BAB. 8 SALAH PAHAM
Di dalam mobil, Santi memborbardir adiknya dengan banyak pertanyaan.
Sinta menceritakan semuanya dengan air mata mengaliri pipi.
Ternyata Surya itu, adalah teman dari Fedi, pacar Sinta. Fedi tengah sakit sejak kemarin, karena itulah Sinta menginap di sana untuk mengurusnya. Surya datang untuk membawakan mereka makan siang, juga obat untuk Fedi. Semua ini hanyalah salah paham.
Tapi Santi tetap saja memarahi adiknya, yang menginap di apartemen pacarnya. Sinta meyakinkan kalau mereka tidak sampai berbuat di luar batas.
"Kasihan Om Surya, jadi sasaran kemarahan Kak Caca," gumam Sinta.
"Salah dia sendiri, pakai mencengkeram tangan kakak lo, juga tangan gue," sahut Salsa yang tidak mau disalahkan.
"Kamu kok bisa kenal dengan mereka sih, Sinta?" Tanya Santi.
"Dikenalin sama Om Daus, pacarnya Celia. Waktu itu aku baru putus dari Miko, terus aku main ke tempat Celia, kemudia di ajak Om Daus ke tempat dia biasa nongkrong sama teman-temannya. Aku kenalan sama teman-temannya Om Daus, dan aku suka sama Om Fedi. Dia duda cerai dengan dua anak, kedua anaknya ikut istrinya, di sini dia cuma tinggal sendirian, jadi saat dia sakit begini, aku yang ngurusin dia."
"Tapi Miko bilang, kalian putus karena kamu selingkuh sama si Om itu," kata Santi.
"Aku yang mutusin Miko, karena dia yang selingkuh sama teman kampusnya, si Madonna kw itu, Kak!"
"Madonna kw, Inggrid maksud lo, Sin?" Tanya Salsa.
"Iya, Kak."
Santi, dan Salsa tertawa mendengar jawaban Sinta, mereka tahu benar seperti apa si Inggrid yang dijuluki Madonna kw di kampus mereka. Alay, dan lebaynya terlalu maksimal.
"Kok bisa ya Miko sama dia?" gumam Salsa.
"Yah dia kan OKB, Kak Caca, apapun yang diminta Miko, pasti dia kasih, kalau aku sih ogah bayarin cowok," jawab Sinta.
"Ooh ... jadi si Miko itu tukang porotin cewek, begitu?" Tanya Salsa.
"Iya, Kak." Sinta menganggukan kepala.
"Owhh ...." Salsa mengangguk-anggukan kepalanya.
"Makasih ya, Ca, sudah mau bantuin nyari anak hilang ini."
"Ok, San, eeh Sinta ingat ya, kalau mau pergi kemana-mana ijin dulu sama orang rumah, jangan asal pergi. lagipula, kok lo bisa pacaran sama Om-Om sih, lo itu masih 18 tahun, cari yang seumuran kan bisa," kata Salsa.
"Kak Caca tahukan, kami sejak kecil ditinggal Papah, jadi aku seperti menemukan kasih sayang Papah saat bersama Om Fedi."
"Heey dia mau kamu jadikan Papahmu, atau pacarmu sih?'
"Apa ya, pokoknya aku cinta banget sama dia."
"Hhh ... kalau masalah hati, gue nggak bisa ngomong lagi," kata Salsa akhirnya.
Flashback end
Setelah kejadian itu, satu minggu kemudian, Salsa tahu dari Santi, kalau Sinta di tinggalkan Om Fedi itu tanpa pesan apapun, dia menghilang begitu saja dari apartemennya. Dan itu membuat Sinta patah hati.
Mereka sempat mencari Fedi ke apartemennya, dan hanya bertemu dengan Surya di sana. Surya mengaku tidak tahu kemana Fedi pergi. Dan hal itu membuat mereka hampir bertengkar lagi, tapi Santi melerai mereka yang sudah saling perang urat.
Salsa meyakini, kalau Fedi hanyalah ingin mempermainkan Sinta saja, dan temannya yang bernama Surya itupun, pasti sama saja. Pria-pria yang suka melompat, dari satu wanita ke wanita lainnya, yang menganggap wanita hanya sebagai pemuas nafsu mereka saja.
Salsa beranggapan seperti itu bukannya tanpa alasan, ia tanpa sengaja beberapa kali melihat Surya makan di tempat yang sama dengannya, dengan membawa wanita yang berlainan.
Untungnya, Sinta belum masuk terlalu jauh ke dalam perangkap mereka, para pria hidung belang itu.
'Si Om, papinya Tari apa nggak mikir ya, dia itu punya anak cewek, tapi suka mempermainkan perasaan cewek. Bagaimana kalau nanti, anaknya yang harus menanggung akibat dari perbuatannya,' gumam hati Salsa.
"Kak Caca melamun ya?"
Suara Tari, dan tepukan di lengannya, mengembalikan Salsa pada kenyataan, dimana sekarang ia berada.
"Oh, pagi Tari."
"Sarapan dulu yuk, Kak, kata Papi Kakak belum sarapan." Tari menarik lembut tangan Salsa, sampai Salsa berdiri, dan membawa Salsa ke ruang makan.
Salsa duduk di sisi kiri, Tari di sisi kanan, Si Om di kepala meja.
Ada dua pelayan yang melayani mereka selama sarapan.
"Bagaimana kabar adik temanmu?" Tanya Surya tiba-tiba, sungguh pertanyaan yang tidak Salsa duga.
"Dia masih belum bisa move on dari teman lo, eeh teman Om itu." Salsa terpaksa bersikap sopan, karena ada Tari bersama mereka.
"Papi sama Kak Caca, memangnya sudah kenal sebelumnya ya?"
"Teman Papi, temannya Kak Caca, Sayang"
"Ooh begitu ya, tapi waktu itu kok seperti belum kenal?"
"Papi lupa kalau pernah ketemu Kak Caca."
"Ooh, Papi sudah tua, jadi wajar saja suka lupa," kata Tari tanpa rasa bersalah, sudah menyebut papinya tua. Salsa berusaha menahan tawanya, mendengar ucapan Tari. Di pandangnya Surya, yang seperti pura-pura tidak mendengar celutukan putrinya.
Surya asik saja mengunyah makanannya, membuat Salsa tidak sengaja menatap bibir Surya yang pernah berdarah terkena tinjunya. Salsa jadi meringis, membayangkan bibir Surya yang berdarah, apa lagi selangkangannya, pasti ngilu luar biasa, karena terkena hantaman lututnya.
"Kak Caca dari tadi kok mandangin Papi sambil meringis sih, Papi Tari kan ganteng Kak, wangi lagi nggak, jelek, dan bau," celetukan Tari kali ini, membuat Salsa gelagapan, karena kepergok memperhatikan Surya.
Surya sendiri langsung melayangkan pandangan pada Salsa, dengan pertanyaan yang sama dengan Tari di dalam benaknya.
***BERSAMBUNG***
