Chapter 11
Rebecca
Pernah kalian merasa damai saat melihat sesuatu yang sederhana?, Pernahkah bibir kalian tersenyum tanpa sepengetahuanmu hanya melihat hal sederhana?.
Jika iya, maka kalian pasti memahami perasaan saya saat ini. Campur aduk dan aneh, saya tak mengerti kenapa saya begitu senang saat melihat wajah damai seorang gadis asing yang kini tertidur dengan pulasnya.
Rasa kesal dan amarah yang menguasai diri saya beberapa detik yang lalu menguap tanpa sisa, berganti dengan rasa lega.
"Bawa pergi makanan itu, tolong bawakan kotak obat kesini" perintah saya pada pramugari yang mengekori saya masuk ke dalam kamar.
"Baik nona" Jawabnya dengan sopan, lalu pergi meninggalkan saya dan tikus kecil yang kini terbaring dengan damai di ranjang.
Saya tak pernah dan tak akan pernah bisa memahami diri saya sendiri saat berdekatan dengan gadis berdarah Asia ini, manik coklatnya dan bibir mungilnya yang menggoda membuat sisi liar saya berontak.
Pesonanya begitu kuat, wajah khas Asia miliknya begitu memikat. Saat tangan saya nyentuh kulit halusnya, ada desiran aneh menjalar keseluruhan tubuh saya.
Tatapan pasrahnya mampu membuat gairah saya berkobar, dia benar-benar membuat saya kacau dan juga tenang secara bersamaan.
Tatapan polosnya membuat saya tenggelam, jika saja pramugari sialan itu tak mengetuk pintu mungkin gadis itu sudah saya terkam.
"Nona, ini kotak obatnya" ujar seseorang membuat saya tersentak dan menoleh ke sumber suara.
Ternyata pramugari yang saya suruh membawa kotak obat tadi, saya hanya diam dan mengambil kotak tersebut serta mengisyaratkan wanita itu untuk pergi meninggalkan saya dan gadis yang kini masih terlelap.
Perlahan tapi pasti saya naik ke atas ranjang dan mendekati gadis itu, entah kenapa saya jadi meringis saat melihat beberapa luka kecil di wajahnya akibat goresan kuku saya.
Lagi-lagi perasaan asing datang, rasa bersalah mulai menguasai hati saya. Saya tak pernah begini pada orang asing, boro-boro mau merasa bersalah perduli saja tidak.
Tapi sepertinya gadis ini pengecualian, dia benar-benar membuat saya penasaran. Sebenarnya apa yang dia lakukan pada saya hingga perasaan-perasaan aneh itu datang silih berganti.
Dengan hati-hati saya mengobati luka di wajahnya, lagi-lagi sebuah senyuman terukir tanpa saya sadari saat melihat wajah tenang di depan saya.
Dia sama-sama tak terusik dengan gerakan-gerakan yang ada di wajahnya, setelah membersihkan lukanya dan mengobatinya saya menempelkan beberapa plester luka di luka-luka kecil di wajahnya.
Setelah mengobati lukanya saya memilih berbaring di sampingnya, mata saya terus saja menatapnya tanpa bosan.
Sebenarnya apa yang sedang terjadi pada saya? Kenapa gadis itu mampu menyita dunia saya?, Bahkan orang-orang yang saya anggap penting pun tak bisa membuat saya begini bahkan sekali pun itu Fredro.
Jelas-jelas pria itu merupakan tunangan saya, sebentar lagi akan jadi suami saya.
*******
Rebecca mengelus lembut kepala Rena dan terus menatap wajah Rena, perasaan tenang dan nyaman itu selalu mengalir dalam tubuh rebecca membuat hatinya terasa hangat.
Apa dia sedang jatuh cinta? Rasanya itu hal mustahil, bagaimana bisa dia jatuh cinta pada orang asing. Bahkan dia hanya tau nama, tempat tinggal dan tempat kerjanya saja selebihnya masih jadi misteri.
Gadis yang ada di sampingnya ini terlalu banyak rahasia yang tertutup rapat, tak ada celah untuk masuk dan mengetahuinya.
Rena terlalu rapi menyembunyikan jati dirinya, bahkan sekali pun itu pada perusahaannya bekerja. Ada beberapa dia jujur dan ada beberapa juga dia berbohong, lagi pula bukan jati diri yang di pakai di tempat kerja bukan? Tapi skill dan kecerdasan.
Rebecca menepis pendapat jika dia jatuh cinta pada gadis asing ini, lagipula dia bukan kaum suka sejenis. Dia wanita normal, dia sama sekali tak pernah menyukai dan punya perasaan aneh dengan wanita manapun.
Dia juga hanya bernafsu dengan pria, tapi kenapa? Kenapa dengan Rena dia merasakan apa yang dia rasakan pada laki-laki? Itulah yang sekarang masih jadi pertanyaan tanpa jawaban di benaknya.
Singkat cerita kini pesawat Rebecca sudah mendarat di bandara pribadi milik keluarganya yang ada di Jerman, yab sekarang mereka berada di jerman.
Konyolnya Rena belum juga bangun, gadis itu masih saja tidur. Dia sama sekali tak terusik dengan kegaduhan atau apapun di sekitarnya, karena hal itu Rena jadi di bopong masuk ke dalam mobil.
Gadis itu benar-benar tidur mati saat ini.
Bahkan sesampainya di mansion milik rebecca pun dia belum juga membukakan mata, itu karena dia terlalu lelah di tambah dia juga tak istirahat dengan baik.
Pekerjaannya selalu menuntut ingin di selesaikan, memaksanya untuk lembur. Karena hal itu, Rena selalu pulang di atas jam 12 atau jam 1.
******
Rena
Panik? Ya siapa yang tak panik jika kalian bangun di tempat asing. Takut? Tentu saja, siapa yang tak takut jika kalian membuka pintu ada banyak pria bertubuh besar yang berjaga di tempat pintu dan melarang untuk keluar dari kamar.
Itulah yang sekarang gue rasain, kayak di neraka tau gak. Berasa jadi tahanan, Huhh sebenarnya apa sih salah gue.
Kenapa mereka nangkep gue, sampai sekarang gue gak tau apa masalah mereka sama gue. Belum lagi cewek gila itu, ah rasanya gue yang gila bukan dia.
Bagaimana bisa dengan tatapannya saja bisa membuat gue bertekuk lutut seperti budak, sialan! Gue harus mencari cara untuk kabur.
Lama-lama bersama orang-orang gila bisa membuat kewarasan gue menghilang tanpa sisa.
******
Rena terlihat mondar-mandir bak setrika di kamarnya, memikirkan cara untuk pergi dari tempat itu.
Dia tidak tau atau mungkin lupa jika dia bukan lagi di Indonesia, dia berada di Jerman. Jika dia kabur maka akan jadi malasah besar bagi gadis itu, bisa saja dia malah tersesat atau mungkin malah jadi gelandangan lebih buruknya lagi dia di perkosa dan di jual.
Gadis itu benar-benar tak memikirkan kemungkinan buruk jika dia pergi dari mansion itu, yang dia pikirkan hanya cara untuk kabur sedangkan tak ada celah untuk melakukan itu.
Itu karena mansion tersebut di lengkapi cctv di setiap sudut, beberapa sensor pendeteksi gerakan di sekeliling mansion tersebut.
Tak ada yang bisa keluar karena pegar-pagar tembok yang mengelilingi mansion tersebut di atasnya terdapat sebuah kabel yang di aliri listrik.
Jadi sama saja bunuh diri jika memaksa untuk memanjat tembok itu, satu-satunya jalan untuk keluar adalah pintu gerbang. Sialnya lagi disana penjaganya sangat ketat,belum lagi ada banyak cctv.
Sebelum itu Rena harus memikirkan bagaimana bisa keluar dari kamar dulu, manik matanya terlihat begitu lincah mengamati setiap inci ruangan tersebut.
Sialan! Upatnya lagi.
Rena mengacak-acak frustasi rambutnya, otaknya tak bisa menemukan satu pun ide. Tak ada celah untuk keluar, kalau dia memaksa keluar dari pintu kamar sama saja dia bunuh diri.
Bisa-bisa dia hanya akan membuat tubuhnya terluka lagi, lebih parahnya lagi jika dia terus berontak maka timah panas akan bersarang di tubuhnya.
Rena tak ingin merasakan sakit dengan alasan konyol, sekali pun itu untuk keluar dari neraka ini. Dia tak ingin mengorbankan dirinya sendiri demi bisa lolos, iya kalau rencana itu berjalan dengan lancar.
Bagaimana jika sebaliknya, dia hanya akan membuang tenaga untuk hal percuma. Lagipula dia juga tak tau bagaimana keadaan diluar, apa sama dengan penjagaan di dalam.
Dia juga tak tau bagaimana kondisi diluar, semua harus dia pikirkan terlebih dahulu.
Rena mendesah pelan lalu menghempaskan pantatnya ke ranjang, gadis itu menatap kosong cctv yang ada di sudut kamarnya.
Lalu tatapannya beralih lagi ke lantai, satu-satunya yang bisa Rena saat ini hanya pasrah. Ya lagi-lagi pasrah akan keadaan yang tak mendukung.
Di sisi lain ayu terlihat cemas, dia tak menemukan Rena di kosannya. Bahkan kosan itu masih seperti saat dia tinggal.
Ya, ayu memang sering datang ke kosan Rena saat pagi setelah subuh. Itu sudah rutinitas wanita itu, membangunkan kebo dari tidurnya jika tidak gadis kecil itu akan terlambat kerja.
Sekalian membereskan kosan Rena, kosan gadis itu memang tak pernah rapi sama sekali.
Ayu masih berusaha untuk berpikir positif, mungkin saja gadis nakal itu tidur di tempat temannya atau mungkin ke tiduran di kantor karena dia bilang kalau dia akan lembur dan akan pulang larut malam.
Namun seberapa keras dia berpikir positif perasaannya tetap tak berubah sama sekali, dia tetap khawatir dan cemas.
Wanita meraih ponselnya yang ada di saku lalu menghubungi seseorang, mungkin dia tau dimana Rena berada.
"Halo Vin, Rena udah di kantor belom?" Tanya ayu, ya yang di telepon ayu adalah vino.
Rekan kerja Rena sekaligus orang paling dekat rena setelah dirinya.
"Iya mbak, gak mbak. Dia gak ada, bukannya dia di kosan ya?" Jawab Rena lalu berbalik bertanya.
"Gak ada, dia gak ada di kosan" jawab ayu dengan nada cemas, begitu juga dengan vino.
Pria itu juga tak kalah khawatir, pasalnya terakhir dia melihat Rena saat pulang kantor. Vino pulang duluan karena ada urusan keluarga, sedangkan Rena masih mengerjakan pekerjaannya.
Sangat tidak mungkin jika gadis itu ke clup, vino sangat tau tabiat Rena kalau sudah capek dia tak akan mampir kemana pun dan langsung pulang.
"Mbak tenang dulu, kita cari sama-sama. Yakin aja dia baik-baik aja, dia bukan gadis bodoh" ucap vino menenangkan ayu, wanita itu menghela nafas pelan.
"Gue harap, yaudah kita cari di tempat biasa dia nongkrong." jawab ayu, lalu mematikan sambungan teleponnya.
Vino mendesah kesal karena ayu mematikan telepon dengan tiba-tiba bahkan dia belum selesai bicara, tapi ya sudahlah sekarang yang terpenting dia harus nyari Rena dulu.
Persetanan dengan pekerjaannya, perasaannya benar-benar tak enak saat ini.
Vino langsung bergegas keluar dari kantornya, singkat cerita kini vino sedang mengendarai motornya.
Dia menyinggahi satu persatu tempat dimana Rena biasa nongkrong begitu juga dengan ayu, wanita itu juga mendatangi tempat dimana biasa Rena berada.
Tapi nihil, mereka sama sekali tak menemukan gadis itu. Sambil mencari Rena mereka juga mencoba menghubungi ponsel gadis tersebut sayangnya tidak aktif.
Tentu saja, karena ponsel Rena sudah berakhir di selokan. Bahkan pemiliknya saja tidak tau jika ponselnya jatuh, yang ada di otaknya hanya cara untuk melarikan diri.
Sedangkan ransel milik Rena di bawa oleh pria-pria yang menculiknya, sepedanya terdampar di bak sampah milik warga.
