#3. WARISAN
Setelah sarapan, Andrio ke rumah den Purwo sekedar meyakinkan tentang ucapannya di pemakaman sore kemarin. Belum sempat Andrio mengungkapkan niatnya, den Purwo sudah tau lebih dulu.
"Sosok perempuan muda itu adalah kodam keris ibumu, namanya nyai Sekar Arum, " tutur den Purwo sebelum Andrio berkata apa apa.
Sekarang Andrio percaya kalau den Purwo memang hebat.
Sepulang dari rumah den Purwo, Andrio menanyakan soal keris tersebut pada pak de Daus.
"Betul.Ibumu memang punya keris pusaka warisan dari leluhurmu turun temurun. Kamu lihat sendiri. kan seriap malam jumat ibumu membuat sesajen untuk keris tersebut. "
"Iya Pak de. Sekarang kerisnya mana? "tanya Andrio.
Pak de Daus terdiam, menghela nafas dalam dalam, tampaknya ada yang dipikirkan.
"Dimas mana. panggil kemari. Lek Jum dan lek Atun juga, " ujar pak de Daus membuat Andrio bingung. Ditanya soal keberadaan keris ibu malah manggil Dimas dan semua keluarga.
Andrio bangkit dari duduknya memanggil mereka semua.
"Kemari... kemari...,., " kata pak de Daus ketika Dimas dan yang lain datang.
Mereka mengikuti pak de Daus masuk kamar ibu. Selanjutnya pak de Daus membuka lebar lebar almari ibu kemudian mengambil kotak berukuran 40x30. Kotak tersebut terbuat dari kayu mahoni berukiran motif Pajajaran.
"Kalian semua saksi ya, aku hanya sekedar menjalankan amanat Surati, " kata pak de Daus pada semua keluarga.
Semua mengangguk angguk tak terkecuali Andrio dan Dimas. Mereka penasaran apa sebenarnya isi kotak tersebut dan untuk apa.
"o, ya. Sebelumnya aku ingin jelaskan pada Andrio soal keris itu, " lanjut pak de Daus urung membuka kotak.
"Begini An, sebelum kamu menemui den Purwo, pak de lebih dulu menemui beliau karena den Purwo yang diserahi ibumu untuk mengurus keris tersebut setiap bulan suro."
Pak de Daus menghela nafas sembari mengusap usap kotak di pangkuannya. Mereka semua penasaran berharap agar pak de Daus segera membukanya.
"Kenapa pak de menemui den Purwo, karena keris tersebut raib. "
Andrio tercengang, Dimas dan yang lain hanya bisa menatap pak de Daus dan Andrio berganti ganti karena mereka tidak tau menahu soal keris itu.
"Raib bagaimana pak de? "tanya Andrio.
"Menurut keterangan den Purwo, mungkin ibumu sengaja tidak ingin mewariskan nya padamu atau Dimas sehingga ia raib bersama arwah ibumu.Tapi suatu saat nanti kodam keris tersebut akan kembali pada Andrio atau Dimas tergantung siapa yang diinginkan."
Andrio mengangguk angguk, begitu juga Dimas.
"Sekarang soal ini, " lanjut pak de Daus seraya menepuk nepuk kotak kayu mahoni tersebut.
Semua yang semula tegang karena mendengar penjelasan tentang keris yang memiliki kodam dan bernama nyai Sekar Arum, kembali bersemangat lagi.
"Dua minggu sebelum Surati pergi, ia telpon aku agar kelak membagikan warisan yang sudah ia siapkan untuk Andrio dan Dimas. Bagikan dengan adil dan tolong pantau mereka."
"Kamu ngomong apa? " tanya pak de Daus.
"Sudahlah mas, saya hanya pesan begitu, " kata Surati.
Semua percaya pada pak de Daus nyatanya ia adalah kakak tertua ibu.
"Apa isi kotak itu pak de? " desak Andrio.
Pak de Daus membuka kotak tersebut, ternyata isinya sertifikat tanah dan rumah serta beberapa perhiasan.
Andrio dan yang lain tercengang. melihat perhiasan sebanyak itu. Mereka tidak menyangka kalau selama ini ternyata ibunya Andrio. ponya simpanan perhiasan sebanyak itu.
"Masih ada lagi, " ujar pak de Daus.
Pak de Daus mengeluarkan buku. tabungan ibu dan ketika dilihat nilainya banyak sekali.
"Besuk atau lusa, minta tolong pak RT mengurus rekening ibumu ini ke bank bersangkutan. Ambil semua tabungan ibumu dan simpan atas nama kamu atau Dimas. Ingat, siapa pun dan dengan alasan apa pun jangan kasih pinjam sertifikat tanah dan rumah ini."
"Ya pak de."
"Gunakan uang ini sebijak mungkin, masa depan kalian masih panjang. "
"ya pak de, " jawab Dimas dan Andrio bersamaan
Setelah selesai membagi warisan, pak de Daus minta Andrio dan Dimas sendiri yang menyimpannya lagi dalam almari, sedangkan yang lain leluar.
*****
Sejak nenek Andrio masih hidup, mbok Mangun sudah bekerja di rumah Andrio sebagai pembantu, makanya ketika pak de Daus meminta mbok Mangun tetap bekerja disitu meski pun ibunya Andrio sudah tidak ada. Mbok Mangun bersedia.
"Tolong awasi mereka mbok, jangan segan segan menegurnya kalau mereka melanggar tatanan, " ujar pak de Daus usai meminta mbok Mangun tetap bekerja di rumah itu.
"Mas Daus, bagaimana dengan warung soto mbak Surati. Apakah akan tutup selamanya atau diteruskan Andrio? "
Pak de Daus menepuk jidat tidak ingat sama sekali akan hal itu. Ia berpikir mempertimbangkan sesuatu.
"Kalau Andrio mau dan mbok Mangun bersedia membantu, kenapa tidak."
"Baiklah mas, nanti saya bicarakan dengan Andrio dan Dimas. "
"Begitu lebih baik, toh Andrio juga belum ada gambaran mau kerja apa dan dimana, kalau kembali ke Jakarta saya yang melarang. "
Pak de Daus dan yang lain pulang. ke rumah masing masing dengan tenang.
*****
"Aku mendukung dan yakin kamu bisa bahkan mungkin bisa lebih maju, " kata Sarah saat Andrio mengungkapkan lewat telpon kalau pak de Daus minta Andrio melanjutkan usaha ibunya.
"Terimakasih atas dukungannya. Aku berharap kamu membimbingku dalam mengelola warung itu, " Andrio memohon.
Sarah tertawa.
"Bisa aja kamu, " kata Sarah.
"Aku serius memohon setidaknya kamu kan sudah berpengalaman dengan usaha yang kamu kelola sekarang. "
"insya Allah... Insya Allah, kita jalani sama sama. "
Kesediaan Sarah memantapkan hati Andrio untuk melanjutkan usaha mendiang ibunya yaitu mengelola warung soto.
Mendiang ibu dan neneknya dulu memakai konsep tradisional dalam mengelola warung solonya. Andrio ingin mengubahnya dengan konsep kekinian sesuai pengalaman yang ia peroleh di cafe pak Tiki.
Dimas tercengang melihat konsep yang di ajukan Andrio.
"Mas sadar nggak semua ini memerlukan dana yang cukup besar. Mas yakin akan semua ini. Apa tidak sebaiknya teruskan aja usaha ibu dengan cara seperti biasa, toh pelanggan ibu sudah cukup banyak, setidaknya cukuplah kalau hanya untuk hidup kita sehari hati. "ujar Dimas menyangsikan apa yang dikemukakan kakaknya.
Andrio tersenyum. Selanjutnya ia menceritakan pengalamannya di Jakarta kemudian menjelaskan dengan detail tentang rencananya, Dimas baru mengerti dan menyetujui rencana tersebut.
Keesokan harinya Andrio mulai mengerjakan rencananya, mengecat ulang warungnya dengan warna biru dan lis putih asimetris. Bagian depan warung ditaruh dua buah pot besar dengan palem waregu untuk memberi kesan teduh. Beberapa lukisan kontemporer di panjang di sinsing serta satu kanvas kosong ukuran 2x2meter dekat kasir.
"Kanvas kosong gini kok dipajang tho An, " tanya lek Min.
Lek Min adalah suami mbok Mangun. Sejak dua hari lalu ia diminta membantu Andrio berbenah di warung.
"Kanvas kosong itu sengaja disiapkan untuk corat coret atau tanda tangan pelanggan, dari pada corat coret di meja. Mereka akan bangga tanda tangan atau coretannya terpajang disitu, " jelas Andrio.
"Mletik juga otakmu, coba dari dulu begitu mungkin kamu nggak ke Jakarta, " komentar lek Min.
"Karena ke Jakarta itu saya dapat banyak pengalaman. "
Lek Min bersungut sungut.
Sebuah mobil avanza warna hitam berhenti di depan warung Andrio. Seorang pemuda berkulit kuning, tinggi atletis turun dari mobil. Setelah melepas kaca mata hitamnya ia menghampiri Andrio. Mereka bersalaman erat.
"Aku senang kamu meneruskan usaha bu lik Surati," panggilan akrab mendiang ibunya Andrio.
"Mau gimana lagi Ho, nyari kerjaan susah. "
"Kamu beruntung An, letak warungmu ini strategis. diapit dua hotel. Di depan arena bilyars, " kata si Ho sembari merentangkan tangan.
Andrio baru sadar. Selama ini tidak pernah berpikir kesitu.
"An, aku mendukung sepenuhnya, kalau nanti kamu butuh apa apa jangan sungkan bilang aja, " kata si Ho sebelum menyeberang menuju arena bilyard miliknya.
Rupanya keluarga si Ho masih merasa berhutang budi pada keluarga Andrio, terutama pada ayahnya. Dulu papa si Ho penah bangkrut gara gara judi. Satu satunya orang yang mau peduli pada papa si Ho hanya ayahnya Andrio. Papa si Ho dibantu sedikit demi sedikit dan akhirnya bisa bangkit lagi sampai sekarang bahkan anak anaknya si Ho dan si Wan sudah punya usaha sendiri.
