Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

4. Malam Yang Manis

Malam minggu Ray bermain gitar dengan tehnik fingerstyle di kamarnya. Dia membuat aransemen dua lagu yang belum pernah dimainkannya. Bukan lagu baru, tetapi Ray memang belum pernah memainkan kedua lagu tersebut.

Rumahnya sepi. Kakaknya ikut orang tuanya ke pesta resepsi pernikahan anak teman ayahnya di sebuah hotel. Asisten rumah tangga mereka memang diliburkan di akhir pekan dan baru datang lagi di Senin pagi.

Ray tak perlu siaga untuk membukakan pintu ketika mereka pulang. Mereka semua sudah terbiasa membawa kunci rumah masing-masing kalau keluar rumah sehingga bisa membuka pintu sendiri saat pulang. Itulah sebabnya Ray bisa santai bermain gitar di kamarnya yang letaknya di belakang rumah.

Kalau Ray sedang mengaransemen lagu, biasanya dia menyiapkan aplikasi untuk menulis aransemen di laptopnya dan mikrofon serta kamera video untuk merekam permainannya saat aransemen sudah selesai. Dia hanya melakukan itu sekedar untuk menyalurkan hobi. Rekaman video yang sudah diselesaikannya diunggah ke channel gitar yang sudah dibuatnya di Youtube. Meski sekedar iseng, channel gitarnya itu diikuti oleh ribuan subscriber. Cukup lumayan mendatangkan penghasilan dari monetisasi yang didapatkannya.

Satu aransemen sudah selesai dikerjakan dan direkamnya. Ray memutar ulang hasil rekamannya sebelum melakukan proses penyuntingan di laptopnya. Dia menghentikan pemutaran video di detik-detik tertentu sambil mencatat posisi waktu video untuk nanti disunting pada detik-detik tersebut. Setelah video tersusun rapi lalu dia melanjutkan ke post processing untuk audio dengan penambahan efek audio agar terdengar lebih jernih dan bagus.

"Adeeeek ...," jerit Alya dari muara pintu belakang rumah untuk memanggil adiknya di kamar belakang. Ray yang baru saja selesai menyunting satu videonya bisa mendengar dengan jelas panggilan kakaknya karena baru saja dia melepas headphone dari kepalanya.

"Apa Kakaaak ...?" balas Ray yang nongol di pintu kamarnya. Alya tampak masih memakai gaun pesta yang dipakainya ke resepsi pernikahan tadi.

"Sini!" panggil Alya.

Ray sudah hafal dengan tingkah kakaknya kalau lagi kolokan. Biasanya dia minta ditemani tidur kalau gelagatnya sudah begitu. Ray lalu berjalan menyusuri koridor untuk menemui kakaknya.

"Apa Kakakku sayaaang?" tanya Ray meski dia sudah tahu apa mau kakaknya.

"Temenin aku tidur, " ujar Alya sambil menarik tangan Ray untuk mengikutinya ke kamarnya.

"Dasar kakak kolokan. Sudah gede masih aja kolokan," omel Ray sambil mengikuti kakaknya.

"Entar kamu kangen loh, Dek, kalo Kakak sudah nikah dan gak tinggal di sini lagi," jawab Alya.

"Ah ... masih berapa abad lagi," celetuk Ray asal-asalan.

"Tolong turunin ritsletingnya!" pinta Alya sambil membelakangi Ray ketika mereka berdua sudah di dalam kamar Alya. Dia meminta adiknya menurunkan ritsleting gaun pestanya yang terletak di punggungnya.

Setelah ritsleiting gaunnya diturunkan, Alya melepasnya dan meletakkannya di kursi. Selanjutnya dia melepas BH yang dipakainya juga. Ray hanya menonton tubuh putih mulus kakaknya yang telanjang hanya berbalut celana dalam mini warna krem itu membungkuk mengambil daster tipis dari lemarinya lalu memakainya sambil membalikkan tubuhnya menghadap Ray. Sebuah pemandangan yang merangsang, tetapi Ray sudah terbiasa melihat kakaknya begitu jadi tidak merasakan apa-apa.

Alya beranjak naik ke tempat tidurnya dan tidur telentang. Dia menunggu adiknya mengambil posisi di sampingnya lalu memeluk tubuh adiknya. Ray lalu mengelus-elus punggung kakaknya dengan lembut. Mata Alya sudah terpejam, tetapi Ray terus tetap di sana sampai kakaknya benar-benar terlelap dalam tidurnya.

Dengan lembut, Ray mengecup kening kakaknya sambil mengelus rambutnya. Pelan-pelan Ray beranjak dari tempat tidur kakaknya. Dia kembali ke kamarnya setelah kembali menutupkan pintu kamar itu.

* * * * *

Rasa kantuk sudah menyerang saat Ray selesai menyunting video keduanya malam itu. Setelah mengunggah video, Ray beranjak ke tempat tidur. Dia lalu terlelap tak lama setelah menutup matanya.

Semilir angin berembus lembut menebar aroma bunga yang wangi. Aroma itu seperti wangi bunga kamboja. Hamparan kebun dan sawah menghijau sejauh mata memandang mulai dari lereng bukit sampai ke dataran di bawahnya.

Ray duduk di tempat duduk yang terbuat dari batu. Dia memandang sekeliling yang tampak rapi dan enak dipandang mata. Di tanah yang sedikit lebih rendah dari tempat Ray duduk, tampak sebuah Pura. Beberapa orang gadis remaja berjajar rapi sedang belajar menari dengan seorang perempuan dewasa yang membimbing mereka berlatih di halaman Pura yang berlantai batu.

Sayup-sayup terdengar bunyi gamelan bergemerincing indah. Bunyi itu berasal dari permainan para penabuh gamelan di tepi halaman Pura. Para lelaki muda memukulkan sejenis palu di tangan mereka ke perangkat gamelan di hadapan mereka masing-masing dengan lincahnya.

Ray tersentak kaget ketika lengannya disentuh lembut oleh tangan berkulit halus. Tangan itu terasa dingin Saat Ray menoleh ke arah kanan, tampak Ni Galuh tersenyum manis duduk di sampingnya. Tatapan matanya begitu indah dan memikat serta memancarkan rasa kasih masuk ke dalam hati Ray. Seketika Ray merasa seakan Ni Galuh adalah kekasihnya.

Pandangan Ray teralih ke arah dada Ni Galuh saat tangan dingin perempuan itu mengusap lembut pipi Ray. Buah dada montok menggantung indah menghias dadanya yang telanjang. Kedua puncaknya cokelat muda kemerahan. Kulit kuning langsatnya tubuhnya tampak sangat bersih terawat. Tubuh itu memancarkan aroma wangi, aroma bunga kamboja.

Jemari lentiknya membetulkan letak bunga kamboja yang terselip di atas telinga kanannya. Matanya berbinar penuh cinta saat Ray memandanginya. Sorot mata dengan tatapan lembut itu seakan menembus ke hati Ray dan membuat perasaannya berbunga-bunga.

Ni Galuh mendekatkan mukanya ke muka Ray. Tangan halusnya menyentuh pipi Ray lalu bibirnya mengecup bibir Ray. Bibir merah perempuan cantik itu melumat bibirnya sambil memejamkan mata. Lumatan-lumatan bibir perempuan itu terasa dingin, tetapi membuat gairah Ray bangkit. Darahnya berdesir di sekujur tubuhnya. Miliknya menegang keras. Hasrat kejantanannya menuntut untuk dipuaskan.

Setelah bangkit dari duduknya, Ni Galuh melepas ikatan kain dari pinggangnya. Kain itu jatuh ke tanah. Tubuh indah mulus perempuan itu kini telanjang menantang di hadapannya. Sekejap kemudian, tangan perempuan itu dengan tangkas melepas ikatan kain di pinggang Ray yang masih duduk di tempat duduk terbuat dari batu itu. Kain yang dipakai Ray melorot bagian depannya sampai ke dengkulnya sementara bagian belakangnya masih tertindih oleh pantatnya. Tampaklah milik Ray yang tak lagi terbungkus apa pun.

Dalam sekejap Ni Galuh sudah duduk mengangkang menghadap tubuh Ray. Dibimbingnya milik Ray masuk ke miliknya lalu perlahan diturunkannya pantatnya. Tubuh mereka menyatu. Ada getaran tak terlukiskan yang dirasakan Ray. Rasa itu membuatnya merasa melambung ke udara dibuai kenikmatan saat pinggul Ni Galuh bergoyang naik-turun dengan perlahan penuh perasaan.

Goyangan-goyangan itu semakin lama semakin binal. Ray merasa miliknya diremas-remas milik perempuan itu. Darah semakin deras berdesir dalam tubuh Ray dan seakan terkumpul pada pusat sensitifnya. Ada sesuatu yang tak dapat Ray bendung lagi yang seakan ingin keluar segera dari tubuhnya.

Ray melenguh lepas ketika mencapai klimaksnya. Perempuan itu menyeringai nakal sambil terus mempercepat goyangannya. Didekapnya erat tubuh Ray dan pinggulnya terus bergerak naik-turun. Tubuh perempuan itu terasa dingin di kulit Ray.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel