7. Raga Menari
Ray berjalan mengikuti Ni Galuh menyusuri desa. Perempuan itu berjalan dengan bertelanjang kaki. Langkahnya pelan dan anggun menapaki jalan desa yang berperkerasan batu-batu alam.
Di halaman dekat sebuah rumah, Ray melihat para lelaki berkumpul sedang menyabung ayam. Mereka bersorak-sorak menyemangati dua ekor ayam jantan yang sedang bertarung. Di sana ada beberapa ayam lain sudah siap untuk diadu.
Tak jauh dari situ, di halaman rumah-rumah penduduk, nampak para perempuan dengan kesibukannya masing-masing. Ada yang sedang membuat makanan dengan sejenis umbi-umbian. Ada juga yang sedang menganyam bambu untuk membuat perabot rumah tangga.
Ni Galuh terus berjalan menuju ke sebuah tempat terbuka. Tempat itu sejenis lapangan yang lantainya terbuat dari susunan batu alam. Di pinggir lapangan itu ada beberapa bangku yang terbuat dari batu. Perempuan itu meninggalkan Ray di dekat sebuah bangku batu lalu dia berjalan ke tengah lapangan berlantai batu itu.
Sejenak Ni Galuh berdiri diam di sana lalu kedua telapak tangannya dikatupkan di depan dadanya seperti sikap hormat. Tak lama kedua tangan itu direntangkannya lalu bergerak membentuk gerakan-gerakan tari. Gerakan kepala, tangan, pinggul dan kakinya nampak luwes menari mengikuti bunyi gamelan yang entah dari mana datangnya.
Kadang kepalanya dilenggokkan ke kanan dan ke kiri dengan mata melotot, kadang kakinya diangkat dan dilangkahkan sambil pinggulnya bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri. Tarian yang dilakoni perempuan itu gerakan-gerakannya mirip dengan tari Bali tapi Ray belum pernah melihat tarian yang seperti itu. Gerakan-gerakannya merupakan gabungan antara keluwesan dan kelincahan yang enejik.
Tempat itu sepi. Tak ada manusia lain di sekitar tempat itu. Yang ada hanya lapangan batu, pepohonan, rerumputan, perempuan itu, Ray, dan bunyi gamelan yang tak tahu siapa yang menabuhnya. Ni Galuh masih hanyut dalam tariannya. Tubuhnya hanya berbalut kain yang menutup bagian bawah tubuhnya dari pinggang sampai ke atas mata kakinya. Bunga kamboja terselip di telinga kanannya.
Perlahan semilir angin membawa aroma wangi. Aroma yang Ray kenal dengan baik. Itu aroma bunga kamboja. Semakin lama aroma itu semakin kuat menusuk hidup Ray. Napas Ray terasa sesak. Aroma itu seakan memenuhi paru-parunya. Dada Ray sesak hampir kehabisan napas.
Ray terbangun dari tidurnya. Napasnya ngos-ngosan. Aroma yang tadi membuat napasnya sesak berganti dengan udara segar. Dia sadar kalau dia sedang terbaring di kamarnya namun bunyi gamelan tadi tetap terdengar di telinganya. Dia merasa heran dari mana bunyi gamelan itu berasal. Itu bunyi gamelan yang sama dalam mimpinya tadi.
Dari ekor matanya, Ray melihat ada tubuh yang bergerak-gerak di tengah kamarnya. Di alihkannya pandangan mengarah ke tubuh manusia yang bergerak-gerak itu. Tampak olehnya sosok perempuan telanjang sedang menari di kamarnya.
Perempuan itu terus menari mengikuti bunyi gamelan yang mengiringinya. Gerakannya serupa dengan gerakan tari Ni Galuh dalam mimpinya barusan. Ketika tubuh perempuan itu berputar berbalik ke arahnya, Ray baru sadar bahwa perempuan itu adalah Alya, kakaknya.
Rasanya Ray tak percaya dengan apa yang dilihatnya dan mungkin takkan ada yang percaya jika diceritakannya nanti. Diambilnya ponselnya lalu direkamnya dengan video tubuh kakaknya yang sedang menari. Alya masih tetap menari dengan mata terpejam namun gerakannya begitu luwes layaknya penari profesional.
Tiba-tiba bunyi gamelan itu menghilang. Alya mulai berhenti menari lalu tubuhnya seakan gontai dan lunglai. Ray dengan cepat menangkap tubuh kakaknya agar tak sempat jatuh ke lantai. Dibopongnya kakaknya ke tempat tidur.
Sejenak Ray membiarkan kakaknya tetap tidur terlentang. Diusap-usapnya lembut rambutnya. Alya nampak seperti tengah tidur seperti tak terjadi apa-apa. Napasnya tampak teratur seolah-olah dia sudah lama tertidur nyenyak di sana.
Ada rasa khawatir dalam benak Ray. Dia takut kalau-kalau kakaknya itu pingsan. Dibangunkannya kakaknya.
"Kakak ... kakak ...." Ray menepuk-nepuk pipi kakaknya berulang kali sampai Alya terbangun. Mata Alya mulai terbuka dan memandangi adiknya. Tak lama dia mulai sadar kalau dia sedang terbaring di kamar adiknya.
"Kok kakak tidur di sini?" tanya Alya bingung.
"Aku juga gak ngerti. Tadi aku terbangun tiba-tiba aku lihat Kakak sedang menari di kamarku," jawab Ray.
"Menari? Maksudmu gimana, Dek?" Alya bertambah bingung mendengar jawaban adiknya.
"Kakak lihat aja ini," jawab Ray sambil menunjukkan video rekamannya di ponselnya tadi.
Alya semakin bingung bagaimana bisa dia menari seperti itu dalam keadaan bugil di kamar adiknya. Seingat Alya, dia semalam tidur di kamarnya dan tak merasa pindah ke kamar adiknya.
"Nanti kita cari tahu bagaimana ini bisa terjadi." Ray berusaha menenangkan kakaknya.
Diambilkannya daster dan celana dalam kakaknya yang tergeletak di lantai kamarnya lalu dipakaikannya ke tubuh kakaknya. Setelah itu dibaringkannya tubuh kakaknya lalu didekapnya dalam pelukannya.
Mereka berdua memejamkan mata tapi keduanya masih sibuk dengan pikirannya masing-masing. Peristiwa itu terasa sangat aneh dan baru kali ini terjadi.
Alya tak mampu lagi berpikir. Dia sungguh tak mengerti apa yang telah terjadi. Dilepaskannya beban pikiran itu dari kepalanya lalu dinikmatinya pelukan hangat adiknya. Perlahan perasaan dan pikirannya jadi tenang. Dia merasa nyaman dan aman dalam pelukan adiknya.
"Kak, ini sudah pagi." Tiba-tiba Ray membangunkan kakaknya.
"Ntar ah, kakak masih enak dipeluk-peluk gini," jawab Alya manja.
"Tapi Kakak kan harus ngantor. Ntar telat," ujar Ray lagi.
"Kakak rasanya males." Alya malah memeluk adiknya erat-erat.
"Apa perlu aku anterin ke kantor?" bujuk Ray.
"Terserah kamu aja, Dek," jawab Alya sekenanya.
"Yaudah, mandi sana," bujuk Ray lagi.
"Ogah. Kakak maunya dimandiin," rengek Alya.
Ray lalu membopong kakaknya ke kamar mandi. Dilepaskannya daster dan celana dalam kakaknya lalu diguyurnya tubuh mulus itu dengan air yang terpancar dari shower. Setelah sekujur tubuhnya basah, disabuninya tubuh kakaknya dengan sabun cair.
Alya sangat suka diperlakukan begitu. Dinikmatinya gosokan tangan adiknya yang menyabuni tengkuk, punggung, sampai pantatnya. Ray lalu melanjutkan menyabuni bagian depan badan kakaknya. Ketika tangan Ray menyentuh putingnya, Alya melenguh pelan. Ada rasa nikmat yang menjalari tubuhnya. Diarahkannya tangan adiknya agar berlama-lama menyabuni buah dadanya.
Perlahan tangan Ray turun menyabuni perut kakaknya. Tangan itu mengelus-elus perut kakaknya yang rata indah. Setelah itu lalu turun menyabuni wilayah selangkangan dan anus kakaknya.
Usapan-usapan lembut tangan Ray di wilayah itu menimbulkan rasa geli yang nikmat. Alya mulai mendesah-desah dan tanpa sadar pinggulnya sedikit bergoyang-goyang menahan rasa geli. Kewanitaannya mulai berkedut-kedut. Cairan mulai membasahinya.
"Kakak jangan minta macem-macem, ya. Ntar telat ke kantor loh," ujar Ray.
"Tapi, Kakak pengin, Dek," rengek Alya.
"Iya, tapi gak sekarang," bujuk Ray.
"Jadi gimana dong?" Alya tetap merengek.
"Aku penuhi semua permintaan Kakak asal pagi ini Kakak ngantor dulu," tegas Ray.
"Yaudah, Adek harus mau jadi pacar Kakak selama 24 jam. Jadi sampai besok pagi, Adek harus mau melayani Kakak." Alya memberi syarat.
"OK, deal. Sekarang mandi dulu terus siap-siap ke kantor. Nanti aku antar Kakak."
"Tapi, nganternya pake Skuti aja ya biar Kakak bisa peluk-peluk Adek sepanjang jalan," rengek Alya lagi.
"Iyaaa ... dasar Kakak manja," omel Ray bercanda.
Alya senyum penuh kemenangan karena adiknya mau memenuhi permintaannya.
