Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 12

Emzzzz.....

Erang Rena yang kini menggeliat di atas ranjang, meregangkan otot-ototnya yang kaku. Tubuhnya rasanya mau remuk, semua terasa sakit.

Perlahan tapi pasti dia membuka matanya, yang pertama kali dia lihat adalah langit-langit kamar yang berwarna putih.

Jelas ini bukan kamarnya, kamarnya mana mungkin sebagus dan sebesar ini. Rena mendesah pelan, rasanya dia tak ingin bangun untuk selamanya dia belum siap menghadapi apapun kedepannya.

Ini terasa seperti mimpi, dia benar-benar tak mengerti kenapa dia di kejar-kejar dan di culik begini. Dia kan orang miskin, gak punya apa-apa.

Toh gak ada untungnya juga nyulik dia yang ada rugi pikirnya, tapi bisa saja orang yang nyulik dia malam berniat untuk menjualnya.

Jaman sekarang mah bukan hal aneh lagi kalau ada yang jual manusia, karena ya sekarang tuh dunia penuh dengan orang-orang gila.

Persetanan dengan itu, apapun tujuannya Rena harus cari cara untuk kabur sekali pun ini sudah bukan di negaranya.

Dengan kasar dia membuka selimut yang membungkus tubuhnya, lalu beranjak dari ranjang dan berjalan kearah jendela lalu membuka gorden yang menutupi jendela tersebut.

Rena terlihat menarik nafas panjang melihat kenyataan yang kini benar-benar membuatnya frustasi, dia seperti terjebak di sebuah istana dimana setiap sudutnya penuh dengan penjaga.

Ya begitulah keadaan yang Rena lihat di luar, ada banyak pria berseragam Hitam berjaga di luar sana.

Otak Rena benar-benar buntu, dia tak bisa memikirkan apapun apalagi pria-pria tersebut semuanya memiliki senjata api.

Oh shit!, Rena belum mau mati konyol di sini apalagi di negara orang. Dia belum minta maaf pada keluarganya karena telah kabur, dia juga belum merasakan yang namanya cinta dan belum sempat  bertobat.

Dosanya masih banyak, jadi sebisa mungkin dia gak mati konyol disini.

"Kamu sudah bangun?" Seru seseorang membuat Rena tersentak kaget, sepontan dia menoleh kearah sumber suara.

Rena mendesah lega, dia kira yang berbicara wanita yang sama dengan wanita yang mencakarnya di pesawat dini hari tadi.

Namun Rena masih tak berniat untuk berbicara, dia kembali membalikkan tubuhnya ke arah jendela menatap keluar memikirkan bagaimana dia bisa lari dari penjara ini.

Sedangkan wanita yang kini berdiri di ambang pintu mendesah pelan, sedikit kesal karena di acuhkan.

"Nyonya ingin anda ke bawah dan sarapan bersama" ujar wanita itu lagi, dia adalah seorang pelayan yang di tugaskan rebecca untuk membangunkan Rena dan mengajaknya untuk sarapan.

"Pergilah!" Jawab Rena dingin, membuat aura di sekitarnya jadi tak nyaman.

"Maaf, saya gak akan pergi sebelum anda kebawah bersama saya" ucap pelayan itu sopan.

Rena mendesah kesal, moodnya benar-benar buruk pagi ini. Rena berjalan kearah pintu dengan wajah datarnya, sontak membuat pelayan itu tersenyum.

Dia pikir dia berhasil membujuk Rena sayangnya, kenyataan yang dia terima berbanding balik.

Rena langsung menutup pintu kamar membantingnya kasar, dia benar-benar kesal dan frustasi saat ini.

Pelayan itu tersentak kaget dengan perlakuan Rena.

"Dia tidak mau ya?" Seru rebecca yang tiba-tiba muncul entar dari mana, sontak wanita itu tersentak kaget.

"Eh, iya nyonya. Dia menolak" jawab pelayan tersebut.

Rebecca mengangguk paham lalu mengisyaratkan pelayan itu pergi, pelayan itu mengangguk lalu pergi meninggalkan rebecca sendiri di depan pintu kamar Rena.

Di dalam kamar Rena terlihat begitu frustasi, dia tak bisa memikirkan apapun saat ini. Otaknya benar-benar tak bekerja dengan benar, tak ada satu pun ide atau cara agar dia bisa lolos dari sini karena memang sesuatu yang mustahil jika tak memiliki rencana yang matang.

Rena mengusap wajahnya kasar dan mengacak-acak rambutnya kesal.

"Tau ah bodo Amet" gumannya lalu langsung berbaring di ranjang lagi dan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya.

Ceklek.......

Terdengar jelas di telinga Rena suara pintu terbuka, Rena bisa menebak siapa yang kini masuk ke kamarnya.

Siapa lagi kalau bukan pelayan itu lagi, mungkin saja dia kembali dan memaksa Rena lagi untuk sarapan bersama bos mengerikan itu.

"Sialan!, Sudah saya bilang saya tidak mau makan apalagi lagi sama nenek sihir itu." Ujar Rena dengan nada tinggi, sontak membuat rebecca tersentak kaget sekaligus kesal.

Ya dia kesal, bukannya dia gak ngerti apa yang Rena ucapkan. Walau tak terlalu fasih, bahasa Indonesia rebecca cukup baik dan dia juga cukup menguasai bahasa gaulnya karena punya banyak teman dari Indonesia.

Dengan kasar dia menarik selimut yang menutupi tubuh Rena, sontak membuat Rena mengerang kesal dan memaki orang yang menarik selimutnya.

"Sialan!" Upat Rena kesal

Namun mulutnya tiba-tiba tertutup rapat, rasa kesalnya menguap begitu saja berganti dengan rasa takut. Tubuhnya menggigil, padahal tidak dingin.

Rebecca menatap tajam Rena yang kini menolehkan kepalanya ke samping, dengan kasar rebecca menarik dagu Rena agar wajah mereka saling berhadapan.

Rebecca menundukkan tubuhnya, menipiskan jarak antara mereka, bahkan Rena bisa merasakan nafas rebecca.

Hangat dan nyaman, Rena tak pernah merasa seperti ini dengan siapapun kecuali keluarganya. Perasaan rindu akan keluarganya tak bisa lagi Rena pungkiri, namun saat ini dia tak bisa apa-apa selain menunggu.

Ya menunggu kesempatan untuk lepas dari jerat wanita yang kini menatapnya dengan tatapan sulit untuk di artikan, sedangkan rebecca menatap intens Rena.

Lagi-lagi perasaan asing muncul di dadanya, perasaan ingin memiliki dan hangat menyusup masuk kedalam hatinya saat manik coklat itu menatapnya dengan polos.

Rebecca tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi padanya, kenapa dia selalu merasakan perasaan yang tak seharusnya dia rasakan pada orang asing.

Kedua pasang Mata tersebut terlihat betah untuk saling beradu, membiarkan jiwa menikmati rasa yang kini menguasai hati.

Rebecca melepaskan cengkramannya dari dagu Rena, lalu beralih membelai rambut wajah Rena. Rena hanya diam dan menikmatinya, walau pada kenyataannya di dalam hatinya dia ingin menepis tangan hangat rebecca.

Lalu mendorong dan kabur, sayangnya tubuhnya tak singkron dengan apa yang dia inginkan.

Seakan tubuh Rena adalah milik rebecca dan dia yang memegang kendali penuh atas tubuh rena, manik biru milik rebecca tanpa sadar Menatap bibir Rena yang merah marun.

Sama halnya Rena juga kini menatap bibir rebecca yang merah merekah, akibat lipstik yang wanita itu kenakan.

Hening.

Hanya ada suara desahan nafas kasar rebecca dan Rena yang terdengar, Rena tak mengerti kenapa rebecca begitu mempengaruhi dirinya.

Rena bukan tipe orang yang mudah menyukai seseorang, apalagi sampai memiliki keinginan ingin menyentuh jika tak di pancing.

Tapi kenapa jika dengan wanita yang kini menatapnya penuh hasrat, dia begitu mudah memilik gairah yang mulai membakarnya.

Hanya menatap bibirnya saja membuat Rena panas, bagaimana dengan hal lebih bisa gila kali.

Sama halnya dengan Rena, rebecca tak jauh berbeda. Dia juga kebingungan dengan apa yang dia rasakan, namun rasa penasarannya lebih merajai.

Dia sangat ingin merasakan bibir mungil Rena yang terlihat menggoda, tanpa rebecca sadari kini wanita itu sudah menempelkan bibirnya di bibir Rena.

Terasa hangat dan lembut, rebecca melumat lembut bibir Rena yang terasa nikmat.  Manis dan kenyal serta basah, sedangkan Rena hanya diam.

Ini pertama kalinya dia melakukan hal gila ini, rasanya benar-benar membuat otaknya kosong.

Walau Rena tak tau caranya membalas ciuman itu, dia tetap menikmatinya. Dengan nakal Rena menarik tubuh rebecca agar jatuh ke tubuh mungilnya.

Tak ada yang sadar apa yang kini keduanya lakukan, semua dia luar kendali. Baik tubuh Rena atau pun rebecca seakan punya pemikiran sendiri.

Ini akan jadi hal gila yang pernah Rena lakukan seumur hidupnya, begitu juga rebecca. Dia wanita normal, mana mungkin punya nafsu dengan wanita.

Sayangnya kenyataannya berbalik, tubuhnya merespon dengan baik setiap sentuhan yang Rena lakukan walau itu hanya hal kecil.

Padahal keduanya adalah orang asing, di pertemukan oleh hal gila. Namun kenapa terasa jiwa mereka sangat dekat, kenapa semua terasa familiar.

Membuat Rena dan rebecca bingung.

Dengan nafas terengah-engah, rebecca melepaskan ciumannya lalu menatap Rena yang kini juga menatapnya.

Wajah gadis itu terlihat merona, serta sedikit salah tingkah.

Rebecca bangkit dari tubuh Rena, lalu pergi begitu saja meninggalkan Rena yang kini hanya terdiam.

Memikirkan kegilaan yang baru saja dia lakukan, Rena benar-benar tak mengerti dengan dirinya sendiri.

Kenapa dia hanya diam saat tadi di cium oleh iblis betina tadi, seharusnya dia menolak. Ya seharusnya dia menolak, namun sialnya tubuhnya malah berkata sebaliknya.

"Bangsat!" Upat Rena frustasi.

Wanita gila itu benar-benar tak baik untuk dirinya, sebaiknya dia harus memikirkan cara untuk pergi dari penjara terkutuk ini.

Rena tak ingin hal gila lainnya terjadi, cukup bibirnya saja yang tak perawan lagi jangan yang lain.

Rena tak akan pernah terima jika itu terjadi, dia ingin pulang ya pulang ke kampungnya.

Dimana dia di lahirkan dan di besarkan, dia harus minta maaf pada keluarganya agar kesialan tak mengikutinya terus menerus.

Dengan kasar Rena menarik selimutnya dan menutup tubuhnya lagi, lebih baik dia tidur dan berharap semua hanya mimpi persetanan dengan lapar.

Keadaan rebecca sama seperti Rena, dia juga di Landa kebingungan. Kenapa bisa dia melakukan hal gila itu pada orang asing, padahal dia tipe wanita yang susah melakukan hal-hal seperti itu apalagi dengan orang asing.

Rebecca benar-benar tak paham kenapa dia melakukan hal itu dan terlena dengan bibir Rena yang menggoda.

Sialan! Upatnya dalam hati, dia benar-benar kesal.

Kesal karena tak bisa mengontrol diri,  rebecca tak paham dan tak pernah akan paham dengan dirinya sekarang.

Terlalu banyak hal baru yang muncul, rebecca sama sekali tak memahami apa yang sekarang dia rasakan.

Semua terasa begitu membingungkan, membuat kepalanya hampir pecah.

Semua terasa asing termasuk dengan detak jantung yang kini mengguncang dadanya, sangat berbeda dengan apa yang dia rasakan jika berada di dekat tunangannya sendiri.

Apa yang sekarang dia rasakan lebih bergairah dan dahsyat, rebecca berharap ini bukan hal yang buruk.

Wanita itu mendesah pelan lalu masuk ke dalam mobilnya, mengegasnya ke gedung megah miliknya.

Perusahaan yang selama ini dia pegang dan kelola, karena perasaan aneh itu dia jadi lupa kalau dia belum sarapan.

Persetanan dengan itu, rebecca bisa makan di kantor yang jelas sekarang dia butuh waktu untuk menenangkan perasaannya yang tak karuan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel