#####chapter 3 apa maksudnya
Suasana dapur pun seketika mendadak hening, hanya suara penggorengan yang terdengar. aku pin mendadak canggung, begitupun dengan Dia yang setelah mengatakan kalimat terakhirnya ia mendadak bungkam.
Tampak sekali ekspresi raut wajah kekecewaan tergambar di wajahnya, aku tak tahu bagaimana aku harus mencairkan suasana yang hening dan beku itu.
Rasanya ingin sekali aku segera pergi, namun lagi lagi rasa tak enak hati kembali menghinggapi hatiku.. bagaimana tidak? dia sudah bersusah payah untuk memasak membuatkan lauk makan siang untukku.. itulah yang membuatku merasa tak enak hati jika tiba tiba pergi dari tempat itu, rasanya seperti aku tak menghargai usahanya sama sekali.
Aku terus saja mencari cari sesuatu untuk aku kerjakan agar kecanggungan itu tak begitu terasa setelah selesai membersihkan tumpahan minyak tersebut.
Hingga beberapa saat kemudian seruan lembut memanggilku, aku pun menghentikan aktifitasku mencuci setumpuk piring dan peralatan makan lainnya di washtafel yang kebetulan juga telah selesai aku kerjakan.
“Suf.. makasih ya kamu udah bantu meringankan pekerjaan rumah Mbak..” ujarnya yang terdengar lembut serta sikapnya sudah melunak serta melempar senyumnya padaku.
“iya Mbak sama sama..” hanya itu yang keluar dari bibirku untuk membalas perkataannya.
lalu melihatnya tampak sibuk memindahkan ayam dan beberapa lauk yang dimasaknya, aku pun kembali berinisiatif untuk membantunya.
“sini Mbak.. sebagian biar aku yang bantu bawa....” ujarku seraya mengambil sepiring ayam goreng dan sepiring tempoe goreng untuk dibawa kemeja makan.
melihatku yang yang berinisiatif membantunya, Mbak Fitri pun kembali mengulas senyumnya padaku.
menyadari senyuman manis yang ia lemparkan padaku, seketika akupun tertunduk malu.
“kamu beda banget sama Mas Irawan Suf..” komentar Mbak Fitri yang membandingkan antara aku dan Mas Irawan suaminya.
“maksud Mbak ??” tanyaku dengan mengerutkan dahi.
“sudahlah.. jangan di pikirkan lagi Suf.. yuk buruan duduk dan makan.. kamu pasti udah lapar banget nungguin Mbak selesai masak sedari tadi.. apa lagi kamu sampai ngerjain kerjaan rumah yang semestinya Mbak yang ngerjain.. dah yuk buruan makan..” putus Mbak Fitri yang sepertinya enggan menjelaskan apa yang baru saja ia katakan padaku.
Tanpa menyahuti lagi perkataan Mbak Fitri, aku pun langsung menarik kursi untuk duduk.
Setelahnya tak ada lagi percakapan apapun diantara kami, suasana di ruang makan itupun hening kecuali hanya dentingan sendok yang beradu dengan piring terdengar dari ruang makan yang menjadi satu dengan dapur tersebut.
Saat kami sedang makan dan tanpa ada percakapan apapun diantara kita, tanpa sengaja aku memergoki Mbak Fitri yang beberapa kali memandang kearahku.
Namun ketika aku memergokinya seketika ia pun segera menghadapkan wajahnya pada sepiring makanan yang berada di hadapannya.
“ada apa dia memandangi aku seperti itu ?? apa ad ayang salah dengan diriku ?? hah sudahlah.. aku rasa lebih baik suasana canggung begini dari pada seperti tadi ia terus menggodaku..” batinku seraya menatap ia balik.
“tambah lagi Suf, masih banyak nih lauknya...” ujarnya yang seketika membuatku salah tingkah karna kini giliran aku yang kedapatan sedang menatapnya.
“i iya Mbak.. makasih.. ini aja belum habis masa udah mau tambah Mbak, lagian juga aku udah kenyang kok..” balasku yang memang sudah merasa cukup kenyang.
“owh.. ya sudah kalau kamu udah kenyang..”ujarnya menimpali perkataanku.
“oh iya.. ngomong ngomong tadi kamu dari mana Suf kok sampai kehabisan bensin dan dorong motor gitu ??” lanjutnya mengajakku ngobrol sembari ia melanjutkan makannya.
“itu Mbak.. tadi aku aku lagi cari kerjaan, ngelamar jadi kurir ke beberapa kantor perusahaan ekspedisi di kota..” jawabku apa adanya.
“terus gimana ? dapet kerjaannya??” tanyanya lagi.
mendengar pertanyaannya, aku pun hanya menggelen lemah kepalaku sebagai jawaban tidak.
“tidak... ??” sahutnya ketika melihat gelengan kepala dariku.
“emang apa alasannya kemu ditolak?? kan aneh juga Suf.. kamu bilang ngelamar kerja sebagai kurir ke kantor beberapa perusahaan ekspedisi, tapi dari beberapa kantor perusahaan yang kamu datangi itu semuanya menolak kamu.. pasrinuya ad alasan tersendiri mereka menolak kamu..” lanjutnya.
“alasannya sama Mbak.. mereka semua nolak aku karna aku nggak memiliki sim C.. dan kalau aku mau bekerja sebagai kurir, setidaknya aku harus memiliki sim C sebagai syarat mutlak diterimanya aku bekerja menjadi kurir..” jawabku yang memang seperti itu alasan dari pewawancara tadi.
“ya pantas aja kamu di tolak, kalau kamu nggak punya sim C.. karna kan memang kurir itu antar paket.. dan berhubungan dengan lalu lintas hari harinya.. jadi nggak salah juga kalau perusahaan menolak kamu karna tak memiliki sim....” komentarnya mengenai alasan mengapa aku tak diterima kerja.
“eh tapi ngomong ngomong kenapa kamu nggak bikin sim aja dulu Suf..? bukannya umur kamu udah cukup kalau mau bikin sim...” lanjut Mbak Fitri.
“itu Dia masalahnya Mbak.. aku duit dari mana mau bikin sim..?? bikin sim kalau lewat jalur simpel anti tes dan ribet kesana kesini setidaknya harus bayar, tahu sendiri kan jaman sekarang bikin sim C kalau lewat jalur simpel itu setidaknya harus bayar 800ribu.. kalau mau minta sama nenek, kasihan.. nenek udah tua.. mau cari pinjeman aku nggak berani Mbak, soalnya penghasilan juga belum punya...” jawabku yang panjang kali lebar kali tinggi seperti rumus matematika.
“kalau soal itu urusan gampang Suf.. kebetulan Mbak baru aja dikasih sama Masmu.. bisa kok kamu pinjem dulu, kamu nggak usah khawatir kapan kamu harus balikin.. balikin aja kalau nanti kamu udah kerja dan dapat gaji...” ujarnya yang dengan enteng mau meminjamkan uang sama aku.
“kamu nggak usah sungkan Suf.. kita ini kan sodara.. kamu itu adiknya Mas Irawan, berarti sama aja dengan adik Mbak juga.. bukankah sodara itu memang sudah seharusnya saling tolong menolong?? udah terima aja dulu pinjaman dari Mbak, kalau soal Masmu, nanti biar Mbak yang ngomong sama Dia.. Mbak yakin.. Mas mu juga pasti memiliki pemikiran yang sama.. lagi pula kalau kamu nerima pinjaman dari Mbak, kamu bisa segera bikin sim, dan kamu pun juga bisa segera dapat kerja Suf.. ” imbuhnya lagi yang seolah terdengar seperti sedang menceramahiku.
Ya.. apa yang dikatakannya itu ada benarnya juga.. kalsu nerima pinjaman darinya, aku bisa segera membuat sim C lewat jalur simpel atau lebih tepatnya terkenal dengan nembak.
Tapi rasanya aku merasa berat sekali untuk menerima bantuan dari kakak iparku ini, karna jelas sekali dari ekspresi wajahnya saat mengatakan ia bersedia meminjami aku uang untuk membuat sim C, jelas sekali dari ekspresi dan tatapan matanya cara ia menatapku jelas sekali terselubung sebuah maksud, tatapan matanya bukan cara memandang kepada seorang sodara, melainkan pada seorang kekasih, jelas sekali dan aku tahu itu.
kalau saja Mbak Fitri bkan istri dari Mas Irawan kakak sepupu aku sendiri, mungkin saja sejak awal awal ia muncul dari pintu kamar dengan pakaiannya yang saat ini serta aroma parfum yang begitu sangat menusuk indera penciuman yang mana aromanya sangat menggugah gairah, sudah pasti aku tak mengontrol diriku lagi untuk mengikuti nafsu setan serta godaannya yang sengaja ingin sekali aku menjamahnya.
saat ini saja saat kami berbincang membahas mengenai ia berniat untuk meminjami aku uang, aku memfokuskan pandanganku pada chat grup alumni teman sekelasku yang kebetulan sedang membahas untuk kopdar.
“ Suf.. gimana.. apa kamu tetarik sama tawaran Mbak?? kalau kamu keberatan jika suatu saat kamu harus mengembalikannya, kamu boleh kok nggak balikin uang itu.. asal kamu bersedia untuk menyenangkan Mbak...” desahnya yang tiba tiba saja ia sudah berpindah duduk merapat denganku.
“apa maksudnya ia berbicara seperti itu???” batinku.
“ maaf Mbak.. sepertinya aku butuh waktu untuk berfikir.. terima kasih Mbak udah bantu aku tadi, dan terima kasih juga udah ngajak aku makan siang disini.. aku pamit dulu..” ujarku yang langsung berpamitan beranjak dari dudukku ketika tangan nakalnya tiba tiba meraba gagang paculku yang sejak tadi sudah terbangun.
tanpa menuggu jawaban darinya aku langsung keluar dari rumah itu dan memacu motorku untuk pulang.
