Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PULANG

Kereta api baru saja melintas Stasiun Purwokerto. Andrio mulai jengah duduk di tempatnya. Malam ini serasa sangat panjang dan menjemukan. Mau ngobrol seperti penumpang lain, rasanya tidak mungkin karena penumpang disampingnya seorang biarawati yang sejak tadi memilih milin rosario sembari komat kamit mungkin semacam dzikir. Kalau pun bisa ngobrol dengan biarawati itu, lalu apa yang mau dibicarakan. Mungkin baginya hakekat cinta adalah pelayanan total pada Tuhan.

Andrio menyandarkan punggung berusaha memejamkan mata namun tak lena. Akhirnya ia bangkit, berjalan ke belakang menyusuri lorong demi lorong kereta menuju gerbong restorasi.

Diambang pintu restorasi Andrio berdiri termangu mangu melihat bangku direstorasi nyaris penuh. Ada bangku di ujung dekat pintu. Itu pun ada seorang wanita duduk disana. Apakah ia tengah menunggu kawan atau pasangan ke toilet atau gimana. Andrio melangkah ragu menghampiri. Setelah basa basi seperlunya, ia duduk si seberang wanita tersebut.

Seorang pramusaji menghampiri, menyodorkan daftar menu. Tanpa melihat daftar menu Andrio minta nasi goreng dan es teh seperti yang dipesan wanita dihadapannya.

Beberapa saat lamanya Andrio dan perempuan itu diam membisu berjalan dengan pikiran masing masing. Sesekali Andrio melirik, begitu sebaliknya. Ketika mereka sama sama saling lirik, mereka tersipu malu.

"Ke Jogja? " tanya perempuan itu tanpa memperhatikan Andrio. Ia asyik dengan nasi gorengnya.

"Ya. Mbak kemana? " jawab Andrio.

Perempuan itu kontan memandang Andrio dan tanpa ragu mengulurkan tangan.

"Sarah. panggil aja Sarah. "

Selanjutnya mereka kembali saling membisu, berjalan dengan pikiran masing masing. Pandangan dilempar lewat jendela kereta api.

Kereta api terus melaju menyibak kegelapan, menyisir hamparan sawah yang mulai menguning.

Jutaan kunang kunang beterbangan diatas hamparan padi membiaskan warna kuning keemasan. Kata orang intensitas cahaya dari masing masing serangga tersebut merupakan sinyal untuk saling menarik lawan jenis.

"Di Jogya kuliah atau....? " tanya Sarah terputus.

"Aku kerja di Jakarta, cuma sebagai kuli bangunan, " jawab Andrio datar.

Sarah tersenyum masam. Mana ada kuli bangunan telapak tangannya mulus, batinnya. Tapi Sarah suka akan kebohongan Andrio. Biasanya lelaki cenderung menyembunyikan segala kekurangannya, Andrio sebaliknya.

"Ceritanya ini mudik? " tanya Sarah.

"Ibuku meninggal kemarin malam, jadi aku pulang. "

"Oh.... aku turut berduka cita, An. "

Andrio mengangguk lemah seraya menunduk. Sarah ikut merasakan bagaimana perasaan Andrio saat itu mungkin seperti saat ayahnya dulu meninggal.

"Sebenarnya sudah dua hari lalu adikku ngabari kalau ibu ini sakit, tapi aku tidak segera pulang. Aku menyesal. "

Andrio kembali menunduk sedih.

"Kenapa saat itu kamu tidak segera pulang? " tanya Sarah dengan nada lembut.

Andrio tidak segera menjawab, ia melempar pandangan keluar. Diusap nya embun yang menempel di kaca jendela kereta api.

"Aku tau kamu punya beban pikiran yang berat, katakan padaku. Siapa tau aku bisa membantu, setidaknya kamu sudah menumpahkan uneg uneg di hati, " kata Sarah tanpa sungkan seakan akan ia sudah mengenal Andrio lama.

Andrio kembali memalingkan wajah menatap Sarah. Pantaskah aku ceritakan masalah pribadiku pada orang yang baru saja aku kenal, batin Andrio. Setelah mempertimbangkannya, akhirnya Andrio menceritakan masalahnya pada Sarah.

Hampir semua sudut di kota Jogja menjadi saksi bisu atas kebersamaannya dengan Ines. Semua kenangan manis bersama Ines telah mengkristal dalam kehidupannya, itulah kenapa Andrio enggan pulang karena hanya akan menguak kenangan kenangan manis itu yang kini telah berubah menjadi sembilu yang akan menyayat nyatat hati.

Sarah tertawa kecil.

"Jadi, kepergian kamu ke Jakarta semata mata hanya membawa luka dihati untuk melupakan Ines. "

"Kira kira begitu. "

"Bisa melupakan Ines? "

Andrio menggeleng. Sarah tersenyum masam.

"An, tak seorang pun di dunia ini yang kuasa melupakan masa lalunya, tapi setidaknya bisa menentukan masa depannya. "

Andrio diam tak bergeming.

"Apa pun alasannya Ines telah mengkhianati kamu.Buat apa menangisi keperhian seorang pengkhianat. "

Andrio terperangah, ia tidak pernah berpikir soal itu. Selama ini ia hanya berpikir bahwa semua ini mungkin salah dirinya karena ia tidak lanjut kuliah.

Semua orang tua berharap agar anaknya kelak hidup bahagia dan sejahtera. Wajar bila orang tua Ines mendesak anaknya agar memutuskan hubungannya dengan Andrio karena ternyata ia tidak kuliah seperti anaknya. Menurut orang tua Ines lulusan SMA bisa kerja apa, paling pelayan toko atau cleaning service.

"Oke, aku terima argumentasimu dalam membela Ines, " kata Sarah dengan nada agak kesal karena merasa susah memberikan pengertian pada Andrio.

"Sekarang sudah lewat dua tahun sejak Ines memutuskan hubungan, aku yakin sekarang dia sudah dapat pengganti seperti harapan orang tuanya. Sama sama kuliah, punya masa depan. Sementara kamu masih berputar putar pada masa lalu kalian. "

Dada Andrio bergemuruh seperti suara roda roda kereta api. Apa yang dikatakan Sarah benar.

"An, aku pernah mengalami seperti kamu. Aku lebih parah lagi. Aku bahkan sempat berpikir mau mengakhiri hidup., " kata Sarah.

"Serius? "

Sarah hanya mengangguk sambil mengerdipkan mata.

"Bagaimana kamu bisa move on seperti ini? "

"Tinggalkan masa lalu, songsong masa depan."

"Sesimpel itu!? "

"Ya. Nyatanya aku bisa. Percayalah An, diluar sana masih banyak perempuan yang mungkin lebih baik dari pada Ines. Kamu ganteng, jujur, tidak neko neko. "

Andrio tersipu.

"Kamu belum mencoba aja. Percayalah. Percayalah.... "

Andrio termenung mencerna semua omongan Sarah. Semua yang dikatakan Sarah memang benar adanya. Andrio tidak lagi berpikiran bahwa Sarah adalah orang yang baru saja dikenalnya. Ia memang pantas bicara begitu toh nyatanya Sarah lebih tua darinya mungkin. Dari situ Andrio merasa punya kekuatan untuk melangkah, melangkah meninggalkan masa lalunya.

"Kapan ibu dimakamkan? " tanya Sarah membuyarkan lamunan Andrio.

"Biasanya setelah ashar. Nanti aku kabari, " jawab Andrio yakin padahal ia belum tau bagaimana mengabari Sarah tapi Sarah tanggap. Ia sodorkan ponselnya pada Andrio memintanya menuliskan nomor telponnya.

Andrio tampak bingung memegang ponsel Sarah. Entah ragu atau bagaimana akhirnya ponsel Sarah dikembalikan.

"Kenapa. Kamu nggak mau kasih nomor kamu? " tanya Sarah dengan nada kecewa.

"Bukan begitu, " kata Andrio seraya memberikan ponselnya pada Sarah.

Sarah tersenyum geli. Rupanya Andrio tidak tau bagaimana cara memasukkan nomornya ke ponsel orang karena memang ia tidak pernah berbagi nomor pada siapa pun.

Kereta api melintas Stasiun Sentolo. Artinya sesaat lagi kereta api masuk stasiun Tihu, Jogya. Beberapa orang penumpang tampak berkemas turun. Sarah dan Andrio pun bangkit dari tempatnya.

"Jangan lupa hubungi aku, " kata Sarah sebelum ia berlalu ke gerbong belakang, Andrio sendiri berlalu ke gerbong depan.

Dari loudspeaker di stasiun Tugu terdengar pemberitahuan bahwa sesaat lagi akan masuk kereta api senja utama lewat rel tiga.

Sopir taxi, kusir andong, tukang becak siap siap menyongsong calon penumpang. Beberapa orang portir berdiri di pinggir rel tiga. Ketika kereta api masuk mereka menyongsong dan berlarian mengejar kemudian masing masing melompat pada tiap pintu gerbong tanpa mempedulikan keselamatan jiwa. Setelah berada di dalam kereta, mereka menyeruak masuk lowong gerbong menawarkan jasa angkut barang.

Semua penumpang turun satu persatu tak terkecuali Andrio. Setelah turun dari kereta Andrio celingukan mencari cari Sarah namun tidak tampak. Mungkin Sarah keluar lewat pintu timur, Andrio sendiri lewat pintu selatan.

Di luar Andrio disambut beberapa tukang becak yang menawarkan jasa, Andrio menolak halus seraya tersenyum karena rumahnya hanya beberapa ratus meter dari stasiun.

Waktu baru menunjukkan pukul lima lewat. Jalan lengang, Andrio memacu langkah ingin segera sampai rumah. Namun baru beberapa langkah meninggalkan stasiun, ia ragu. Langkahnya seakan akan dihalangi oleh rasa bersalah. Andrio berpikir semua saudara bahkan tetangganya menyalahkan dirinya karena pulang terlambat. Semua itu gara gara Ines. Tapi apakah mereka tau masalahnya dengan Ines, jangankan mereka, ibunya sendiri aja tidak tau kalau Andrio ke Jakarta semata mata membawa sakit hati dan bukan untuk bekerja.

Andrio kembali memacu langkah agar segera sampai di rumah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel