Bab 9 Moza Oh Moza
Bab 9 Moza Oh Moza
Rasanya déjà vu. Dipanggil oleh guru BP, dimarahi hingga entah berapa lamanya, Hasbi sendiri tidak tahu. Tapi entah kenapa, Hasbi senang. Gila kan? Mana ada orang yang kangen dipanggil ke BP?
“Potong rambut kamu!” kata guru BP sebelum Hasbi keluar dari ruang BP. Hasbi menatap gurunya lalu berdiri tegak dan memberi hormat. “Siap pak!” Hasbi lalu menarik karet rambutnya dan mengibaskan rambutnya seperti di iklan sampo. “Laksanakan!” Setelah mengatakan itu, Hasbi keluar sambil tertawa. Sedangkan guru BP Hasbi hanya menatap heran. “Sepertinya, terlalu lama di rumah membuat Hasbi makin tidak waras.”
***
“Wiwiwiwiwiwiombom bawe…”
Terdengar lantunan aneh di sepanjang koridor menuju taman depan sekolahan. Lantunan aneh tersebut menggema hingga membuat orang yang mendengarnya langsung tutup telinga. Di sisi lain, Hasbi dengan santainya tetap mendendangkan lagu yang entah hanya dia sendiri yang tahu sambil memelintir rambutnya seperti mas-mas berambut panjang yang banyak ditemui di perempatan Bogem.
“Hilih, rambut begini bagusnya kok harus dipotong? Pak Samsul nggak tahu apa yak kalau perawatan rambutku itu mahal? Siapa lagi yang bakalan perawatan rambut eksklusif kayak aku? Nggak ada yang bisa nyaingin perawatan rambut dengan daging lidah buaya kualitas tinggi dan shampoo Head and Pundak setiap malam Jumat Kliwon!” keluh Hasbi sambil menarik-narik rambutnya. Ia bahkan masih sempat-sempatnya meneliti apakah rambutnya bercabang atau tidak.
Bagi Hasbi, rambutnya adalah mahkotanya. Ketika dipotong, maka ada secuil harta berharganya yang hilang dan Hasbi tidak rela!
Sibuk mengeluh dan menyanjung bagaimana mempesonanya rambut panjang kesayangannya, mata Hasbi mendeteksi ada Moza di ujung sana.
Dengan sok santai, Hasbi merapikan kembali rambutnya ke model kuciran ekor tikus. Dimasukkan bagian depan seragamnya dan membiarkan yang belakang terjuntai bak gaun putri duyung yang nyasar ke Kali Opak. Dirapikan lecek-lecek di seragamnya biar kutu pun bakalan kepeleset kalau loncat ke baju Hasbi. Dilihat lagi sepatunya yang udah mau kelaparan karena bagian depan yang hampir menganga. Lalu, dikumpulkannya keberanian dan kepercayaan diri tingkat dewa khayangan agar bisa terlihat biasa saja di depan Moza.
Oh Moza, dewinya, pujaan hatinya. Sedikit saja, palingkanlah wajah ayumu di hadapan hamba!
Di sisi lain, Moza tertawa bersama teman-temannya. Di mata manusia normal, tawa Moza seperti anak SMA pada umumnya. Cekikikan, saling memukul, mendorong bahkan menghina teman se-gank-nya. Namun, di mata Hasbi, Moza memiliki aura yang menyilaukan. Apapun yang dilakukan oleh Moza seakan dilakukan dalam gerakan slow motion. Sungguh mempesona dan dramatis.
Mungkin bisa dikatakan kalau Hasbi itu bucin tingkat panglima. Bucinnya minta ampun. Judi kalau menarik dibandingkan Moza yang setiap saat selalu kinclong.
Seperti saat ini, angin berhembus sepoi membuat rambut Moza berkibar layaknya bendera yang perlu dihormati. Moza cemberut dan merapikan dan mengikat rambutnya agar tidak diobrak-abrik angin. Ia lalu berkaca sebelum berceloteh lagi bersama temannya.
Di mata manusia normal, Moza melakukan hal yang biasa seperti manusia pada umumnya. Namun, di mata Hasbi, ia seperti mendengar musik India bertalu untuk mengajaknya menari. Di depan sana, gerakan Moza mengikat rambut benar-benar aduhai. Saking terpesonanya, mulutnya terbuka dan mengundang lalat untuk masuk ke dalamnya.
“Heh, ngapain sih kamu!” kata teman Hasbi yang tiba-tiba melihat Hasbi dalam mode pause.
“Aku ngelihat bidadari, Cuk!” jawab Hasbi dengan pandangan yang masih terpana.
Temannya Hasbi tersebut melihat arah pandang Hasbi dan ia melihat Moza yang menurutnya sedang cekikikan seperti Mak Mampir! Bidadari dari mana? Bidadari ujung pasar?
“Koe we sedan, Bi! Matamu ki kudu dipreksakne! (kamu sudah gila, Bi! Matamu itu harus diperiksakan!)” Tanpa menunggu reaksi Hasbi, temannya menyeret Hasbi untuk pulang yang otomatis akan melewati Moza dkk. Lagu India yang berdendang di kepala Hasbi seakan hilang tak berbekas. Dasar teman kampret!
Hasbi tidak terima kalau temannya ini menghentikan kegiatan favoritnya. Memandangi Moza nan cantik jelita putri pria beristri yang setia. Akhirnya, Hasbi memberikan perlawanan sehingga temannya itu susah untuk menarik Hasbi agar segera pulang. Ngapain juga di sekolah lama-lama?
“Kosek to! Ratuku kae seh nang kono i lho! (tunggu! Ratuku masih di sana itu lho!)” Hasbi mencoba melepaskan tarikan temannya. Ia masih tidak rela untuk pulang sekarang.
Apa perlu diperjelas lagi? Ini kesempatan langka! Kapan lagi Hasbi bisa memandangi Moza secara leluasa dan bertemu langsung? Sayangnya, teman kampret bin jahara ini menyeretnya seperti kerbau.
“Hilih! Nggak usah ngayal! Kamu sama moza itu kayak cuka sama susu. Kamu cukanya, dia susunya!”
“Lhoh, di dunia ini itu tidak ada yang tidak mungkin! Buktinya, kamu dulu item dekil kayak angus di belakang penggorengan, sekarang jadi rada kinclong begini.” Hasbi menghentakkan tangannya. “Nak koe isoh, mosok aku ora to Su? (kalau kamu bisa, masa aku enggak Su?)” Teman yang dipanggil Su itu hanya diam saja memandangi Hasbi.
“Nggak gitu, Bi. Tapi mbok ya eling (ingat), kamu tuh siapa, Moza itu siapa? Dia nggak bakalan mau berdekatan sama kamu, Bi. Kamu itu, cuma remah-remah upil yang diciduk pakai telunjuk trus ditempelin ke bawah kursi!”
“Lha aku yo nggak minta apa-apa, Su. Aku bisa memandang dari jauh pun udah suenenge setengah waras, Su.” Temannya Hasbi yang dipanggil Su hanya bisa diam. Dia menatap Hasbi tak percaya seolah seonggok daging berbentuk manusia grondrong itu adalah spesies yang sangat langka. Namun, memang benar kata Sudjiwo Tedjo kalau memberi nasehat pada orang yang jatuh cinta itu sungguh percuma.
“Sak-sakmu lah, Bi. Wes ayo gek ndang muleh trus mancing sak durunge utek e mbludrek mikir ujian! (terserah kamulah, Bi. Udah, ayo buruan pulang terus mancing sebelum otaknya pusing mikir ujian!)” Hasbi menghela nafas berat. Benar apa yang dikatakan oleh Su. Ujian akan membuat kepalanya mengepul.
Eh, tapi kan, obat pusingnya itu Moza. Hasbi lalu melihat Moza lagi. Ini kalau di dunia anime, mungkin matanya akan muncul bintang dan rahangnya sampai ke tanah saking lebarnya ia mangap.
Su sudah tidak tahan. Ditariknya kerah kemeja Hasbi agar mengikutinya. Hasbi sendiri tak bisa berkutik karena lehernya tercekik. Namun, tak ingin melewatkan kesempatan, Hasbi melambaikan tangan ke Moza.
“Hai Moza,” sapa Hasbi sambil menampilkan senyum yang terlalu lebar.
Moza dan teman-temannya hanya bisa memandangi Hasbi dengan jijik dan tatapan aneh. Tiba-tiba Su menghentikan langkahnya yang membuat Hasbi juga harus berhenti. “Hei!” Su dan Hasbi melihat ke sumber suara. Tak disangka tak dinyana, Moza bertegur sapa pada dirinya. Haduh, hati Hasbi bersemi.
“Ya?” jawab Hasbi sok cool. Walaupun di kepalanya ia jungkir balik saking senangnya, tapi sebisa mungkin, ia harus tetap cool.
“Rambut gondrong kamu…” Habis memegang kuciran rambutnya yang kalah panjang dari buntut anak tikus. “Coba kamu ke tukang potong, dirapiin tapi… ke tukang potong rumput ya hahahaha.” Moza dan kedua temannya hanya bisa tertawa ngakak. Bahkan Hasbi tidak tersinggung sama sekali. Alih-alih tersinggung, senyum Hasbi justru semakin lebar.
“Siap Moza! Laksanakan!” Moza dan temannya hanya bisa terdiam kemudian tertawa lagi. Bagaimana tidak, kalau Hasbi memberikan hormat pada Moza sambil tersenyum lebar.
Su sudah malu bukan main. Temannya ini benar-benar perlu diruwat di pantai selatan atau disembur pakai air doa. “Ayok!” Su menarik Hasbi ke tempat parkir sepedanya sedangkan Hasbi masih melambai ke arah Moza. Moza sendiri masih tertawa. Bukan tertawa senang tapi tertawa mengejek. Ogah kali si Moza dideketin sama si gondrong Hasbi.
***
Efek Moza memang ampuh untuk Hasbi. Buktinya, Hasbi yang sering tidak mau diajak mancing, langsung hayuk aja saat diajak Su mancing. Bahkan tadi Hasbi langsung mengajak Su untuk mencari pemotong rumput dan memotong rambutnya. Padahal Su yakin 1000% kalau sayangnya Hasbi pada rambut gondrongnya melebihi sayangnya kucing ke ikan asin.
Memang, jatuh cinta membuat banyak perubahan. Kayak temannya ini. Dari yang awalnya udah gila sekarang jadi bucin akut tingkat dewa karna Moza, Sang Pujaan Hatinya.
Moza oh Moza….
***
