Chapter 3
Alunan musik menggema memenuhi gendang telinga Rena, sedangkan jari-jarinya terlihat menari-nari di atas keyboard.
Mata coklat tua khas pribumi terlihat fokus ke monitor, mata tersebut terlihat lincah seirama dangan jari jemarinya.
Mulutnya terlihat sibuk mengunyah stik biskuit pokky rasa green tea, dia memang menyukai rasa itu di bandingkan rasa lain seperti coklat, susu dan stroberi.
"Ren, sudah edit backgroundnya?" Tanya pria berkacamata yang duduk di sampingnya.
Walau telinganya di tutupi oleh headset namun dia masih mendengar jika orang berbicara, dia menoleh kearah Vino ya nama pria itu adalah vino sedangkan gadis itu sendiri adalah Rena.
Sekarang dia sedang berada di kantornya lebih tepatnya di ruangan editor, di sana hanya ada dua orang dia dan vino. Sedangkan yang lainnya berada di ruangan berbeda walau masih satu tempat dengan tugas serta pekerjaan masing-masing.
Ada dua ruangan di sana, satu adalah ruangan desain dan perancang. Tugasnya adalah merancang dan membuat karakter game yang akan di buat, yang kedua adalah editor itu adalah ruangan Rena yang bertugas mengedit dan menghidupkan karakter game.
Namun ruangan editor terbagi lagi jadi dualagi, yang pertama adalah ruangan untuk melakukan editing. Tentu itu bukan tugas Rena dan vino, tugas mereka hanya merevisi dan meningkatkan kualitas game saja.
Walau terlihat mudah namun pekerjaan mereka adalah yang tersulit, mata keduanya harus jeli dan otak mereka pun harus kreatif.
Jika tidak maka game yang mereka kerjakan tak akan mendapatkan peringkat dalam tangga penjualan, bahkan mungkin tak ada yang mau mendownload karena terlihat membosankan.
Fitur-fiturnya pun banyak yang cacat, jika itu terjadi bukan pujian yang mereka dapatkan melainkan sebuah kritik pedas.
Saat ini Rena dan vino sedang mengerjakan game online, game tersebut bergenre tentang petualangan dan strategi.
Ada banyak hal menarik disana, pemain tak hanya di tuntut untuk melakukan perjalanan namun juga harus membuat sebuah kerajaan, tak hanya itu mereka juga di suguhkan dengan fitur-fitur menarik yang terlihat modern.
Boleh di bilang game itu memiliki potensi untuk menduduki posisi kesatu dalam dunia game, ini pertama kalinya dalam sejarah Indonesia.
Membuat game tanpa meniru sedikit pun dari game-game yang sudah laris di pasaran, kalian perlu tau jika game itu adalah usulan dari Rena.
Bahkan dia turut adil dalam merancang karakter serta arena dalam game, game itu lahir karena kecintaan Rena pada game.
Dulu dia pernah bermimpi untuk menciptakan sebuah game dimana game tersebut bisa membuat pemainnya merasa puas, ya tak hanya fitur-fiturnya yang bagus game tersebut juga menggunakan sebuah program dimana pemain bisa membuat karakter sendiri bahkan mungkin menggunakan wajah mereka untuk menjadi karakter game yang akan mereka mainkan.
Itu artinya didalam game terbaru tak hanya ada satu atau dua karakter game dengan wajah yang sama, maka dari itu mereka berkerjasama dengan perusahaan Jepang, Korea dan Amerika untuk mengembangkan game tersebut.
"Sedikit lagi bang, gue merasa ada yang kurang" jawab Rena tanpa mengalihkan pandangannya ke monitor.
Vino mengangguk paham lalu melanjutkan pekerjaannya.
"Di percepat ren, sore kita bakal rapat sama pihak Amerika." Ujar vino, Rena mengangguk paham.
"Iya tau, oh ya ngomong-ngomong siapa yang bakal jelasin ini game?" Jawab Rena lalu bertanya tentang siapa yang akan menjelaskan secara detail tentang game yang mereka buat tersebut.
"Siapa lagi kalau Lo bego, emang disini ada yang ngerti sama konsep game ini." Jawab vino datar, Rena mendesah kesal.
Dia sedikit menyesali apa yang dia lakukan setahun yang lalu saat pertama kali dia masuk ke perusahaan ini, seharusnya dia tak buka mulut dan menguraikan apa yang ada di otaknya.
Yab, game ini sudah di rancang setahun yang lalu dan akan di liris setelah semua selesai.
Rena itu tipe orang yang tak mau ambil bagian dalam suatu hal, misalnya di organisasi OSIS. Dia sama sekali tak tertarik untuk masuk, bahkan saat dia kuliah dia hanya mengambil satu organisasi yang dia senangi.
Karena itu wajib bagi semua mahasiswa, itu pun dia hanya sebagai anggota. Saat rapat pun dia tak terlalu tertarik untuk ambil adil dalam pengambilan keputusan, namun bukan berarti dia orang antisosial atau sejenisnya.
Dia hanya terlalu malas untuk melakukan hal merepotkan itu dan ujung-ujungnya dia sendiri yang repot ya contohnya seperti sekarang.
Rena tak menjawab dia kembali fokus ke monitor, mengacuhkan vino yang sedari tadi mengoceh. Rena tak tertarik untuk merespon setiap kalimat yang keluar dari mulut vino, dia sedang kesal sekaligus tegang.
Setelah sekian lama bergelut dengan komputer akhirnya pekerjaan Rena dan vino selesai, itu artinya mereka bisa mengisi perut mereka yang kini kosong.
"Lo mau ke kantin atau pulang?" Tanya vino pada Rena yang kini sedang membereskan mejanya.
"Kayak biasa pulang" jawab Rena tanpa mengalihkan fokusnya.
Yab, setiap istirahat Rena memang sering pulang. Sebenarnya dia tak pulang, dia mencari makanan yang pas di kantongnya.
Beberapa bulan yang lalu dia memutuskan untuk menabung dan mengurangi membeli game, dia berniat mencari biaya untuk melanjutkan studinya.
Yab, dia ingin mengambil S2. Keinginannya itu muncul saat dia ngobrol ria dengan salah satu mahasiswa, keinginan untuk belajar dalam dirinya kembali muncul toh dia bisa mengambil jam malam dan siangnya dia bisa kuliah.
Lagian gak ada kesibukan yang penting, selain game dan berada di clup.
Vino mengangguk paham, dia mengerti dengan keadaan Rena. Walau gaji gadis itu terbilang lumayan namun pria itu tau tak hanya Rena sendiri yang menggunakannya, yab vino tau tentang Rena dan ayu sekeluarga.
Ya itu karena dia dan Rena sangat dekat, bagi vino Rena sudah seperti adiknya sendiri tak heran jika mereka menerima gaji vino sering menyisipkan sedikit uang untuk Rena.
Lagian dia juga tak punya tanggung jawab seperti Rena, dia juga tak keinginan untuk melanjutkan pendidikannya.
Dia sudah puas dengan hasilnya yang sekarang, yang perlukan sekarang adalah seorang istri ya seorang istri.
Di umurnya yang hampir menginjak 30 tahun, vino tak kunjung memiliki pasangan. Boro-boro mau punya pasangan, sekarang aja masih jomblo.
Dia trauma dengan namanya sebuah hubungan, dulu dia sering menjalin hubungan namun berakhir tragis.
Padahal dia sudah serius dan berniat baik ingin melamar wanita tersebut, ternyata oh ternyata dia sudah hamil dan itu bukan anak vino.
Tak hanya itu, vino juga sering di tinggal selingkuh oleh wanita-wanitanya. Entah memang nasipnya yang buruk atau memang jodohnya belum juga muncul-muncul, rasanya dia sudah lelah sendiri apalagi orang tuanya terus menagih agar vino segera menikah dan memberikan cucu.
Itu benar-benar membuat vino frustasi, dia ingin bahkan sangat ingin menikah dan menjalani rumah tangga namun apa dayanya tuhan belum memberikan dia jodoh.
Sekeras apapun dia berusaha tetap hasilnya sama, bahkan dia sudah sering di jodohkan oleh orang tuanya sayang seribu kali sayang lagi-lagi berakhir tragis. Vino benar-benar merasa putus asa, tapi itu sebelum dia kenal Rena.
Gadis yang dia anggap sebagai adik itu selalu memberikan semangat, dia bahkan sering mengatakan jika ada banyak wanita cantik dan baik di luar sana.
Jadi jangan takut untuk tidak kebagian jodoh, mendengar kalimat konyol Rena setiap dia galau membuat vino tertawa.
Apa yang di katakan Rena benar adanya, mungkin Tuhan merencanakan hal yang lebih baik untuk dirinya.
Singkat cerita kini Rena sedang mengayuh sepeda lipat yang dia beli saat gaji pertamanya.
Itulah yang jadi kendaraan untuk dia berangkat bekerja, bukan tak memiliki keinginan untuk membeli motor hanya saja saat ini dia belum bisa.
Toh, pakai sepeda lebih sehat. Setiap hari dia mengerakkan tubuhnya, Kayuhan kakinya terhenti dan dia turun dari sepedanya yang kini terpakir di samping ruko.
Ya, dia berada di ruko yang biasa dia datangi. Ruko sederhana, yang menyediakan berbagai makanan yang pas di kantong tipisnya.
Dia masuk dengan langkah semangat, bahkan matanya terlihat berbinar-binar saat melihat makanan yang kini terpajang di dalam lemari kaca.
"Mas, pesen yang kayak biasa" ujarnya pada pria parubaya yang kini sibuk menyiapkan pesanan pelanggan.
Pria itu mendongak dan menatap kearah Rena, dia sudah sangat hapal bagaimana pesanan Rena karena gadis itu selalu duduk di meja yang sama dan setiap hari makan di sana.
"Oke neng, tunggu bentar" jawab pria itu, Rena mengangguk paham.
Tak berselang lama pesanannya datang, wajah Rena terlihat sumbringah. Tanpa bicara dia langsung menyantap makan siangnya, dia selalu saja suka dengan rasa masakan yang ada disini.
Mengingatkannya pada rumah, ya rasa makanan disini sama persis dengan rasa masakan ibunya. Kadang-kadang membuat rasa di hati Rena menjadi kacau, ada rasa penyesalan yang mendalam di hatinya.
Dia merasa bersalah karena kabur dari rumah, dia yakin sangat yakin jika keluarganya sangat khawatir. Namun ego Rena lebih menguasai diri saat itu, dia terlalu muak dan lelah dengan sikap mereka yang mengekang Rena walau itu untuk kebaikannya.
Satu desahan kecil lolos begitu saja dari bibir mungilnya, matanya terlihat sendu dan berkaca-kaca.
Dia merindukan keluarganya, ayah, ibu dan ketiga kakaknya. Dia rindu kamarnya, dia rindu kasurnya, dia rindu gulingnya, dia rindu sangat rindu dengan semua yang ada di rumahnya.
Dia rindu desanya, apa dia akan memiliki kesempatan untuk pulang? Rasanya begitu mustahil. Rasa takut yang merasuki hatinya begitu kuat, ya dia takut jika dia kembali hanya ada kebencian dan amarah yang dia terima.
Mengingat semua yang dia lakukan, sangat mungkin jika orangtuanya dan ketiga saudaranya membenci Rena.
Karena tak bernafsu lagi untuk makan, Rena memilih pergi tapi sebelum itu dia membayar makanannya.
Dengan lesu dia mengayuh sepedanya kembali ke kantor, walau sebenarnya dia tidak mood lagi untuk kembali kesana.
