Bab 13 Adik Laknat
Bab 13 Adik Laknat
Cahaya masuk mengganggu penglihatan Hamash. Oh Tuhan, apa ini di surge?
“Tangio heh cah elek! Kriyap Kriyip ket mau ra melek-melek! (Bangun heh orang jelek! Kedap kedip dari tahu tidak buka mata!)”
Pyarrr!!!
Bayangan indah menari bersama bidadari hancur bersamaan suara cempreng milik Hasbi. Hamas kemudian mengedipkan matanya cepat seraya mengembalikan nyawa yang entah sedang melancong kemana. Ia kemudian menolehkan kepalanya ke sumber suara.
“Mas… Mas Hasbi?” tanyanya lirih.
“Iyalah. Mbok kiro sopo? (Kamu kira siap?)” jawab Hasbi dengan pandangan yang tak bisa lepas dari ponsel yang dia pegang.
Seharusnya Hamash bisa menduga. Walaupun masnya itu orangnya agak pendiem dan susah bergaul dengan orang baru tapi kalau ngomong kerap nylekit (nyinggung). Biasanya Hamash tidak akan merasa apapun, tapi di saat begini ditanggepi gitu kok sakit ya? Apa Hamash saja yang sedang sensitive?
Tiba-tiba di depan wajahnya, ada segelas air putih plus sedotan. “Minum dulu.”
“Ra isoh, Mas (tidak bisa mas).”
“Ck…” Hamash menaruh ponselnya di meja. “Ya duduk!” Hamash bisa mendengar kalau masnya menggerutu. Namun anehnya, masnya itu tetap membantu dia untuk duduk dan minum.
Setelah gelas diletakkan di meja samping ranjangnya, maklum ini bangsal kelas 3 bukan ruang VVIP ala cerita CEO berhati dingin nan tampang tapi psikopat dan tetap dicintai, Hamash merasa masnya menunggu penjelasan.
“Kok bisa?” hanya itu yang Hasbi katakan pada Hamash tapi Hamash merasa dikuliti hidup-hidup oleh masnya ini. Normalnya ya, kalau orang baru sadar tuh ditanyain, “Bagaimana kondisinya? Butuh apa? Pusing tidak?” Lah ini, langsung ditodong pertanyaan yang menyebalkan, “Kok bisa?” Emang dasar si Hasbi rada gelo.
“Err….”
“Err??” Alis Hasbi naik sebelah. Penasaran.
Setelah menunggu lama, bukannya mendapatkan jawaban, Hasbi malah melihat Hamash komat kamit tidak jelas. “Heh!” Hamash terlonjak. Ia memainkan jemarinya. Gugup dan takut untuk menjawab yang sebenarnya.
“Jadi gini….” Hamash mengambil nafas panjang. Dia harus bersiap dari umpatan Hasbi yang sering keluar tanpa dipikir dan lirikan dan omongan tidak enak dari para penunggu dan pasien di bangsal dia dirawat.
“Aku kenal Tanti dari aplikasi,” kata Hamash sambil menunduk. Seakan bisa membaca apa yang ada di otak Hasbi, Hamash kemudian menambahkan, “Aplikasi Kuncup Clup.” Suaranya terdengar mengecil saat mengatakan Kuncup Club.
“Kun … Kuncup Club? Itu aplikasi bunga?” Hasbi mengedipkan matanya kemudian dahinya berkerut. Pasalnya, Hasbi baru pertama kali mendengar nama aplikasi itu. Bahkan, Bu Broto yang maniak janda bolong tidak menggunakan aplikasi aneh macam Kuncup Club.
“Bukan bunga. Itu aplikasi kayak Tinder.”
Seditik. Dua detik. Tiga detik. Hamash tidak mendapati tanggapan dari masnya. “Pffttt.” Terdengar suara Hasbi yang menahan tawanya.
“Kamu? Tinder? Cari Pasangan? Cocok-cocokan gitu?” Hamash mengangguk. “Walah Le! Iseh piyik kok yo dolanan aplikasi ngono kui. Pantes kapusan! (Walah Le –sebutan anak laki-laki dalam bahasa Jawa-! Masih kecil kok ya mainan aplikasi macam itu. Pantesan dibohongi!”
“Orang cuma iseng!” Hamash ngambek.
“Terus itu, si Tanti Tanti itu bagaimana?” tanya Hasbi. Hasbi sebenarnya malas bertanya tapi dia penasaran. Secantik apa sih Tanti ini hingga membuat adiknya terbujuk rayu dan mengalami nasib sial sampai harus dibawa ke rumah sakit?
“Err… Itu …” Hamash menyiapkan kata-kata yang cocok. Namun, setelah dipikir-pikir, secocok apa pun kata yang keluar, akan tetap membuat Hasbi meledeknya. Akhirnya, Hamash menceritakan bagaimana Tanti itu. Wanita matang penyuka warna merah, high heels tinggi, bibir tebal dan double melonnya yang pasti membuat laki-laki menolehkan kepalanya.
“Hahhahaha!” Terdengar suara tawa yang cukup keras hingga penghuni banker di sebelahnya meminta Hasbi untuk memelankan suaranya. Namun, teguran itu tentu tidak menghentikan Hasbi untuk tetap tertawa tertahan.
Hamash semakin menunduk dan mulutnya komat-kamit. Jika ada pohon kedelai disitu, ia rela menggantungkan diri di situ.
Plakk!! Bahu Hamash tiba-tiba dikeplak oleh Hasbi. Hamash menatap Hasbi penuh rasa kesal sambil mengelus bahunya. “Adeknnya sakit tuh dielus, bukan dikeplak!”
Hamash masih mencoba menghentikan tawanya. “Lagian kamu itu ada-ada saja. Mbok ya kalau tertarik tuh yang lebih normal sedikit. Cari yang seusiamu atau yang nggak terpaut jauh. Bukan malah tertarik sama tante-tante. Jadi gini kan hasilnya.” Hasbi lalu membenarkan letak duduknya. “Lagian ya, kalau saat itu tidak ada orang yang melihat kamu, nasibmu bakal gimana hayo? Kamu mau po jadi simpanan tante-tante girang?”
“Ya enggaklah. Lagian, aku masih waras mas. Aku masih mau jalanin kehidupanku yang normal walaupun punya mas kayak Mas Hasbi.”
Hasbi memajukan kepalanya sambil memicingkan kepalanya ke Hamash. Hamash memundurkan kepalanya. Pupil matanya bergerak menghindari tatapan mata Hasbi yang menajam.
“Ya … Ya … Buktinya Mas Hasbi cuma deket tuh sama mas Su.” Dengan memberanikan diri Hamash menatap lekat kedua mata Hasbi. “Lagian ya, mana ada cowok yang lingkup mainnya cuma sama mas Su. Kalau enggak ya bapak-bapak yang hobi nongkrong di pos ronda sambil main gaplek. Oh ya, sama Mbak Dika yang tiba-tiba jadi teman terdekatnya mas.”
“Hilih, tahu apa kamu!”
“Ya tahu lah. Orang aku di rumah setiap hari. Mas sebelumnya tuh cuma hobi di pos ronda. Main gaplek. Kalau enggak ya numpang ngemil kacang sama kripik di sana. Nggak ada angin nggak ada hujan, tiba-tiba bawa mbak Dika ke rumah. Masih untung aku nggak salah manggil dia Mas Dika,” jawab Hamash sambil bersungut. Dia tidak terima kalau dibilang tidak tahu apa-apa. Ya walaupun yang dia tahu hanya 5% kan itu sudah tahu namanya.
“Ck! Sudah sana tidur lagi! Mimpiin tuh Tanti Tanti kesayanganmu!” elak Hasbi. Dia mengambil handphone-nya lagi dan memainkan permainan yang tadi sempat ditunda.
Hamash mencebik dan hendak tidur lagi ketika tiba-tiba dia ingat sesuatu. “Mas, tahu handphone-ku nggak?”
“Lha itu di sebelahmu.” Hamash langsung mengambil ponsel pintarnya. Diaktifkannya ponsel tersebut dan dia mendapati banyak chat dari Tanti.
Walaupun sebenarnya Hamash penasaran dengan pesan yang dikirimkan Tanti, tapi dia memutuskan untuk bodo amat. Tanpa pikir panjang, dia masuk ke Kuncup Clup, hapus foto profil dan data dirinya lalu uninstall aplikasi laknat dan aneh itu.
Setelah itu, Hamash berbaring. Memandang sekelilingnya yang sama sekali tidak ada yang menarik. Hasbi yang main game sambil sesekali mengumpat, pasien yang tidur, penjenguk dan tirai pembatas yang Hamash sendiri tidak ingat kapan Hasbi menariknya.
Tak butuh waktu lama, Hamash memilih untuk tidur. Setidaknya dengan cara ini, dia bisa menghilangkan pikirannya sejenak dari Tanti dan kejadian memalukan beberapa saat yang lalu.
***
“Ah sial!”
Sekali lagi terdengar umpatan milik Hasbi setelah kalah main poker di ponselnya. Tidak di dunia nyata, tidak di dunia maya, keberuntungan hasbi di dunia judi sama sekali tidak baik. Mungkin dia harus belajar trik berjudi dari Cho Yun Fat, si Dewa Judi.
Bosan tidak menang-menang, Hasbi meletakkan ponselnya di meja dekat ranjang. Dia memutuskan mengambil jeruk yang seharusnya menjadi jatah Hamash. Tapi, daripada jeruknya tidak dimakan karena Hamash tidur, jadi, diwakilkan saja oleh Hasbi.
Tiba-tiba, Hasbi teringat Dika. Kira-kira anak itu sedang apa ya? Apa sedang menyelesaikan masalah yang menyangkutpautkan Hasbi atau bersembunyi?
Ingin rasanya dia menghubungi Dika untuk meminta kejelasan. Namun, Hasbi tidak ingin inisiatifnya justru membuat Dika memanfaatkannya dan merugikannya lagi.
Jadi, untuk sekarang Hasbi kira membiarkan Dika hingga dia menghubungi dirinya seperti yang dia minta adalah keputusan yang tepat. Apalagi untuk saat ini, mau tidak mau Hasbi harus fokus pada sekolahnya dan adiknya yang tiba-tiba dilaporkan menjadi salah satu calon korban tante-tante girang.
Hasbi memasukkan jeruk ke mulutnya. Dia menopangkan dagunya dan menatap adiknya. “Lumayan cakeplah si Hamash ini kalau nggak buluk. Pastesan aja tante-tante kepincut sama dia.” Hamash mengganti posisi tidurnya hingga membelakangi Hasbi. Lalu… Dduutttt!!!
“Pfff…” Hasbi menutup hidungnya seraya menghalau gas mematikan made in Hamash agar tidak masuk ke hidungnya. “Emang dasar adik laknat!”
“Hehehe…” jawab Hamash dalam tidurnya.
Ini kira-kira si Hamash masih bisa ditukar tambah tidak sih?
***
