Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 7

Sejak Mesya mengatakan keseriusannya, Rena makin hari makin berubah sangat jelas terasa.

Membuat Mesya kecewa, seseorang yang dia anggap adalah pilihan tepat malah menjadi sebilah pedang yang merobek hatinya untuk pertama kali.

Mungkin ini karma, ya karma karena telah mengabaikan orang-orang tulus di sekitarnya. Dia malah jatuh di tangan manusia brengsek seperti Rena, kebodohan Mesya makin bertambah saat dia dengan acuh dengan segala sikap yang di tunjukkan Rena.

Tak hanya dingin, Rena juga menjadi tak perduli padanya. Tak jarang seminggu gadis itu tak memberi kabar, sialnya lagi Rena pernah kepergok jalan dengan wanita lain.

Ingin Mesya marah, ingin dia melabrak mereka namun apa daya. Dia terlalu takut kehilangannya Rena, dia takut jika dia bersikap bar-bar maka Rena akan mudah mengatakan perpisahan yang selama ini Mesya hindari.

Sebisa mungkin dia jadi pacar yang baik dan sempurna untuk Rena, berharap itu cukup membuat Rena bertahan dan menganggap jika Mesya adalah pilihan yang tepat.

Sayangnya itu hanya anggapan Mesya saja, bagi Rena. Mesya adalah beban, ya beban yang tak bisa dia tampung dan ingin dia lepaskan.

Dia benci dengan rasa bersalah yang dia rasakan, dia benci dengan kenyataan bahwa dia begitu jahat pada wanita itu.

Tapi apa daya, dia gak bisa menahan diri untuk tidak menjajal hati yang lain. Lagi pula dia belum mau menjalin  hubungan yang serius, karena tak ada cinta di antara mereka.

Lebih tepatnya hanya Mesya yang mencintainya, hubungan yang begitu ironis dan merugikan satu pihak yaitu Mesya.

Dalam hati kecilnya, Rena begitu ingin membalas cinta Mesya tapi rasanya itu tak mungkin mengingat jika dia tak pernah jatuh cinta pada siapapun bahkan sekali pun dia mencoba.

Apalagi hatinya terlalu mati, perasaannya hambar dan sunyi.  Bagaimana dia bisa mencintai seseorang jika dia saja tak mengerti bagaimana itu cinta, rasanya begitu memuakkan hidup dalam tekanan.

Huhhhhh......

Satu desahan kecil keluar dari mulut Rena, raut wajah tak bersahabat tergambar jelas di wajahnya.

Entah kenapa dia selalu ingin marah dan kesal jika bersama Mesya, ya sekarang dia sedang bersama Mesya. Tak ada pembicaraan di antara mereka, keduanya hanya duduk saling berhadapan.

Rena menundukkan kepalanya fokus pada makanannya, sedangkan Mesya menatap Rena intens. Tentu saja hal itu menimbulkan rasa tak nyaman, Rena mendongakkan wajah mesya yang kini masih menatapnya.

"Jangan menatapku begitu, sangat menganggu" protes Rena, Mesya berdenyit dan mengangkat alisnya bingung.

"Salah ya kalau natap pacar sendiri?" Bukannya menjawab, Mesya malah bertanya.

Rena mendesah pelan, lalu kembali fokus ke makanannya.

"Sudahlah, jangan di perpanjang" jawab Rena tanpa menatap Mesya.

Sedangkan wanita itu hanya diam tanpa merespon, entah apa yang kini dia pikirkan. Yang jelas itu ada hubungannya dengan Rena, namun sepertinya bukan hal yang akan berakhir baik.

"Kenapa kamu berubah?" Tanya Mesya dengan nada lirih, Rena berdenyit namun sedetik kemudian wajahnya terlihat datar.

"Karena aku bosan sama kamu" jawab Rena dengan enteng, tak ada rasa bersalah yang terlihat di wajahnya.

Tentu itu membuat luka yang begitu dalam untuk Mesya, walau hubungan mereka hanya tak begitu lama. Hanya sebulan lebih, namun harapan yang dia tanamkan begitu besar dan sekarang dia malah menuai rasa sakit yang tak berujung.

