Bab 7 Solusi
Bab 7 Solusi
Hasbi kemudian menjatuhkan dirinya ke sofa usang yang ada di belakangnya. Ia kemudian mengacak rambut gondrongnya hingga membuatnya seperti om Wowo (sapaan sayang dari Hasbi untuk genderuwo. Hasbi sendiri sebenarnya bisa saja membelikan Hamash ponsel sore ini juga. Masalahnya adalah Hasbi dan Dika baru saja terdeteksi ‘main’ di situs judi online.
Hasbi parno, bagaimana kalau mukanya ada di mana-mana? Dia jadi most wanted trus selebaran iklan pencarian orang dipasang di tiang listrik. Haduhhh, memikirkannya saja Hasbi enggan. Setidaknya dia ingin jadi orang yang dicari dengan cara yang layak.
Dika yang melihat Hasbi pun hanya bisa diam dan berfikir. Rp2,5 juta untuk Hasbi yang sudah memenangkan judi berkali-kali adalah hal yang kecil. Untuk saat ini, dia sedang memikirkan bagaimana untuk menghapus datanya Hasbi.
Dika memegang dagunya dan berfikir keras. Dia sendiri tak mau kehilangan Hasbi. Hasbi sumber uangnya saat ini. Ya walaupun yang Hasbi lakukan itu nggak ada apa-apanya dibandingkan dirinya yang harus nge-hack website.
Hasbi melihat ke arah langit-langit rumahnya. Ia berharap bisa mendapatkan solusi atas masalah yang baru menimpanya. Belum juga sehari lewat, tapi kepalanya serasa mau pecah. Eh, bukannya mendapatkan solusi, Hasbi justru mendapati langit-langit rumahnya sudah banyak rumah laba-laba.
Hasbi melihat ada serangga kecil yang terperangkap di rumah laba-laba itu. Entah mengapa, ia merasa kalau dirinya adalah serangga itu dan Dika adalah si laba-laba?
“Bi…” Dika memanggil Hasbi. Dengan enggan, Hasbi menoleh ke arah Dika. Dika yang melihat Hasbi saat ini serasa seperti melihat kucing yang baru keluar dari got. Berantakan sekali. “Aku ada ide, tapi...” Sebelah alis Hasbi terangkat. “Tetap ada syarat dan ketentuannya.”
“Ini ngasih ide dan solusi kan? Bukan instalasi software yang syarat dan ketentuannya harus dicentang?”
Si Hasbi ini ada aja jawabannya dan itu yang terkadang membuat Dika dongkol. “Solusi, tapi solusinya nggak akan terjadi kalau kamu nggak setuju.”
“Teori dari mana itu?”
“Alexander Graham Susu Taring!”Dika kemudian mendudukkan dirinya di samping Hasbi. Dia duduk menyamping, menyandarkan tangannya yang digunakan untuk menyangga kepalanya. Hasbi pun melakukan hal yang sama hingga keduanya berhadap-hadapan. Hasbi lalu menunjukkan giginya.
Ughh, rasanya Dika ingin meninju muka Hasbi saat ini!
“Setuju atau enggak?”
Hasbi menegakkan tubuhnya. “Kamu belum ngomong ya syarat dan ketentuannya, sudah minta setuju? Wah… wahhh!!!”
Dika kemudian juga ikut menegakkan tubuhnya. Mengambil nafas dan mengumpulkan kesabaran sebelum memulai berbicara dengan Hasbi karena dia tahu, pembicaraan ini akan menguras banyak kesabaran.
“Pertama, aku akan membelikan Hamash ponsel. Jadi, kamu nggak perlu keluar uang lagi.” Mata Hasbi langsung terbelalak mengingat uangnya akan selamat.
“Eits, ada barang ada syarat dan ketentuan. Syarat pertama, kamu harus tetap jadi partnerku.”
“Judi online?”
Dika mengangguk. “Kedua, kalau kamu nggak setuju, aku akan dengan mudah memasukkan nama kamu ke Daftar Pencarian Orang di kantor polisi.”
Hasbi mengibaskan tangan dan meremehkan, “Heh, kamu mana mungkin bisa? Orang kemarin aja kamu kedetek kan? Buktinya sekarang kita kayak begini.”
Dika memajukan tubuhnya dan memandang remeh Hasbi. “Membobol website judi online saja aku bisa, apalagi untuk memasukkan namamu ke DPO?” Dika kemudian menjentikkan jempolnya. “It’s so easy!” Dika menyadarkan badannya namun ia masih menghadap Hasbi.
“Bisa-bisanya kamu melakukan ini?”
“Kenapa tidak bisa?” Dika mencebik dan menyilangkan tangannya.
Hasbi memandangnya dengan nafas memburu. “Kau, kau kau!!!! Bahkan serigala tak berbulu babi nggak sekejam ini! Kau..” Hasbi menuding Dika. Ia kesal!!! “Kau itu penyihir! Harusnya kamu merasakan panasnya dibakar dan dipanggang seperti penyihir abad pertengahan atau seperti steak!”
Dika masih mencebikkan bibirnya dan bersantai. Padahal, dalam hati, Dika berharap agar Hasbi percaya dengan ucapannya. Mana mungkin Dika bisa membobol website polisi? Kenyataannya, membobol dan memasukkan nama Hasbi ke DPO itu berkali-kali lipat susahnya dibandingkan website judi. Ya kali, website pemerintah gampang dibobol. Bisa-bisa semua hacher bakalan ngacak-ngacak websitenya polisi.
Karena itu, agar Hasbi percaya padanya, sedari tadi Dika menatap tajam ke arah Hasbi. Cepatan setuju deh, Bi, mata gue pegel sok-sokan ngeliat tajem begini!
Hasbi sendiri masih memicingkan matanya. Mencari ketidakjujuran Dika. Dia tidak ingin terperangkap lagi dengan tipu daya perempuan jadi-jadian ini. OGAH!
“Aku menjamin, kalau nanti kita akan lebih baik lagi. Kita jadikan kejadian ini sebagai pelajaran. Kita bakal meraih lebih banyak kemenangan lagi dan tentunya tanpa ketahuan. Bagaimana?” Hasbi hanya bisa terdiam. Lama.
Dika yang tak sabar dengan Hasbi kemudian berdiri dan menuju ke kamar Hasbi. Hasbi mengikuti pergerakan Dika dengan matanya. Tak lama kemudian, Dika kembali menenteng laptopnya yang sudah setengah gosong. Dia lalu kembali duduk dan mencoba untuk menyalakan laptopnya. Dalam hati, Dika berharap semoga laptopnya masih menyala. Bodoh sekali tadi dia melemparkan laptop kesayangannya ke pembakaran sampah.
Untung sepertinya menjadi nama tengah dari Dika. Laptopnya masih setangguh yang dia pikirkan. Benda elektronik tersebut menyala. Dika menyalakan ponselnya dan menyambungkan koneksi internet dari ponsel ke laptopnya.
Ia kemudian membuka browser dan kemudian ke website kepolisian. Hasbi yang melihat itu langsung kalut. Dengan cepat ia menutup laptop Dika dan Dika memandang Hasbi dengan tatapan sok polos.
“Oke!”
“Oke?”
“Oke, tapi kita buat perjanjian.”
“Perjanjian?”
Hasbi mengangguk mantab. Jika pun harus bekerja sama lagi dengan Dika, setidaknya Hasbi tidak ingin menjadi kodok yang tinggal kelas karena bodoh.
Hasbi kemudian menuju ke kamarnya dan keluar membawa sebuah buku dan bolpoin. Dia kemudian tengkurap dan menuliskan sesuatu yang membuat Dika penasaran. PERJANJIAN. Itulah yang bisa Dika baca dari atas kursi. Sedangkan Hasbi, dia masih sibuk menulis. Rambut gondrongnya benar-benar sebuah tirai yang sempurna untuk menutupi apa yang dia tulis. Great!
Dengan sekuat tenaga, Hasbi menekan bolpoinnya di buku tersebut. DIa kemudian duduk dan memberikan buku tersebut ke Dika. Dika menerimanya dan membacanya dengan seksama. “Menuruti apa yang Hasbi ganteng inginkan? Huh?” Dika tak mengerti, bagaimana bisa di saat seperti ini Hasbi masih narsis dan menjijikkan seperti ini?
“Iyap. 50:50. Aku tidak mau terjebak dengan kata-katamu. Ibarat kata kamu sudah memberiku apel beracun, aku juga menyiapkan obat pencahar agar aku mules dan apel itu segera keluar dari tubuhku. Ya, boleh dikatakan ini antisipasi,” kata Hasbi percaya diri.
Dika melongo tak percaya. Dia kira Hasbi akan menerima dengan mudah apa yang dia tawarkan. Tapi nyatanya, Hasbi sedikit pintar. “Deal?” tanya Hasbi.
Dalam perjanjian tersebut tertulis jika Hasbi dan Dika akan kembali bekerja sama dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Kalau berhasil, maka Dika harus menuruti apa yang Hasbi mau. Sedangkan kalau tidak, Dika yang harus bertanggung jawab.
Dika mengambil bolpoin yang ada di tangan Hasbi. Dia tengkurap dan kemudian mencoret klausa yang tak masuk akal itu, kemudian menggantinya dengan yang baru. Hasbi mendekat dan kemudian membaca. “Jika terjadi sesuatu, harus ditanggung berdua?”
“Kamu dan aku. Kita partner. Jadi kalau ada apa-apa yang tidak mengenakkan ya harus ditanggung berdua.” Dika duduk di depan Hasbi dan dia mencoba untuk tetap tenang.
Hasbi membenarkan duduknya dan bersedekap. “Ditanggung berdua? Woah, dikatakan oleh orang yang tadi memaksaku untuk bertanggung jawab sendiri.”
Muka Dika agak memerah menahan malu. Namun dia mencoba untuk tetap tenang. Seperti yang dia perkirakan sebelumnya, berbicara dengan Hasbi akan sangat menguras kesabarannya. Dika mencoba menutup mata, menarik nafasnya lagi dan menghembuskannya secara perlahan. Setelah itu, ia membuka matanya.
Lewat gesture tangannya, Dika meminta Hasbi untuk tetap tenang. “Oke, aku salah. Aku minta maaf, oke.” Dika memandang tajam ke arah Hasbi.
Perlahan, Hasbi mengangguk. “Jadi, setuju?” Sekali lagi Hasbi mengangguk.
Namun, saat Dika hendak tanda tangan, Hasbi menahannya. Dia mengambil bolpoin dan jempol kiri Dika. Kemudian dia mencoret-coret sidik jempol Dika sebelum menempelkan hingga seluruh sidik jari Dika tertempel di kertas. Hasbi pun juga melakukan hal yang sama. Dika sendiri menatap Hasbi tak percaya.
“Untuk jaga-jaga. Tanda tangan mungkin bisa dipalsukan, tapi kalau sidik jari, ya bisa lah tapi operasi sidik jari dulu ya. Hehehe,” kekeh Hasbi penuh kemenangan. Setidaknya dengan begini, dia tidak akan dijebak oleh Dika. Setidaknya, Hasbi menggunakan sedikit otaknya kali ini.
Part two, here we come!!
***
