Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Rencana Pindah

"Hai ... hai... hai.. " Seorang wanita cantik berambut panjang itu masuk ke rumah sambil menenteng kresek untuk si kembar kesayangannya. 

Fillo dan Fiona langsung berlari ke arah wanita tersebut begitu mendengar suaranya. Mereka bahkan melupakan kartun kesukaannya yang tengah tayang di televisi.

"Mami Maret ...," teriak Fiona. 

Margaret William, gadis keturunan Inggris umur 26thn. Margaret merupakan anak yatim piatu. Sepeninggal orang tuanya ia hidup sendiri sebelum bertemu dengan Freya. Freya menemukan Margaret di jalan dengan keadaan terluka. Sejak saat itu mereka berdua hidup bersama. 

Maret itulah nama panggilan yang di nobatkan untuknya dari si kembar. Maret merupakan mama baptis dari bocah kembar tersebut. 

"Mami kangen kalian," ucap maret setelah mensejajarkan badannya dengan si kembar lalu memeluknya.

"Fiona juga kangen sama Mami Maret." 

"Fillio juga." Maret tersenyum gemas melihat tingkah si kembar yang sedang bergelayut manja padanya. Freya pun tersenyum senang melihat anak-anaknya.

"Taraa ...." Maret memperlihatkan kantong kresek yang ia bawa untuk si kembar. 

"Itu apa Mi?" tanya Fiona yang merasa penasaran.

"Ini mainan untuk Fiona dan Fillio," jawab Maret sambil memberikan masing-masing satu kresek kepada si kembar. 

Fillio dan Fiona mengeluarkan isi kresek itu dengan senyum merekah di bibir mereka.

"Yeah barbie!" teriak Fiona sembari mengangkat tinggi-tinggi boneka cantik itu sambil melompat-lompat. "Makasih yah Mami Maret, Fiona suka sekali dengan barbiena."

"Sama-sama, Sayang." Maret mengelus rambut panjang Fiona dengan lembut. 

"Makasih yah Mami. Fillio juga suka dengan pesawatnya," ucap Fillio dan Maret membalas dengan perlakuan yang sama seperti di Fiona.

"Kalian main dulu yah di sini. Mami mau bicara dulu sama Mommy Freya," pintah Maret. 

"Ok Mi," sahut kedua bocah tersebut.

"Kau itu, tak henti-hentinya membelikan mereka mainan," tegur Freya begitu Maret duduk di sampingnya.

"Tidak papa dong, yang penting mereka senang. Itu yang penting," balas maret sembari memakan camilan yang ada di meja. Sedangkan Freya hanya mengeleng-gelengkan kepalanya melihat mami angkat anaknya. 

"Oh ya Fre, sepertinya kita harus pindah," ucap Maret to the point. 

"Pindah?" tanya Freya memastikan.

"Maaf Fre, kita harus pindah ke kota. Aku di terima kerja di perusahaan besar yang ada di pusat kota."

"Wah selamat yah Ret," ucap Freya tersenyum. Dia ikut senang karena sahabatnya sudah di terima di perusahaan impiannya sedari dulu. 

"Kamu nggak papa kan, kalau kita pindah ke kota?" tanya Maret. 

Pertanyaan Maret membuat Freya seketika bungkam. Dia melihat ke Maret lalu matanya beralih ke arah kedua anaknya. Dia seperti memikirkan sesuatu.

'Aku merasa trauma dengan kota setelah kejadian itu. Tapi aku sudah tidak bisa menjadi penghalang impian Maret. Dia pasti tak akan pergi, kalau aku dan juga anak-anak tidak ikut," batin Freya. 

"Fre." Tak ada jawaban. "Freya!" panggil Maret lagi.

"Ehh iya," jawab Freya begitu lepas dari lamunannya.

"Setelah kita pindah, si kembar juga udah bisa langsung aku daftarin di preschool yang ada di dekat perusahaan itu. Bagaimana?" Maret masih mencoba meyakinkan sahabatnya. Karena ia tahu apa yang saat ini di pikirkan oleh sahabatnya itu. Ia tahu kalau Freya masih memiliki rasa trauma dengan kejadian yang pernah ia alami. 

Setelah lama diam dengan raut wajah yang tak bisa Maret tebak, akhirnya Freya menyanggupi permintaan Maret untuk pindah. Maret merasa senang dengan keputusan Freya. Ia langsung beranjak memeluk sahabatnya.

'Semoga ini adalah pilihan yang terbaik," batin Freya.

'Aku akan membantumu menemukan Daddy si kembar. Meskipun aku masih ragu kalau pria itu adalah orangnya, tapi aku akan berusaha membuktikannya. Aku tau kau membenci pria malam itu, tapi jauh di dalam lubuk hatimu kau dan anak-anak membutuhkannya," batin Maret.

Setelah mengganti pakaian si kembar dengan baju tidur yang nyaman, Freya mencoba berbicara perihal kepindahan mereka besok lusa sambil menidurkannya. 

"Fiilio, Fiona, lusa kita akan pindah Sayang. Kita akan pindah ke kota," ucap Freya sambil menepuk-menepuk bokong Fiona, sama seperti yang selalu ia lakukan malam-malam sebelumnya. 

"Kenapa kita pindah Mom?" tanya Filiio yang sama sekali belum terlihat mengantuk. 

Freya menjelaskan kepada putranya perihal alasan mengapa mereka harus meninggalkan rumah mereka. 

"Apa kita tidak akan kembali lagi ke sini Mom?" tanya Fillio lagi. Fiona hanya mendengarkan percakapan mommy dan kembarannya. Ia sudah tidak mempunyai tenaga untuk bersuara karena rasa kantuk yang menyerangnya. Ibarat lampu, mungkin saat ini matanya sisa 5 watt. 

"Mommy belum tau Sayang. Kemungkinan besar kita akan datang sesekali jika merindukan rumah ini," jawab Freya dengan tatapan sendu. 

Rasanya ia begitu berat meninggalkan rumah yang selama ini ia tempati bernaung. Rumah yang menjadi tempat pelindung dari terik sinar matahari yang menyengat, melindungi dari rintik air hujan yang dapat membasahi, serta rumah ini menjadi saksi berapa banyak air mata yang ia tumpahkan untuk meratapi kisah hidupnya yang begitu tragis.

Rumah tempat pelariannya ketika semua orang mengusirnya dari kampung kelahirannya sebab kehamilannya. Rumah yang menjadi tempatnya berkeluh kesah serta rumah yang menjadi saksi bagaimana ia membesarkan anak kembarnya yang sampai sekarang tak ia ketahui siapa daddynya.

Apakah ia takkan bertemu lagi dengan pria itu? Bagaimana bisa ia akan mengenali pria yang sama sekali ia tak ketahui identitasnya, pria yang sama sekali tak pernah lihat wujud parasnya. Apakah ia mempunyai kesempatan untuk mengatakan kepada pria itu kalau ia telah membesarkan buah hati mereka?

'Oh tidak! Aku tidak mungkin mengharapkan itu.' Freya menggeleng-gelengkan kepalanya frustasi, otaknya menolak kalau ia mengharapkan pria itu suatu saat akan menemukannya dengan buah hatinya. 

Freya begitu sakit hati, sekilas memori terlintas di benaknya saat kehamilannya yang begitu menyiksa karena merindukan aroma tubuh yang telah merenggut paksa kehormatannya.

Gadis itu betul-betul tersiksa. Ia bahkan rela mencari ke beberapa supermarket, siang dan malam agar bisa menemukan aroma yang menyerupai aroma maskulin pria itu. Sungguh ini siksaan yang sungguh berat. Ia  menjalani hidupnya sendiri tanpa orang tua yang mendampinginya, tanpa pria yang sudah menaruh benih ke dalam rahimnya, untuk sekedar memberikannya perhatian, memberikan pelukan ketika ia benar-benar lelah, menanyakan apa ia ingin makan sesuatu, membuatkannya susu seperti Ibu-ibu hamil lainnya. 

Ia benar-benar sendiri! Sendiri menangis di kensunyian  malam, meratapi nasibnya yang begitu tak sejalan dengan apa yang ia harapkan. 

Terkadang ia melampiaskan kekesalannya sambil memukul-mukul perutnya. Perut yang di dalamnya terdapat dua mahkluk kecil yang sedang berjuang bersama sang Ibu agar bisa melihat dunia. 

Semua rasa sakit yang ia rasakan seakan terbayarkan begitu melihat kedua anaknya lahir dan berada di dunia yang sama dengannya. Bayi mungil yang begitu lucu. Bayi mungil yang lahir dari rahimnya sendiri. Sejak saat itu Freya telah menjadi ibu di usianya yang sangat muda. Semua penderitaannya serasa hilang seketika ketika hari-harinya selalu di temani dengan tangis dan tawa kedua anaknya. 

Freya terisak di samping kedua anaknya, sambil memegang sesuatu di dadanya. Satu-satunya barang yang ia dapatkan di ruangan tempat kejadian pahit itu. Sebuah cincin yang didalamnya terukir huruf "V".

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel