Chapter 2
Awalnya orang tua dan saudara-saudara Rena menganggap itu lelucon belakang, anak manja seperti Rena mana mungkin pergi apalagi tidak punya apa-apa untuk di bawa.
Ya begitulah pikir mereka, sayangnya mereka sama sekali tidak tau kalau Rena sudah merencanakan semuanya dengan matang, semua hal-hal kecil dia pikirkan sebelum kabur.
Bahkan tentang keluarganya yang akan melapor ke polisi atas kehilangan dia, jadi dia berusaha keras untuk menyembunyikan dirinya dan mengelabui petugas.
Rena itu anak yang cerdas, bahkan hampir sebanding dengan kepintaran psikopat.
Dia cerdik dan licik, saat itu dia tak langsung ke Jakarta. Rena terlebih dahulu menjelajahi kota-kota besar yang ada di Sumatera, walau hanya menginjakkan kakinya di sana tanpa menikmati keindahannya.
Setelah berada di Aceh dia berlayar ke kepulauan Bangka Belitung, setelah itu dia baru terbang ke Jakarta.
Jadi akan sangat susah untuk menemukannya, jika dia langsung terbang dari Palembang ke Jakarta akan sangat mungkin jika dia terendus oleh petugas.
Rena benar-benar ingin lenyap tanpa jejak, semua yang di lakukan benar-benar membuahkan hasil. Sampai sekarang tak ada titik terang dari keberadaannya, keluarganya yang ada di Sumatera Selatan pun sampai sekarang masih mencari keberadaan Rena.
Walau harapan mereka sangat minim mengingat sekarang sudah satu tahun lebih bahkan hampir dua tahun Rena menghilangkan.
*****
Kini gadis itu berada di clup, bukan untuk melakukan pekerjaan yang biasa dia kerjakan disana.
Malam ini gadis itu hanya duduk di salah satu sofa yang ada di sana dan mengamati sekeliling, dia tak berniat melakukan hal gila malam ini.
Hingga akhirnya matanya tertuju pada satu wanita, cukup lama dia menatap wanita itu. Bukan karena Rena kagum atau terpesona dengan kecantikan wanita itu, wanita tersebut tidak termasuk dalam katagori cantik bagi Rena atau pria-pria yang ada di clup itu.
Karena memang wanita itu sama sekali tak menarik, walau dia mengenakan pakaian mini tetap saja tak membuat dia jadi pusat perhatian.
Rena bangkit dari duduknya dan menghampiri wanita tersebut, dia hanya berniat baik menemani wanita itu.
"Hai, boleh gue duduk?" Sapa Rena lengkap dengan senyum manis.
Dia meminta izin untuk duduk satu meja dengan wanita tersebut, wanita itu berdenyit bingung namun dia tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Iya boleh kok" jawab wanita itu, Rena lagi-lagi tersenyum dan duduk di kursi yang kosong.
"Kakak sendirian atau sama temen?" Tanya Rena sok akrab, wanita itu mengdongkak dan tersenyum pada Rena.
Senyumnya terlihat manis karena ada satu lesung pipi menghiasi pipi sebelah kirinya.
"Gak kok sama temen tapi dia sama pacarnya terus pergi gak tau kemana" jawab wanita itu, rena mengangguk paham.
"Oh ya, kita belum kenalan. Nama gue Z.U (zi.yu)" ujar Rena sambil mengulurkan tangannya pada wanita tersebut, tanpa ragu wanita itu langsung menyambut uluran tangan Rena dengan ramah.
"Nama gue Renata, Lo bisa panggil gue Rena atau nata terserah" jawab wanita itu, Rena tersenyum penuh arti.
Sebenarnya dia ingin terkekeh geli karena nama mereka sama, lainnya nama wanita itu Renata sedang Rena itu Laurena.
Setelah perkenalan itu keduanya banyak berbincang-bincang, hanya obrolan ringan seputar kehidupan dan pengalaman masing-masing.
Namun tiba-tiba saja obrolan mereka terhenti, suara gaduh musik DJ pun tiba-tiba ngecil. Yang terdengar hanyalah suara kegaduhan yang ada di lantai dansa, awalnya Rena gak menggubris hal tersebut karena dia pikir bukan urusannya.
Tapi tiba-tiba saja dia menoleh kearah kegaduhan tersebut karena mendengar suara yang dia kenal, matanya menyipit mencoba memperjelas penglihatannya.
Gadis itu berdenyit saat melihat ayu yang sedang cakcok mulut dengan seorang wanita, tanpa berpikir panjang Rena langsung bangkit dan berjalan turun menuju lantai dansa.
Dia tak memperdulikan Renata yang kini memanggilnya dari arah belakang, bahkan wanita itu mengekori Rena turun ke lantai dasar.
Rena mempercepat langkahnya dan mengacuhkan upatan orang-orang yang dia tabrak karena menerobos lautan manusia, gadis itu bernafas lega saat berhasil menerobos lautan manusia tersebut.
Rena berjalan mendekati ayu dan teman-temannya, Rena sudah bisa menebak siapa bilang keroknya. Kalau gak Asti mah sih Wilda, karena mereka berdua yang mulutnya minta di jahit.
Tapi ayu? Wanita itu jarang mau ikut campur dengan urusan begini, makanya Rena langsung turun.
Secara spontan Rena berlari saat satu botol air mineral siap menguyur ayu, Rena langsung menarik wanita itu dan membiarkan dirinya yang basah.
"Rena" gumam kaget.
Teman-teman ayu pun sama, mereka terlihat tersentak karena kehadiran Rena yang tiba-tiba.
Sedangkan Rena, gadis itu memejamkan matanya menikmati rasa dingin yang kini menjalar di wajah dan tubuhnya yang basah.
Satu tarikan nafas panjang terdengar dari Rena, lalu di hela pelan seiring dengan matanya yang terbuka.
Yang pertama kali Rena lihat adalah mata biru yang cantik, hidung yang mancung, bibir tipis yang menggoda dan wajah yang cantik juga menawan.
Seketika Rena terhipnotis oleh pesona wanita yang kini ada di depannya dengan wajah angkuh dan aroggan.
"Cik pahlawan kesiangan" ketus wanita bermanik biru itu, seketika Rena tersadar jika di depannya bukan bidadari melainkan iblis arogan.
"Maaf?" Ujar Rena dengan wajah polos, dia sama sekali tak tau apa masalahnya namun jika di lihat dari garis-garis wajah empat wanita cantik di depannya.
Ini bukan masalah biasa apalagi kakak angkatnya yaitu ayu sudah bicara dan ikut cekcok, bahkan hampir baku hantam jika Rena tak cepat.
"Apa yang kamu lakukan bocah?, Mau ikut campur dan jadi pahlawan kesiangan jalang-jalang sialan ini" tanya wanita di samping wanita bermanik biru lengkap dengan wajah ketus dan tak bersahabat.
"Atau mungkin kamu adalah teman mereka, wanita-wanita murahan ini?. Seharusnya kamu sekolah saja dan mencari kehidupan yang lebih baik bukan menjadi jalang" timpal wanita yang duduk di sofa lengkap dengan tatapan meremeh.
Rena mendesah pelan, dia mencoba tidak tersurut emosi dan bisa menjadi penengah.
"Apa saya terlihat seperti wanita nakal dan murahan?" Tanya Rena dengan wajah polos.
Saat ini penampilan Rena cukup tertutup, dia menggunakan celana jeans panjang dan hoodie berwarna biru dengan garis putih.
Ada gambar beruang di depannya dan ada tulisan the bear di belakangnya, dia terlihat cocok mengenai pakaian tersebut.
Mendengar pertanyaan bodoh Rena, ketiga wanita itu hanya menatap datar Rena. Penampilan Rena memang seperti gadis yang baik-baik, di tambah wajah polos gadis itu membuat Rena terlihat seperti seorang gadis desa yang baru pertama kali masuk ke tempat laknat ini.
Saat salah satu dari ketiga wanita cantik itu ingin membuka mulut, tiba-tiba saja ada yang memanggil Rena dan menghampiri gadis tersebut tanpa tau jika di sekitarnya ada aura yang mencekam.
"Woy, Z.U" sapa seorang pria berperawakan kurus, namun wajahnya cukup tampan.
Ya, jika di clup Rena di panggil Z.U tak ada makna khusus pada nama tersebut dia hanya suka tak ada yang lain.
Sadar jika ada yang memanggilnya, Rena pun menoleh. Wajahnya terlihat datar saat melihat pria yang kini berjalan mendekatinya dengan tampang ingin di tabok, dia sudah tau apa tujuan pria itu memanggilnya.
"Gue lagi gak mood nge-game kampret" jawab Rena seakan tau apa isi kepala pria yang akrabnya di panggil Ferry.
Ferry menatap kagum Rena, dia merasa takjub dengan Rena. Gadis itu bisa membaca apa isi kepalanya padahal dia belum mengatakan apapun, kini pria itu ada di depan Rena dan di antara dua pasukan wanita garang.
Dia belum menyadari jika aura di sekitarnya tidak terasa nyaman, dia terfokus pada Rena dan memikirkan cara untuk membujuk gadis itu untuk ke tempat dimana surga menurutnya.
Yab, Ferry itu termasuk orang maniak game bahkan lebih parah dari rena. Dia melakukan apapun agar dia bisa bermain game bahkan menjajankan tubuhnya pada wanita-wanita kaya tapi kesepian atau gay-gay haus akan belaian.
Yab, karena ketampanan dan juga tubuhnya. Ferry bisa memikat banyak pelanggan, walau dia terbilang kurus namun berbentuk.
Otot-ototnya terlihat menonjol, perutnya pun ada kotak-kotaknya walau tak terlihat jelas. Tubuhnya bersih serta seksi, mungkin karena sering perawatan.
Benar kok, ya bener apa yang kalian pikirkan itu. Ferry itu tipe pria yang agak ke wanita-wanitaan, gak jelas dia itu normal atau suka sama sejenis dia.
Yang Rena tau, Ferry itu lebih begitu mencintai game. Kalau Rena hanya bermain saat sedang bosan atau waktu senggang saja, sedangkan Ferry lebih mengutamakan game bahkan sudah seperti salah satu hal yang wajib untuk dia lakukan.
Karena kegilaan pria itu, mereka di pertemuan dia studio game yang biasa Rena datangi.
"Ye, ayolah. Lagi diskon tau" bujuk Ferry dengan nada menjijikan, Rena memutar matanya malas.
"Gak mau, males lagi pengen santuy-santuy" tolak Rena, dia masih pada pendiriannya.
Ferry terlihat cemberut, namun dia tak kehilangan ide untuk menyeret Rena agar mengikutinya.
"Yaudah gue paksa, pokoknya Lo harus ikut gue. Gue traktir kopi sama ayam goreng sama sate ayam deh" ujar Ferry, dia masih gigih membujuk Rena.
Rena terlihat berpikir, ya lumayan kan dapet makanan gratis pikirnya. Dia terlalu sibuk dengan dunianya dan pembicaraannya dengan Ferry, dia melupakan wanita-wanita yang kini masih menunjukkan aura mengerikan.
"Oke deh gue mau, awas ya Lo kalau boong. Gue minggat, perduli setan sama Lo" jawab Rena setuju, Ferry terlihat senang.
"Kuy lah, tapi kita beli kopi, ayam goreng dan sate ayam dulu. Tapi kalau gak ada gak papa kan kalau sate kamping atau sapi" ucap Ferry penuh semangat, Rena terkekeh kecil.
"Gak papa yang penting makan-makan" jawab Rena tak kalah semangat.
Ayu yang melihat tingkah Rena yang gak banget kalau soal yang gratis- gratis hanya menggelengkan kepalanya pelan.
Berbanding baik dengan ketiga wanita cantik bernama biru, coklat dan kuning. Mereka terlihat kesal, jelas mereka merasa terabaikan dan menganggap jika Rena tidak sopan.
Jelas karena tadi gadis itu berbicara dengan mereka Sekarang malah di lupakan, bahkan dia bertingkah seperti anak kecil saat dia dan temannya membahas soal makanan dan game.
Bukan mereka tak mengerti, mereka tau apa yang Rena dan Ferry bicarakan. Walau mereka hanya beberapa kali ke Indonesia, namun soal bahasa negara yang terkenal seribu pulau itu mereka cukup mengerti.
Entah itu bahasa bakunya atau gaulnya, kini Rena dan Ferry sudah menghilang entah kemana meninggalkan dua kelompok kaum hawa yang masih di balut amarah bahkan mereka saling melempar tatapan tajam.
