes baby, come on! Hurry up!" begitulah kata-kata yang ia dengarkan di dalam video sex itu. Sambil mengucek-ngucek benda pusaka miliknya itu seluruh tubuhnya menggelinjang, seluruh otot-ototnya tegang sepertinya dia akan mengalami penetrasi.

Amel terus mengucek-nguceknya dengan menambah kecepatannya dengan mata yang tidak beralih dari tontonan di layar ponselnya itu hingga dia mencapai orgasme "ahhh, ahhh!" Amel mengerang nikmat sambil menatap suaminya yang tidak sadarkan diri lagi dengan tingkah istrinya.

Ternyata Amel masih terus mengucek-nguceknya, dia meraih kain sarung yang berada di atas kasur lalu digigit keras olehnya untuk menahan suaranya agar tidak terlalu keras saat mengerang nikmatnya yang luar biasa. Dia malu jika seseorang mendengarnya, dan sekali lagi dia mengalami orgasme, ahhh!" Kini hasrat Amel untuk menyalurkan nafsunya yang sudah menggebu-gebu akhirnya telah usai.

Dia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan lendir yang bertebaran di selangkangan nya dan menyiramnya sampai bersih dan tidak licin lagi. Setelah itu Amel kembali menuju kamarnya dan membaringkan tubuhnya di samping sang suami serta memejamkan kedua matanya.

Keesokan harinya, Andre pergi bekerja sebagai kuli bangunan bersama temannya. Sementara Amel sebagai penjual online sudah merasa tidak semangat karena ulah suaminya yang tidak mau tahu mengenai kehidupan rumah tangganya.

Amel yang sedang membuatkan bontot untuk dibawa oleh suaminya di datangi oleh Bella. "Kak!" sapa Bella.

"Hum," sahut Amel singkat seraya sibuk membuatkan bontot.

"Nanti aku mau pergi jalan sama Ardi, jika Arman tanya sama Kakak bilangin jaa ya kalau aku lagi di rumah bokap nggak bisa angkat telponnya dia dan nggak bisa ketemuan," ujarnya.

"Kenapa?" tanyaku sewot. Amel mulai tidak suka dengan sikap adik iparnya itu yang terlalu banyak menjalin asmara dengan banyak pria dan tidak setia kepada Arman yang sangat menyayanginya.

Belum sempat Bella menjawab Amel sudah dipanggil oleh suaminya dengan teriakan yang membuat seluruh ruangan bergema.

"Iya Bang, tunggu sebentar!" ucap Amel seraya memasukkan bontot nasi dengan lauk ikan mas padeh ke dalam plastik hitam. Kemudian dia menentengnya dan memberikannya kepada Andre.

Andre meraih plastik hitam itu dengan kasar "Lama banget sih! Buatin bontot saja seratus tahun lamanya, ngapain aja sih!" bentak Andre seraya menggantungkan plastik yang berisi bontot nasi itu di stang motornya.

"Maaf Mas, kan lagi buatin," jawab Amel dengan nada suara sedikit gemetar.

"Jawab terus! Jadi istri itu nurut, bukan jawab terus, bodoh!''

Andre menyalakan mesin motornya dan melaju kencang meninggalkan rumah mereka. Sementara Bella yang sudah siap-siap dengan pakaian yang sudah rapi dengan menyandang tas berwarna putih menghampiri Amel kembali.

"Kenapa sih Kak bang Andre marah-marah terus?" tanyanya pada Amel.

''Akh juga nggak tahu Bel, sikapnya sekarang sering begitu. Apalagi Kamu taukan kalau abngmu itu nggak bisa meninggalkan teman-temannya yang dulu dan masih saja dengan kenakalannya saat remaja," papar Amel dengan raut wajah yang terlihat pilu.

"Kakak sabar aja, semoga Abang cepat berubah. Mungkin dia masih terikut-ikut dengan teman-temannya itu yang selalu memakai barang haram dan kerjaannya nggak becus!"

"Iya, aku juga melihatnya seperti itu. Setiap hari aku nggak bosan menasehati abangmu agar meninggalkan sifat buruknya itu yang akan berakibat fatal baginya nanti. Tadi malam aku dengar si Polan sudah ditangkap polisi karena kedapatan membawa obat terlarang dan menjualnya," ucap Amel. Dia berharap dengan tertangkapnya Polan, suaminya akan takut dan meninggalkan pekerjaan haramnya itu. Namun, kenyataannya tidak sama sekali.

"Dulu bokap juga nggak setuju dengan perbuatan bang Andre yang selalu memakai obat-obatan terlarang bahkan sampai menjadi penyalur antar berbagai perkampungan maupun kota. Namun, mau bagaimana lagi, bang Andre tidak pernah mendengarkan nasehat bokap hingga detik ini dia masih terikat dengan barang haram itu," jelas Bella dengan raut wajah kekecewaan.

"Itulah abangmu, dia tidak mau mendengarkan siapapun yang mengkhawatirkan dirinya. Aku juga kalau sudah capek menasehatinya terus, mungkin akan membiarkan dirinya sampai dia puas dengan semuanya."

"Kasihan Sari yang akan menjadi korbannya jika memiliki ayah seperti itu," sambung Amel sambil melihat dari yang sedang asyik menonton televisi.

Di saat bersamaan ponsel Bella berdering tanda panggilan whatsapp masuk. Dia mengangkat telepon yang ternyata dari Ardi. "Hallo Sayang, kamu sudah dimana?"

"Sebentar lagi akan sampai sayang, ini rumah Kamu masih jauh nggak dari persimpangan yang ada kedai kopinya?" tanya Ardi dari seberang sana.

"Oh, nggak Sayang, setelah dapat kedai kopi itu sekitaran jarak empat rumah lagi, rumah abangku berwarna hijau."

"Oke, sepertinya aku udah mau sampai nih," ucap Ardi seraya mematikan ponselnya.

"Kak aku pergi dulu yah, jangan lupa pesan aku jangan kasih tau Arman jika aku jalan sama cowok lain, oke!"

"Kalian mau kemana sih?" tanya Amel heran.

"Ardi ingin membawaku ke rumahnya Kak, katanya mau dikenalin sama keluarganya kebetulan juga hari ini adik sepupunya lagi pesta pernikahan," jawab Bella.

Tin! Tin! Tin!

Terdengar bunyi klakson motor di halaman rumahnya Amel. Amel menatap pria bertubuh tegap dan berkulit putih itu dengan rambutnya yang kriting sedang menatap ke arah rumahnya.

"Ha, itu dia kak! Bang, di sini bang!" Panggil Bella seraya melambaikan tangannya ke arah Ardi yang masih duduk di jok motornya.

"Itu dia orangnya Bel? Gantengan juga Arman!" cicit Amel seraya cekikikan.

"Eh, ini juga ganteng kak cuman Arman orangnya masih muda makanya kelihatan lebih ganteng," ucap Bella.

"Memangnya yang ini umurnya berapa tahun, Bel?" tanya Amel.

"Tiga puluh tahun Kak," jawabnya.

Amel sontak kaget mendengarnya karena umurnya selisih enam tahun. "Ya sudahlah kalau begitu," ucap Amel.

"Aku pergi dulu ya Kak," ucap Amel setelah naik di atas jok belakang kekasihnya itu.

Amel hanya mengurai senyum.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel