Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

9. Angrokh dan Kendida

“Maksudmu, kamu ada di sana karena aku ingin kamu ada di sana?”

“Ya. Sekarang tembak.”

Sarritha menembakkan panah kesepuluh tanpa meleset satu pun.

“Ngomong-ngomong, ada berapa kamu di sana?” tanya Thozai.

Sarritha berbalik dengan pandangan bertanya-tanya.

Thozai mengangkat bahu.

“Lima.”

Dia memperhatikan rahang Thozai nyaris terlepas karena menganga lebar.

“Apakah itu jelek? Apakah aku menjadi gila?”

“Tidak, tidak. Tapi bantu aku dan coba lakukan itu lagi.”

“Tapi aku butuh kamu di sana,” Sarritha menjawab dan mulutnya tetap terbuka sampai rahangnya nyaris jatuh karena kaget dengan kata-katanya sendiri. Dia membuang muka malu.

Thozai memiringkan wajahnya ke Sarritha.

“Setelah aku selesai di sini,” katanya. Dia berpikir sejenak dan menambahkan, “malam nanti,” lalu berjalan kembali ke meja.

Seorang penjaga kerajaan menghampiri Sarritha.

“Selamat. Anda secara resmi terdaftar sebagai peserta kompetisi.”

Dia mulai berjalan pergi tetapi Sarritha menarik tangannya.

“Apa maksudmu ‘resmi terdaftar sebagai peserta kompetisi’?” tanya Sarritha.

“Anda menembak sepuluh anak panah ke sasaran tanpa satu pun meleset,” katanya, lalu pergi meninggalkan Sarritha.

Gadis itu menatap Thozai, tapi dia sedang sibuk.

Dia bahkan tidak memberitahuku apa yang terjadi? Bagaimana kalau aku tadi meleset? Apakah aku akan didiskualifikasi? dia bertanya-tanya dalam hati.

Tampaknya Thozai tahu bahwa kalau dia tidak khawatir tentang itu maka dia tidak akan gagal memanah sasaran.

Sarritha menoleh ke arah lain dan melihat Kinan sedang berlatih.

Gadis itu hebat.

Setelah mengamati cukup lama, Sarritha pulang ke rumah dan mencoba untuk tidak khawatir tentang hal itu.

***

Angrokh telah melakukan penelitian tentang penyihir untuk memahami Thozai dengan lebih baik. Informasi tentang penyihir sangat sedikit di perpustakaannya sendiri. Dia tahu bahwa buku tentang penyihir akan ada di perpustakaan Kendida, tetapi dia ragu apakah Ratu akan setuju untuk membiarkannya melihatnya. Tetapi untuk saat ini dia punya alasan untuk pergi ke kastilnya.

Dia harus memastikan bahwa kompetisi yang diinginkan Kendida tidak bertentangan dengan aturan apa pun. Dia juga ingin tahu mengapa Kendida bersikeras agar Sarritha ikut kompetisi.

Angrokh memanggil Zorth agar seseorang mengirim berita ke Kendida bahwa dia ingin bertemu dengannya.

Tak berselang lama kemudian, utusan itu kembali dan mengumumkan bahwa Kendida akan menerimanya kapan saja. Angrokh mengambil mantelnya dan keretanya dipanggil. Zorth mengambil kudanya dan mengiringi di samping kereta sementara penjaga lainnya berada di depan dan di belakang. Jalan-jalan dikosongkan untuk lintas kereta kerajaan.

Akhirnya mereka sampai di kastil Ratu. Kendida sudah menunggu. Sepertinya Kendida tidak punya sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan dan menerima kedatangan Angrokh adalah satu-satunya agendanya pada hari itu.

Pintu terbuka dan Kendida menuruni tangga.

“Selamat datang,” katanya sambil mengulurkan tangan.

Angrokh membawa tangan itu ke bibirnya dan menciumnya.

“Apa yang telah aku lakukan sehingga Ratu sendiri yang turun untuk menerimaku?” dia bertanya, melepaskan genggamannya.

"Aku hanya bosan," kata Kendida tersenyum. Dia menggandeng Angrokh dan menyeretnya ke dalam kastil. “Apa yang membawamu ke sini, Angrokh?”

“Kompetisi—”

“Ya. Menurut aturan aku punya hak untuk mengadakan kompetisi seperti itu, bukan?”

“Tepatnya—”

“Baiklah. Izinkan aku memberi tahu hal-hal utama tentang itu. Rincian yang lebih baik akan ditangani oleh Thozai.”

“Omong-omong tentang Thozai, kamu sudah tahu kalau Sarritha bermalam di rumahnya?” Dia mengamati Kendida yang tampak terkejut.

“Sungguh?” matanya terbelalak menatap Angrokh dengan penuh minat.

“Benar.”

“Apakah terjadi sesuatu?”

“Tidak, bukan itu yang kutanyakan. Kamu sungguh-sungguh tidak tahu?”

“Tidak.” Kendida menggelengkan kepalanya dengan perlahan seolah sedang berpikir. Lalu dia tiba-tiba tertawa, “Sungguh, Angrokh. Kamu dan Nusvathi benar-benar meremehkanku.”

“Mengapa kamu mengira begitu?” Angrokh kebingungan.

“Siapa yang menugaskan penjaga untuk kalian? Aku. Aku sendiri yang memilih mereka. Artinya mereka adalah orang-orang setia kupilih karena loyal. Kamu menyuruh penjagamu untuk memata-mataiku atau orang lain di departemenku seperti Thozai. Jelas aku tahu tentang itu.”

Dia melihat Angrokh menatap Zorth yang sedang bersama mereka, tapi Zorth tidak pernah menatap keduanya. Dia terus melangkah seolah-olah dia tidak mendengar apa-apa. Kendida melanjutkan, “Tentu saja aku mengutamakan keselamatanmu, jadi aku menempatkan setidaknya satu atau dua orang yang akan setia kepadamu dan hanya kamu.”

“Zorth?” Angrokh bertanya dengan tatapan menyelidik.

“Sepenuhnya milikmu,” Kendida menjawab, lalu berhenti, “Tentu saja kalau kamu berpisah dengannya, aku akan terpaksa menugaskan orang lain untukmu.”

Mereka tiba di ruangan kerja Kendida yang sangat kecil tetapi efisien. Mereka ditinggalkan sendirian.

“Apakah itu sebuah ancaman, Kendida?” Angrokh bertanya.

“Tentu saja tidak!” Kendida duduk di sisi lain meja. “Yang aku katakan adalah, penjaga yang kutugaskan kepada masing-masing kalian seharusnya mengutamakan keselamatanmu, dan kalau ada yang dikirim untuk misi mata-mata yang tidak akan menguntungkanmu dari segi perlindungan, maka dia tidak akan berguna dalam melakukan tugas utamanya.”

Angrokh menyadari bahwa ini adalah Kendida yang dia kenal sebelum kedatangan Thozai, meskipun dia tampak lebih tua. Matanya masih bersinar penuh semangat yang menggelora, tetapi kulitnya agak berkerut seiring bertambahnya usia. Rambutnya menipis, tetapi orang tidak dapat mengetahuinya kecuali memperhatikannya dengan cermat seperti yang selalu dia lakukan.

“Jangan menatapku seperti itu,” kata Kendida.

“Seperti apa?” Angrokh bahkan tidak mengalihkan pandangan darinya sama sekali.

“Seperti yang kamu sadar bahwa aku semakin tua.”

Angrokh terdiam.

“Apakah usia itu penting?” dia bertanya pada dirinya sendiri.

“Karena aku tahu aku semakin tua dan tidak secantik dulu. Aku tahu kecantikan adalah sebab pertama daya tarik wanita.”

“Kendida, aku datang ke sini bukan untuk membicarakan hal itu.”

“Aku yang ingin membicarakannya.” Dan dengan kata-kata itu Kendida yang dikenalnya dulu menghilang.

“Usiamu mungkin bertambah, tetapi kamu masih Kendida yang sama yang dicintai sebagian orang, dibenci sisanya dan ditakuti oleh oleh semua ,” Angrokh mencoba menghiburnya.

“Manis sekali. Apa yang membawamu ke sini?” tanyanya sambil memandang Angrokh seperti baru pertama kali melihatnya.

“Kompetisi.”

“Ya, baiklah...,” Kendida diam sejenak sebelum berkata, “Aturan dasar: tidak ada kecurangan dan tidak ada pembunuhan. Apakah itu masih kurang menurutmu?”

“Itu aturan dasar untuk persaingan yang sehat. Tapi aku tidak melihat bagaimana tidak ada kecurangan kalau orang yang menyelenggarakan kompetisi dan mengatur pertarungan adalah pelatih salah satu peserta.”

“Kamu sedang membicarakan Thozai dan Sarritha?”

Tidak ada jawaban dari Angrokh.

“Aku telah menjelaskan secara gamblang kepada Thozai bahwa tidak boleh ada kecurangan. Kalau kamu melihatnya mengatur pertandingan atau memberi tahu Sarritha tentang kekuatan dan kelemahan lawannya, beri tahu aku dan dia akan didiskualifikasi.”

“Karena Thozai berusaha untuk tidak membuatnya terbunuh?”

“Tidak ada pembunuhan, ingat? Pokoknya akhlak muridnya hanya sebaik akhlak gurunya. Kalau Thozai sampai curang maka dia akan dikeluarkan dari pengawal kerajaan dan Sarritha tidak akan pernah bisa menjadi pengawal.”

“Taruhannya terlalu tinggi.”

“Tidak, itu yang disebut adil. Kompetisi yang adil yang kamu mau, kan?”

“Ya.”

“Kalau begitu, itulah yang akan kamu dapatkan.”

Angrokh menyandarkan tubuhkan ke kursi.

“Kendida, bersikap adil seharusnya tidak dilakukan hanya karena aku di sini. Seharusnya karena keinginanmu sendiri untuk selalu adil dalam hal apa pun yang kamu lakukan.”

Kendida bahkan tidak berkedip.

“Kalau kamu tidak memaksakan itu dengan apa yang kamu lakukan, lalu apa yang kamu ajarkan kepada Kinan?”

“Aku tidak mengajar keadilan kepadanya. Di medan perang tidak ada yang adil. Itu menjadi tugasmu untuk mengajarinya moral. Kamu adalah orang yang paling bermoral di negeri ini. Nusvathi jauh dari itu, dan bahkan tidak berpikir bahwa aku cukup bermoral, karena kalau kamu tahu semua yang telah kulakukan...”

Dan Kendida lama kembali.

“... kamu akan berpikir dua kali untuk jatuh cinta denganku.”

“Kendida....” Angrokh mencoba memotong kata-katanya.

“Jangan coba-coba mengatakan bahwa aku salah. Aku tahu itu, semua orang tahu itu dan aku tahu kamu tahu itu. Untuk alasan yang sama kamu menutup mata terhadap hal-hal buruk yang telah kulakukan. Untuk alasan yang sama, kamu gagal melihat apa yang ada di depan matamu, hanya saja kamu tidak mau mengakuinya. Kamu tidak melakukan apa yang harus kamu lakukan.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel