#2. USAI PEMAKAMAN
Andrio berdiri terpaku di ambang pintu rumah, melihat jenazah ibunya terbujur kaku di ruang tengah, tangis Andrio pecah. Duduk bersimpuh di samping jenazah ibunya sementara keluarga dan tetangga yang ada disitu sengaja membiarkan Andrio menumpahkan kesedihannya.
Penyesalan selalu datang kemudian. Andrio menyesal. Sangat menyesal. Kenapa tidak langsung pulang saat asiknya ngabari kalau ibu sakit. Andai saja saat itu ia langsung pulang, setidaknya masih bertemu ibunya dan menjelaskan dengan jujur kenapa ia tidak mau pulang selama dua tahun ini.
Ungkapan kata "takdir" menjadi kunci dari kepergian ibu, apa pun sebabnya.
Andrio terisak menunduk merangkai doa panjang untuk kepergian sang ibu.
Setelah isak tangis Andrio reda, pak de Daus menghampiri.
"An, istirahat dulu. Kamu tampak kusut, kamu nggak tidur ya di kereta. Sudah sana istirahat, jam empat nanti pemakaman jenazah ibumu, " kata pak de Daus seraya mengusap bahu Andrio.
Andrio bangkit, ke kamar mandi cuci muka dan kaki kemudian ke kamarnya.
Kamar Andrio masih seperti dulu setelah dua tahun ia tinggalkan. Bersih, rapi. Semua barang barang seperti poster, foto foto masih tergantung ditempatnya.
Andrio duduk di bibir ranjang siap istirahat namun matanya menatap sesuatu yang menurutnya aneh. Andrio kembali bangkit, menghampiri salah satu foto dalam figura yang tergantung tepat di atas meja belajarnya dulu. Foto diri bersama Ines saat mereka berdua berada di puncak gunung Lawu. Seingatnya foto itu sudah dilepas dan diletakkan diatas almari pakaian sebelum ia ke Jakarta. Kenapa foto itu tergantung lagi disitu, tanya Andrio dalam hati.
"Jangan mas, ibu yang memasangnya lagi...! " seru Dimas yang tiba tiba masuk kamar membawakan kopi dan penganan.
Andrio urung melepas foto tersebut, menatap adiknya dengan tatapan heran selanjutnya ia berbaring sembari memandangi foto itu.
"Kenapa. Kenapa ibu memasangnya lagi? " tanya Andrio dengan tekanan. Namun Dimas seakan tidak mendengar pertanyaan kakaknya. Ia buru buru keluar kamar terkesan menghindar pertanyaan kakaknya.
Andrio berbaring memandangi foto tersebut. Angannya melayang ingat saat Ines minta ditemani mendaki gunung Lawu bersama teman teman kuliahnya. Sebenarnya Andrio saat itu malu berada ditengah teman teman kuliah Ines, tapi tampaknya mereka bisa menerima Andrio, maka ia pun mendampingi Ines. Andrio ingat saat itu orang tua Ines mengijinkannya bahkan berpesan padanya agar menjaga Ines. Tapi kenapa menjelang semester kedua Ines begitu.
Masih lekat dalam ingatan Andrio bahwa di puncak gunung Lawu itulah untuk pertama kalinya Andrio mencium bibir Ines. Itu ciuman pertama Andrio pada wanita.
Angan Andrio tentang Ines terus melayang layang hingga akhirnya ia tertidur.
************
Pelayat yang mengantar jenazah ibu sampai di pemakaman luar biasa, diantaranya ibu ibu jalasenastri dan beberapa anggota Marinir teman sejawat bapak dulu.
Selama prosesi pemakaman tetangga dekat dan orang orang kampung memperhatikan seorang gadis cantik yang sejak tadi berdiri disamping Andrio. Mereka bertanya tanya. dalam hati, siapa gadis tersebut, apakah pacar Andrio di Jakarta sana.Setahu mereka pacar Andrio adalah Ines karena ia datang di rumah Andrio bahkan sering berlama lama menemani ibu di warung bila Andrio belum pulang kerja. Mereka berujar kalau hubungan Ines dan Andrio bakal berakhir di pelaminan bila melihat kedekatan mereka sampai segitu.
Usai pemakaman Sarah tidak langsung pulang, tapi singgah di rumah Andrio sesuai permintaan pak de Daus dan keluarga lainnya. Sarah tidak kuasa menolak. Ia pikir mereka paling hanya ingin mengenal sedikit tentang dirinya. Dugaan Sarah meleset, begitu sampai dirumah dan bertemu. dengan keluarga besar Andrio, pertanyaan pertama yang dilontarkan pak de Daus membuat Sarah panas dingin.
"Tampaknya kalian sudah lama pacaran. Kapan kalian menikah?
Sarah tersipu, pipinya memerah membuatnya semakin cantik.
"Kami baru ketemu malam tadi diatas kereta api, " jawab Andrio cepat melihat wajah Sarah memerah delima.
"Waktu bukanlah penentu untuk mengikat sebuah hubungan, begitu kan Sarah!? "
Sarah salah tingkah menatap Andrio minta pembelaan, tapi Andrio sendiri tampak bingung kaya kepompong.
"ya sudah.... sekarang kalian jadian, lek Min lihat kalian sama sama suka, " timpal lek Min.
Pukul lima lewat Sarah pamitan karena keluarga Andrio sudah berkemas mempersiapkan acara tahlilan usai magrib.
Sampai di rumah Sarah senyum senyum sendiri, ia tampak ceria. Azizah sang adik mengikuti Sarah masuk kamar.
"Dari pemakaman kok senyum? " tanya Azizah.
Sarah menceritakan bagaimana respon keluarga Andrio. Ia merasa tersanjung diperlakukan layaknya seorang putri.
"Tunggu apa lagi. Jadiin aja sebelum ia kecantol cewek lain. Mbak Sarah kan sudah lama ngejomblo, " kata Azizah dengan nada bercanda membuat Sarah manyun.
"umi tidak keberatan kamu menjalani hubungan lagi dengan cowok, tapi jangan seperti Rian. " ujar umi dari luar.
"Mulai dah, umi jadi provokator kaya Azizah, " gerutu Sarah.
Sebelum tidur Sarah mematut diri di depan kaca, sebelumnya hampir tidak pernah ia lakukan. Azizah faham, dulu saat jadian dengan Rian, kakaknya juga begitu. Duduk berlama lama didepan kaca mematut wajah.
Seperti umi, sebenarnya Azizah juga khawatir kalau hubungan kakaknya kandas seperti dulu, itulah kenapa umi mewanti wanti agar Sarah mencermati dulu siapa sebenarnya Andrio.
Dilain kesempatan Sarah meyakinkan umi dan Azizah kalau Andrio tidak seperti yang mereka duga, bahkan jauh sekali dengan Rian dulu. Sarah baru mengakui dengan jujur bahwa ketertarikannya dengan Rian dulu semata mata karena penampilan.
Memang Andrio tidak sekeren Rian, tapi akhlaknya boleh di uji. Umi dan Azizah berharap semoga penilaian Sarah pada Andrio tidak keliru.
*****
Usai acara tahlilan Andrio dan beberapa kawan duduk di teras. Mereka ingin dengar bagaimana cerita Andrio selama di Jakarta.
"Ternyata Jakarta tidak seindah seperti yang kita bayangkan," Andrio mulai cerita.
Memang banyak orang orang dari daerah yang sukses di Jakarta, tapi itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Semua dilewati dengan proses kerja keras, ulet dan sabar, kalau tidak ya begini begini aja seperti Andrio bahkan tidak sedikit yang terjerumus menjadi penjahat atau pelacur.
"Aku sempat tidur di kolong jembatan Dukuh Atas, " sambung Andrio.
"Kok bisa? " tanya Jawari.
Andrio berangkat ke Jakarta tidak ada yang dituju, ia hanya menuruti kemauan hati. Memang ada beberapa tetangga kampung yang bekerja di Jakarta, tapi Andrio tidak tau alamatnya.
Turun dari kereta api, Andrio berjalan dan tarus berjalan tanpa tujuan akhirnya ia jatuh pingsan kemudian ditolong oleh seorang pemuda asal Medan yang tinggal di kolong jembatan Dukuh Atas.
Sementara Andrio tinggal bersama Ucok di kolong jembatan sambil mencari cari pekerjaan. Suatu malam ada razia gabungan, beberapa orang penghuni kolong jembatan termasuk Andrio tertangkap dan dibawa ke kelurahan Menteng untuk diidentifikasi selanjutnya diserahkan pada dinas sosial setempat.
"Di kelurahan Menteng itulah aku ketemu mas Bambang. Dia kapolsek di Menteng sana, " lanjut Andrio.
"Mas Bambang anak pak Atmo? " tanya kawannya.
"Ya. Dia ditugaskan di sana. "
"Terus, terus gimana? " tanya yang lain antusias.
Andrio dibawa pulang ke rumah Bambang dan dikirimkan berkerja di sebuah perusahaan advertising.
"Kamu beruntung bisa ketemu mas Bambang, kalau tidak mungkin kamu direhabilitasi di sosial sana. "
"Mungkin itu skenario Tuhan yang harus aku jalani, " kata Andrio datar.
Lewat tengah malam mereka bubar. Keluarga Andrio pun sudah tertidur pulas karena kecapekan seharian mempersiapkan pemakaman jenazah ibunya Andrio. Tinggal Andrio sendiri di teras.
Bulan lingsir menuju batas cakrawala. Lampu lampu jalan memudah tertutup embun yang mulai turun. Genting genting dan dedaunan basah. Setitik embun bergelantungan di pucuk daun jambu membiaskan cahaya lampu jalan laksana intan berkilauan.
Andrio ingat kejadian sore tadi di makam, orang orang membicarakan ucapan den Purwo bahwa ia melihat sosok perempuan muda berdiri di samping dirinya.
Andrio yakin orang orang itu percaya apa yang diucapkan den Purwo nyatanya dia seorang paranormal kondang. Tapi siapa sosok perempuan muda itu. Mustahil kalau dia adalah arwah ibu. Kata orang tua arwah dari orang meninggal masih berkeliaran di sekitar selama empat puluh hari.
Andrio bangkit dari duduk sambil geleng geleng kepala kemudian masuk rumah, tidur.