"Lalu?" Tanya Mesya lagi dengan nada gemetar.

"Kita putus saja, itu lebih baik. Aku dan kamu gak cocok lagi, jangan di paksakan karena percuma itu akan melukai kamu saja" jawab Rena lagi-lagi dengan wajah santai dan nada enteng.

Seakan apa yang dia katakan bukan hal yang begitu penting dan tak memiliki pengaruh apapun, andai dia tau jika kini hati Mesya sudah hancur lebur.

Dia tak bisa menahan lagi semua rasa sakit yang muncul, dia tak bisa menahan air matanya untuk turun. Rasanya sesak dan juga perih, Mesya tak mengerti kenapa? Kenapa Rena begitu tega padanya setelah semua yang dia lakukan pada wanita itu.

Dimana tanggung jawab gadis itu terhadap Mesya, terhadap hatinya yang kini remuk serta terhadap perasaannya yang terlanjur memiliki Rena.

Sayangnya Rena tetaplah Rena, gadis berhati dingin dan tak tersentuh. Walau wajahnya terlihat ceria dan cerah tapi sebenarnya itu hanya topeng, dia terlalu piawai dalam menipu mata siapa saja termasuk orang-orang terdekatnya.

Tentu saja bukan mata tuhan karena dia tau segalanya.

Sekeras apapun, setulus apapun, dan sebesar apapun cinta yang kalian tawarkan tak akan bisa membuat hati Rena merasa penuh.

Ada saja kekosongan yang dia rasakan, kekosongan itulah yang membuatnya menjadi seperti sekarang.

Rena mendesah pelan, lalu bangkit dari duduknya. Dia kira tak ada yang harus di perjelas dan di perbaiki, rasa bosannya sudah di ujung tanduk namun dia tak punya kesempatan untuk memulai.

Lebih tepatnya dia gak bisa memulai tanpa di mulai, sekarang adalah kesempatan yang baik untuk melepaskan apa yang dia tahan.

Sedangkan Mesya sudah terisak,  persetanan dengan malu. Hatinya benar-benar hancur, dengan kasar dia meraih tas miliknya.

Dia mengambil beberapa lembar uang 100 lalu memberikan pada kasir, entah itu kurang atau lebih Mesya tak perduli yang jelas dia butuh tempat untuk melepaskan semua rasa sakit yang makin menyesakkan.

Tanpa wanita itu Sadari jika ada sepasang mata yang kini menatapnya sendu, namun ada amarah yang tergambar jelas di wajahnya.

"Brengsek!, Lo akan merasakan sakit yang sama Rena. Lo udah bikin orang yang gue cinta hancur" gumamnya penuh amarah.

Ada rasa sesal di hatinya, kenapa dia tak terus berjuang merebut hati beku Mesya, kenapa dia memberikan bajingan itu bersama Mesya. Seharusnya dia tau kalau playgirl tetap playgirl, tak ada kata berubah dalam kamus mereka.

Sekali brengsek tetaplah brengsek, dia bersumpah demi apapun akan membalas luka yang Rena toreh pada hati Mesya.

Dia sudah berbaik hati untuk tidak menghajar gadis itu karena dia seorang wanita, Rohim masih memiliki harga diri sebagai laki-laki.

Tapi sekarang?, Persetanan dengan harga diri. Gadis brengsek itu benar-benar membuatnya lupa kalau dia pria.

Rohim mendesah pelan, lalu berjalan mengikuti Mesya. Dia takut jika wanita itu melakukan hal yang tak di inginkan.

Hingga akhirnya mereka berhenti di taman, taman itu terlihat sepi pengunjung seakan tau jika Mesya butuh tempat untuk meluangkan amarahnya.

Rohim merasa terluka, bahkan lebih sakit dari yang Mesya rasakan. Dia merasa bahwa semua yang terjadi pada Mesya adalah kesalahannya, dia yang menyebabkan gadis itu merasakan penderitaan yang tak seharusnya dia rasakan.

Tanpa pria itu sadari kini dia sudah berada di dekat Mesya dan merengkuh tubuh Mesya yang kini bergetar hebat, tangisnya pecah saat tangan kekar milik Rohim memeluk erat tubuhnya.

"Ssst... Jangan menangis, aku ada di sini. Aku gak akan meninggalkan kamu seperti dia, aku pastikan jika hanya ada senyuman di bibirmu" seru Rohim menenangkan Mesya yang kini masih menangis.

"Jangan buang air matamu, jangan sia-siakan hanya untuk menangis gadis sialan itu" timpal Rohim.

Mesya hanya diam, namun tangisnya sedikit demi sedikit mulai reda.

"Aku jamin dia akan merasakan sakit yang sama seperti kamu rasakan sayang" ujar Rohim penuh dengan dendam.

Sontak membuat Mesya melonggarkan pelukannya dan membuat jarak antara keduanya.

"Jangan, dia gak salah. Aku yang salah him, aku yang terlalu berharap. Aku yang terlalu dalam mencintainya, padahal ada kamu yang tulus cinta sama aku" ucap Mesya dengan suara serak, dia tak ingin jika Rohim menyakitkan Rena.

Tentu saja membuat Rohim cemburu sekaligus marah, setelah semua yang Rena lakukan pada Mesya. Wanita itu masih saja membela bahkan melindungi gadis brengsek itu, menyebalkan!

Sadar jika pria di depannya kesal, Mesya mencoba untuk membuat Rohim paham kalau dia tak ingin balas dendam.

Yang dia inginkan cuman satu yaitu kebahagiaan Rena, wanita itu benar-benar baik. Setelah apa yang Rena perbuatan, Mesya masih saja memikirkan tentang kebahagiaan gadis itu.

Itu karena Mesya sadar, kalau sebelumnya Rena itu kesepian. Tak pernah merasakan kebahagiaan, satu bulan sudah cukup merasakan aura Rena yang kelam dan suram.

Selama mereka bersama, Mesya selalu berusaha memberikan warna pada Rena namun nihil. Cinta yang Mesya miliki gak mampu menghalau kegelapan yang menenggelamkan jiwa Rena.

Mesya menangkupkan kedua tangannya pada wajah Rohim dan menatap pria itu intens.

"Dengar, Rena sama sekali tak salah. Dia hanya melakukan apa yang harus dia lakukan, di sini aku yang salah. Aku yang memaksa hubungan kami tetap bertahan, tanpa perduli jika Rena sudah tak nyaman. Jadi tolong jangan berbuat hal yang akan kamu sesali" ujar Mesya dengan nada serius.

Wajah Rohim terlihat memerah, dia melupakan amarah dan rasa cemburunya karena tingkah Mesya yang membuat dia salah tingkah.

Rohim hanya mengangguk patuh, sedangkan Mesya tersenyum lembut lalu memeluk kembali rohim.

Mungkin ini saatnya dia mencoba melihat Rohim yang selama ini terus saja mencintainya tanpa henti, dia sudah merasakan mencintai seseorang dan rasanya sakit.

Jadi kini dia ingin merasakan yang namanya di cintai mungkin akan mencintai, Mesya berharap kalau keputusannya sekarang akan membuat lembaran yang lebih baik.

Tak ada salahnya bukan mencoba, kalau pun berakhir sama. Yang penting Mesya sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik, Mungkin saja bukan Rena bukan jodohnya jadi tak ada salahnya untuk melepaskan demi hal yang baik bukan?.

Walau Mesya tak yakin niatnya akan berjalan dengan baik, setidaknya dia punya keinginan untuk melupakan lukanya dan menyambut harapan baru.

______________________________________

Cerita ini adalah wujud dari harapan saya sendiri, kurang lebih Rena adalah gambaran saya dulu sebelum punya rasa lelah.

Bagi kalian yang menganggap player itu manusia bejat dan harus di musnahkan, tolong jangan memandang sebelah mata.

Ah ya satu lagi, saya terimakasih atas vote dan dukungan kalian. Tapi tolong budayakan untuk komen, itung-itung bantu saya pas typo hehehe.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel