Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 9

Rena terus menoleh kearah belakang, dia merasa seperti ada yang mengikutinya. Kaki mungilnya tanpa henti mengayuh sepeda miliknya, entah kenapa perasaan terancam tiba-tiba saja datang.

Jujur dia merasa takut, takut yang begitu terasa jelas. Bayang-bayang kematian dan hal-hal buruk yang lainnya terlihat jelas di kelopak matanya, saat ini dia tak bisa berpikir dengan jernih.

Shit! Upatnya saat manik matanya menangkap ada yang tak beres.

Mobil hitam itu, ya mobil yang berada di belakangnya terus saja mengikuti. Itu mobil yang sama dengan mobil yang selalu terparkir di depan kosannya akhir-akhir ini, Rena sangat tau tidak ada yang punya mobil sebagus itu.

Karena rata-rata penghuni kos adalah orang-orang dari kalangan bawah, siapa sih yang mau tinggal di daerah kumuh.

Sialan! Upatnya kesal, saat mobil yang di belakangnya melaju dengan kecepatan tinggi.

Rena mencoba mencari jalan pintas, dia tidak mau berhenti konyol. Kaki mungilnya terus mengayuh tanpa lelah, seirama dengan detak jantung yang kian kencang.

Lagi-lagi Rena harus mendapatkan kesialan untuk kesekian kalinya, dari tadi dia tak menemukan satu pun gang atau mungkin dia yang terlalu panik dan tidak fokus.

Krekkk...... Trakkkk.... Rissss......

Entah kenapa hari ini Rena tak henti-hentinya di timpa musibah, seakan ingin gadis itu benar-benar celaka.

Sialan!, Kenapa pas lagi kayak gini malah putus rantai sih upatnya kesal.

Brukkkkk....... Rena membuang sembarang sepedanya, persetanan dengan rongsokan itu yang jelas dia harus lari dan menyelamatkan dirinya.

Kaki mungil Rena terus bergerak cepat, jantungnya berdetak dengan kencang membuat sensasi sesak di dada.

Rena ingin berhenti namun dia tak bisa, ada enam pria bertubuh besar sedang mengejarnya di belakang.

Saat ini Rena benar-benar terpojok, ingin teriak minta tolong tapi sama siapa? Karena saat ini kondisi kota begitu sepi seakan mendukung dan bersengkokol dengan keburukan.

Sial! Upat Rena entah keberapa kali, Dadanya benar-benar sesak.

Dia butuh bernafas saat ini, persetanan dengan pria-pria sialan itu. Rena bener-bener butuh oksigen, dengan nafas terengah-engah Rena berhenti dan bersembunyi.

Samar-samar dia mendengar langka kaki mendekatinya, Rena mencoba tenang dan tidak panik. Dia tak ingin jika tertangkap, entah apa yang akan terjadi jika dia tertangkap.

Sebenarnya apa yang dia perbuat sih hingga membuatnya pria-pria itu mengejarnya, perasaan dia gak ngutang sama rentenir atau berurusan sama mafia atau sejenisnya.

"Kemana gadis itu?, Ah sial dia lolos lagi."

"Cepat cari, saya yakin kalau dia gak jauh dari sini. Kita gak mungkin pulang dengan tangan hampa, bos bisa memenggal kepala kita"

Ujar para pria yang kini terlihat kebingungan mencari Rena, sedangkan Rena hanya diam dengan tubuh gemetar.

Rena benar-benar bingung, kenapa dia bisa berurusan dengan orang-orang sialan ini. Seingatnya dia sama sekali tak membuat masalah sebulan terakhir setelah dia putus dengan Mesya, waktunya dia habiskan hanya untuk kerja dan main game.

Kecuali hari itu, hari dimana Rena di paksa oleh Justin. Tapi dia kan gak membuat masalah juga, apa tidur di clup mewah adalah kesalahan? Pikir Rena polos.

Atau mungkin ada hubungannya dengan tempat asing itu, ya tempat saat pertama kali dia bangun. Dia sudah menanyakan prihal itu pada Justin, pria itu bilang dia tidak menyewa hotel atau pun villa.

Bahkan dia bilang setelah rena tidur, mereka tak bertemu lagi. Bahkan pria itu sempat kesal karena Rena meninggalkannya, tapi tunggu dulu.

Sepertinya ada satu hal yang Rena lupakan, bukannya setelah Justin pergi Rena bangun lagi? Ya Rena baru ingat kalau dia tak tidur.

Shit....! Upat Rena lagi, sepertinya dia sudah kena sial sejak hari itu.

Dia baru ingat kalau malam itu, dia malah di buat pingsan oleh seseorang. Apa itu berhubungan dengan pria-pria yang kini mencarinya.

"Apa mereka sudah pergi?" Tanya Rena pada dirinya sendiri, karena tak lagi mendengar satu pun suara dari luar.

Kini Rena berada di balik tembok pagar rumah warga, dengan ragu Rena mengintip keluar. Manik coklat itu dengan lincah melihat sekelilingnya, dia mendesah lega karena sekarang sepi.

Tak ada siapapun disana, kecuali angin malam yang kian menusuk kulit. Dengan perasaan was-was Rena memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya.

Senyum kecil mengambang di bibirnya, dia senang. Setidaknya tuhan masih berpihak padanya saat ini, sayangnya itu tak berselang lama karena tiba-tiba saja sebuah tangan kekar mendekap dan memborgol tangan mungilnya.

"Tolong tenang dan ikut kami, saya gak mau bertindak kasar" bisik pria yang kini berada di belakangnya.

Dia menuntut Rena untuk mengikuti mereka, Rena berdecik kesal dan berusaha untuk melepaskan diri.

"Bangsat!, Lepasin gue setan. Gue gak ada masalah sama kalian" bentak Rena kesal, sambil terus berontak dan mencoba untuk kabur meski lengannya masih di borgol.

Keenam pria bertubuh besar itu mendesah pelan.

"Tolong berkerja sama lah, kami gak ingin menyakiti Anda. Tangan anda nanti merah, kami tak ingin di salahkan nanti" ujar salah satu dari mereka.

"Persetanan!, Sekarang lepasin gue sialan. Mau tangan gue merah kek, biru kek bodo Amet. Tolong lepasin gue atau gak gue bakal laporin kalian ke polisi" jawab Rena mengancam,  dia sudah sangat kesal dan marah.

"Laporkan saja, memangnya anda bisa melaporkan kami dengan keadaan ke borgol begitu?" Jawab salah satu dari pria bertubuh besar itu dengan nada tenang, tak lupa dia juga melontarkan pertanyaan yang membuat Rena terdiam.

"Bangsat!, Anjing, babi, asu, taik, setan" upat Rena untuk meluapkan kekesalannya.

Sekarang dia tak bisa berbuat apapun selain pasrah, jelas sekarang dia sudah di dalam mobil. Entah dia akan di bawa kemana, yang jelas dia berharap bukan di jual.

Membayangkan hal mengerikan itu membuat gadis itu menyesal, menyesal telah kabur dari rumah dan mengikuti egonya.

Coba saja dia tak pergi dari rumah dan tetap tinggal di desa mungkin hal ini gak akan terjadi, Rena gak henti-hentinya mengupat dan mengutuk pria-pria sialan itu.

Sedangkan pria-pria itu hanya diam, mereka seakan tuli dengan teriakan dan tangisan Rena. Mereka tak ingin mati konyol hanya mengikuti ego mereka, secuil saja mereka menyentuh Rena maka kepala mereka akan terpisah dari tubuh mereka.

Tangis Rena makin keras saat mobil yang dia naikin berhenti di bandara, hal buruk makin mengotori otaknya.

Dia benar-benar tak bisa tenang dan berpikir jernih.

"Gakkk....... Aku gak mau turun bedabah, jangan sentuh aku huaaaa mama Rena takut huaaaa" jerit Rena ketakutan.

Gadis itu mencoba menghindari tangan-tangan kekar yang ingin mengawainya, berniat untuk membawanya masuk ke sebuah pesawat pribadi yang terparkir di depan mereka.

Rena terus menjerit dan nendang tangan-tangan kekar itu, sedangkan tangan yang kini di balik punggungnya mencoba membuka pintu mobil.

Ceklek......

Setelah berhasil membuka pintu, Rena langsung membuka pintu itu dan turun.

Sayangnya gerakannya kurang cepat, dia lagi-lagi tertangkap.

"Sialan!, Lepasin gue setan huaaaa. Rena takut mama....., Lepasin tangan kotor Lo dari perut gue bedebah!" Pekik rena histeris.

Dia terus berontak dan melepaskan diri, sekarang dia sudah mirip seperti anak kecil yang di paksa untuk mandi.

Berontak dan terus menangis, kaki mungilnya terus menendang perut kekar yang kini membopongnya.

Membuat pria yang menggendongnya kewalahan, namun sebisa mungkin dia tetap membuat Rena dalam kuasanya.

Dia tak ingin gadis itu terlepas dan kabur, bisa-bisa dia akan di marahin habis-habisan.

Nafas lega terdengar samar dari mulut pria itu saat dia berhasil membawa Rena masuk, sedangkan gadis itu sudah tak lagi berontak.

Tenaganya sudah terkuras habis, kini tubuhnya terkulai lemas. Namun air matanya masih mengalir dan Isak tangisan pun masih terdengar.

Pria itu menurunkan Rena dan membaringkan tubuhnya di sebuah ranjang, lalu membuka borgol yang membelenggu tangan mungil Rena.

Pria itu menahan nafasnya saat melihat tangan Rena yang membiru, tubuhnya berkeringat.

"Kenapa masih disini? Cepat keluar!" Nada dingin terdengar dari arah pintu masuk.

Sontak membuat pria itu gemetar dan langsung menjauhi rena, sedangkan Rena masih saja terisak dan kini makin keras.

Rasa nyeri di lengannya membuat air matanya pecah lagi, bukan karena sakit tapi memang dia tak bisa lagi menahan air matanya.

Pria itu menunduk hormat pada memiliki suara dingin itu lalu pamit keluar meninggalkan Rena sendirian bersama pemilik manik biru itu.

Manik biru itu berjalan mendekati Rena yang kini masih menangis, mata coklatnya tak terlihat karena tertutup. Hanya ada air mata yang keluar membasahi pipinya.

Rena terlalu menghayati nasipnya yang malang, dia tak menyadari jika ada satu sosok yang kini duduk disampingnya.

Manik biru itu menatap Rena dengan tatapan dingin, wajahnya terlihat datar tapi sangat jelas tergambar perasaan lega dan senang karena telah menemukan apa yang dia cari.

"Jangan menangis" bisiknya di telinga Rena, sontak membuat Rena merinding sekaligus kaget.

Spontan membuat Rena mendorong tubuh itu dengan kasar.

"Menjauh bedebah!, Apa perduli Lo  hah?. Apa masalah Lo sama gue sialan!. Gue cuman mau hidup tenang apa susahnya anjing!" Bentak Rena dengan nada kesal, dia benar-benar kesal saat ini.

Pemilik manik biru itu meringis kesakitan, sorot matanya terlihat tajam namun tak membuat Rena gentar.

Malah berbalik membalas tatapan tajam itu. Aura suram terasa jelas dari kedua, seakan mereka adalah lawan yang seimbang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel