Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2

Corina baru percaya sekarang jika memang benar kalau di dunia ini ada orang yang bisa membaca pikiran orang lain. Selama ini dia kira itu hanya settingan di televisi atau kalaupun iya benar itu hanya kebetulan saja, tapi untuk keadaan sekarang rasanya itu tidak mungkin hanya suatu kebetulan saja karena sudah terbukti beberapa kali Raffa dapat menebak segala yang ada dalam pikirannya.

"Kamu terlambat mengganti sepatu hak tinggimu 10 menit." Seru Raffa ketika Corina masuk kedalam ruangannya.

"Maaf.. pak, tadi supir yang mengantarkan bilang kalau jalanan macet jadi terlambat."

"Baiklah untuk hari ini saya maafkan, tapi untuk selanjutnya jangan harap saya akan memberikan maaf dengan mudah."

"Baik Pak." Balas Corina dengan lega.

Uh untung gak kena amuk Hitler.

"Oke sekarang rekap keuangan selama satu bulan ini. Kebetulan kita akan menghadapi awal bulan dan pekerjaan kita menumpuk." Titah Raffa dengan sedikit membanting satu map yang lumayan tebal ke hadapan Corina. Untuk seperkian detik Corina terkejut melihat dokumen itu, tapi dia terus mengingatkan dirinya sendiri kalau dia hanya mahasiswa magang dan tidak punya kekuatan untuk membantah perintah pembimbingnya.

"Baik." Jawab Corina dengan pasrah sambil membawa dokumennya.

"Kamu bisa bekerja di kubikel yang ada didepan ruangan saya. Oh ya ada satu staf yang akan membantu kamu selama beberapa bulan ini, namanya Aldi. Mungkin kamu baru akan ketemu dia setelah jam makan siang. Dia sekarang sedang ada keperluan di luar. Jelas?."

"Jelas."

Memang kalau bilang gak jelas bakal dijelasin ulang?.

"Oh ya kamu sepertinya hobi bicara dan mengumpat dalam hati ya?." Tanya Raffa yang lagi dan lagi membuat Corina kaget.

"Hah...?."

"Boleh saya sarankan sesuatu?."

"Bo..boleh pak." Jawab Corina gugup.

"Lebih baik selama kamu magang disini kamu berhati-hati kalau mau bicara apapun dalam hati." Jeda. Raffa memainkan bolpoin di tangannya. "Kenapa kamu harus berhati-hati?, karena itu akan berbahaya untuk kamu di saat kamu mengumpati atau membicarakan saya dan saya tau. Akan ada hukuman yang menanti kamu.” Corina langsung diam setelah mendengar apa yang dikatakan pembimbingnya itu. Dia benar-benar harus menghapuskan kebiasaan buruknya itu karena orang yang ada dihadapannya ini bukanlah orang biasa dan Corina sadar betul Raffa adalah penentu kedamaian hidupnya untuk selama empat bulan kedepan.

Tamat riwayatmu ditangan Hitler, Corina

Ops.. Corina menggeleng. Tanpa sadar dia sudah mengumpat lagi.

**

Raffa mengangkat alis ketika melihat Corina yang tertidur dimejanya saat jam makan siang. Apa dia tidak akan makan siang atau dia sudah tertidur dari jam kerja tadi?, tebak Raffa. Namun betapa terkejutnya Raffa ketika sedang mengamati Corina perempuan itu malah terbangun dan Corina lebih terkejut lagi saat bangun melihat Raffa yang memperhatikannya dengan alis terangkat. Corina tertidur karena merasa kecapekan melihat deretan angka yang membuat matanya mengantuk juga sakit.

"Maaf Pak, saya ketiduran setelah menyelesaikan pekerjaan saya."

"Anggap saja saya tidak melihat kamu." Raffapun berjalan melewati meja Corina dengan tubuh tegap dan wajah angkuhnya membuat Corina tidak sadar sudah mengumpat lagi dalam hatinya.

Memang pak pengennya saya juga saya tidak terlihat oleh bapak.

Corina lemas bukan main. Mulai sekarang dia tidak bisa macam-macam pada bosnya itu bahkan didalam pikirannya sendiri. Seperti tidak ada kebebasan sendiri saja pikirnya. Padahal tempat paling bebas bagi kita manusia ya pikiran kita sendiri. Makanya banyak penulis yang berimajinasi luar biasa bebasnya itu bisa menghasilkan karya yang bagus. Malah diangkat jadi film. Twilight contohnya. Manusia punya hubungan cinta dengan vampir. Itu kan salah satu pemikiran bebas.

"Na gak istirahat makan siang?," tanya Angga tiba-tiba di mejanya membuat Corina terkejut bukan main.

"Aduh ngagetin banget sih loe." Corina mengelus dadanya sendiri.

"Segitunya Na, kaya lihat hantu aja lo."

"Emang. Mulai hari ini gue bakal berasa kerja sama hantu yang bisa dateng dan pergi sesukanya. Jadi maklumi aja ya gue jadi kagetan kayak barusan." Balas Corina.

Angga jadi tertawa kecil. "Maksudnya?." Angga tidak mengerti dengan maksud Corina.

"Aduh Ga, ternyata atasan gue yang terkenal galak kaya Hitler itu punya kemampuan yang nakutin. Dia bisa ada dimanapun dan kapanpun. Dan yang paling nyeremin dia punya kemampuan bisa baca pikiran orang sampai tau apa yang kita obrolin dalam hati. Serem gak tuh?." Jelas Corina panjang lebar sambil berbisik-bisik. Takut tiba-tiba ada Raffa muncul lagi.

"Ah yang bener Na?." Angga merasa tidak percaya. Informasi itu tidak didengarnya.

"Beneran lah, makanya gue gak bisa macem-macem sama dia. Bahkan pikiran gue juga dilarang macem-macem sama dia. Kebayang gak lo tersiksanya gue kaya gimana disini?." Corina menelungkupkan wajahnya dengan frustasi di atas meja.

Angga yang melihatnya bukan merasa prihatin, dia justru merasa itu lucu. Angga bahkan sampai tertawa terbahak-bahak. "Ya ampun, lo itu Corina yang biasanya buat para cowo bertekuk lutut sama lo. Bahkan bikin para cowok pusing tujuh keliling karena bingung harus naklukin lo kayak gimana lagi. Eh sekarang malah frustasi dan sengsara karena om-om gitu. Siapa tau itu karma tau."

"Gak usah curhat colongan gitu dong." kata Corina mendelik pada Angga, sementara Angga semakin tertawa.

"Dikit." Angga tertawa lagi. "Sorry, abisnya lucu. Boleh gak gue share ke anggota genk lo yang lain tentang ini?. Judulnya adzab bagi si penolak cinta."

"Rese lo. "

"Oke. Maaf deh. Jangan ngambek ya nanti cantik lo luntur loh. Pevita Pearce aja kan kalah cantik sama lo."

"Aduh gue mual denger gombalan lo. Hush, mending lo istirahat aja gih sendiri. Gue males. Mau diem aja disini makan roti yang tadi gue bawa dari rumah." Lalu dengan tawanya Angga pergi dari hadapan Corina, sementara Corina kesal bukan main.

"Untung gue gak dikasi rasa sama cowo satu itu, kalau iya udah repot idup gue mesti ngadepin resenya dia. Bakal makan ati terus ."

**

Waktu sudah menunjukan pukul lima sore, tapi Corina masih sibuk dengan berbagai angka yang ada dihadapannya. Corina memang wanita yang memiliki kemampuan baik dalam akademik, tapi tidak genius. Kemampuannya bisa dibilang mencukupi rata-rata lah. Jadi hal yang membuat iri bagi teman-temannya bukanlah kemampuan akademiknya melainkan kecantikannya, keluarga yang berada dan disukai banyak pria.

"Na belum beres?," tanya Tasya yang tiba-tiba sudah muncul didepan kubikelnya.

"Kalau gue masih depan komputer, itu artinya apa Tasya?." Tanya balik Corina. Seharian itu dia sudah disiksa oleh angka-angka dan kelakuan absurd atasannya, jadi wajar Corina menjadi sensitif luar biasa.

"Ya barangkali lo lagi main internet." Jelas Tasya.

Iya juga sih, batin Corina membenarkan.

"Belum beres nih kayanya baru hari pertama aja gue lembur deh Sya. Liat gue mesti nyeleseiin laporan bulanan." Corina mengusap wajah lelahnya.

"Ya ampun hebat ya lo udah langsung dipercaya sama pembimbing lo Na. Gue hari ini cuman perkenalan sama nyusun arsip doang." Corina kaget bukan main. Apa kata Tasya barusan?.

"Angga," teriak Corina dari kubikelnya yang tidak jauh darinya. Dia ingin memastikan apakah disini hanya dia yang langsung mendapatkan tugas berat, atau memang atasan Tasya yang terlalu baik.

"Apa sih Na?, teriak gitu. Gue bentar lagi nyampe ke kubikel lo kali."

"Eh, loe hari ini dapet kerjaan apa dari pembimbing lo?." Tanya Corina tdiak sabar.

"Ehm..., cuman perkenalan terus beresin meja aja sama arsip." Jawaban polos Angga membuat Corina menutup mata dan mengatur pernafasannya.

Dasar piranha, kendondong, Hitler, dinosaurus !!!!, teriak Corina dalam hati tidak karuan. Kalau bukan karena pengen lulus cepet-cepet aku gak pengen deh diginiin. Mama anakmu diperlakukan tidak manusiawi.

Angga yang kebingungan melihat reaksi Corina setelah mendengar jawabannya mengerutkan kening. "Kenapa jadi asem banget gitu sih Na mukanya?."

"Gue udah dikasi tugas buat rekap keuangan bulan ini." Jawab Corina mencoba sabar.

"Ehem..."

"Tuh kan bener kata gue." ucap Corina menunduk lemas.

"Kamu sudah selesaikan tugas yang saya berikan Corina?" tanya Raffa yang sudah berdiri dengan satu tangan yang dimasukkan ke dalam saku celananya.

"Belum pak, tapi saya mau bertanya kenapa saya langsung dikdiberikan tugas berat?. Teman-teman saya yang lain hanya perkenalan dan membereskan arsip saja."

"Kamu ingin ganti tempat magang?." Pertanyaan Raffa membuat Corina mati kutu lagi.

Ya ampun kejam banget ngomongnya, pedes banget kaya bon cabe level 30.

"Enggalah, nanti saya lulusnya makin lama." Corina sudah tidak bisa bersabar lagi.

"Ya udah kalau gitu cepet seleseiin tugas kamu dan jangan samain saya sama bon cabe level 30." ucap Raffa sambil berlalu membuat Corina lemas sementara Angga tidak percaya dan Tasya yang bingung.

"Na kok tiba-tiba Pak Raffa bilang kamu nyamain dia sama bon cabe?." Tasya benar-benar sangat polos.

"Gila Na serem," bisik Angga yang langsung di angguki oleh Corina.

"Ya udah mending lo pada pulang duluan aja, kayanya gue bakal lembur. Nanti gue mau minta jemput aja."

“Bener?.” Tanya Angga memastikan. Corina mengangguk mantap. "Ya udah kita pulang duluan ya Na. Semangat."Angga dan Tasya menyemangati Corina.

"Hati-hati ya sayang sama renkarnasinya Hitler itu." Bisik Angga sambil terkikik geli.

"Ish lo itu ya bisa kali gak manggil gue sayang!!.” Teriak Corina pada Angga.

Tawa Angga kembali pecah seraya meninggalkan Corina yang meratapi nasibnya karena harus lembur di hari pertamanya magang. Sementara Raffa yang sedang mengintip dari dalam ruangannya berkata dengan angkuh, "liatin aja saya gak akan buat kamu tenang selama magang disini.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel