Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Anak Angkat - 2nd

Aku terbangun saat merasakan kecupan-kecupan bertubi pada wajahku. Sesekali dapat aku rasakan bibir bawahku yang tengah dilumat oleh sesuatu. Mengerang kesal, aku akhirnya terpaksa membuka kedua kelopak mataku yang masih terasa berat.

"Morning, Sayang." sapaan lembut itu yang pertama kali aku dengar saat membuka mataku. Aku bisa melihat Papa Bram yang melempar senyum ke arahku.

Dengan wajah gugup aku membalas sapaan papa angkatku dengan kikuk. Masih mengingat akan apa yang terjadi semalam. Dimana aku dibuat tak berhenti mendesah karena Papa Bram memainkan milikku semalam.

Jika aku merasa canggung dengan situasi saat ini, Papa Bram justru terlihat sangat santai. Terbukti dengan raut wajahnya yang terlihat biasa saja. Bahkan seperti tidak pernah terjadi apa-apa di antara kami semalam.

"Cepat bangun dan segera turun. Mama Karina sudah menunggu kita di ruang makan." Papa Bram mengatakan kalimatnya dengan enteng. Bahkan tangannya dengan nakal mengelus dadaku yang menyembul dari selimut yang menutupi tubuh polosku.

Aku merasa terkejut mendengar ucapan Papa Bram jika Mama Karina sudah kembali dari perjalanan bisnisnya. Semoga saja wanita itu tidak curiga dengan cara jalanku nanti.

Jika kalian berpikir aku dan Papa Bram berakhir bercinta dengan panas, kalian benar. Papa angkatku itu dengan perkasa menggagahiku sampai membuatku hampir pingsan. Entahlah, pria itu memiliki tenaga sebesar itu dari mana.

"Ma-Mama udah pulang, Pah?" tanyaku resah. Tanpa sadar aku menggigit bibir bawahku gugup sembari mengeratkan genggamanku pada selimut yang menutupi tubuh polos ku.

Papa Bram tampak mengangguk masih dengan posisinya yang mengungkungku dengan sebelah lengan kekarnya. Netra elangnya terus menatap wajahku hingga membuatku gugup. Siapa yang tidak gugup jika ditatap demikian oleh seorang pria yang mempunyai paras bak dewa Yunani.

Papa Bram lalu membantuku bangun. Aku dengan kuat menahan selimut agar menutupi tubuh polosku. Namun Papa Bram justru merampasnya dan membiarkan aku telanjang bulat di depannya.

Aku benar-benar malu dengan kondisiku saat ini. Sekujur tubuhku penuh dengan bekas cupang yang mulai membiru. Hasil gigitan dari Papa Bram semalam.

"Tubuhmu benar-benar indah, Sayang. Kenapa Papa baru menyadarinya sekarang." puji Papa Bram yang membuatku malu.

Aku memeluk tubuhku sendiri dengan erat berharap agar aset pribadiku tak terlihat oleh mata Papa. Tapi tentu saja semua yang aku lakukan sia-sia. Papa Bram sudah melihatnya, bahkan dia juga sudah mencicipinya semalam.

Papa Bram tampak menyeringai mesum sembari menjilat bibirnya. Dia lalu menjatuhkan kemeja putih miliknya di atas tubuhku.

"Kamu malu, hm? Padahal semalam Papa sudah mencicipinya." kekeh Papa Bram yang membuatku menciut malu. Entah sudah semerah apa wajahku saat ini.

Akhirnya dengan gerakan kaku aku memakai kemeja putih milik Papa Bram yang dia tinggalkan semalam di kamarku. Lalu menunduk saat menyadari akan tatapan nakal Papa Bram yang dilayangkan padaku.

"Sial. Kamu semakin membuat Papa tegang, Sayang." umpat Papa Bram dengan suara seraknya.

Aku memilin ujung kemeja milik Papa dengan gugup. Apa Papa akan kembali menyerang ku seperti semalam? Tapi bagaimana jika ketahuan Mama Karina?

"Cepat bersihkan tubuh kamu dan turun ke ruang makan. Sial, Papa harus segera pergi sebelum lepas kendali." sungut Papa Bram berjalan tergesa meninggalkan aku yang masih terpekur dengan ucapannya.

Aku masih mencoba mencerna apa yang sudah terjadi di antara diriku dengan Papa Bram. Aku masih tidak percaya jika semalam aku sudah berhubungan badan dengannya. Dengan pria yang sudah mengadopsi ku.

Namun lagi-lagi aku kembali sadar jika apa yang terjadi di antara kami berdua semalam adalah kenyataan. Papa Bram memergokiku berm*sturbasi di ruang keluarga, lalu memintaku untuk menjadi pemuas nafsunya. Benar-benar sangat gila.

"Aku benar-benar sedang tidak bermimpi." aku hampir memekik tidak percaya jika aku kini terlibat affair dengan papa angkatku sendiri.

Lama aku berdiam diri sembari sibuk memikirkan apa yang telah terjadi dan kemungkinan yang akan terjadi ke depannya, akhirnya aku memutuskan untuk segera membersihkan tubuhku yang terasa lengket karena permainan panasku bersama Papa Bram semalam.

Pilihanku jatuh pada overall sebatas lutut berwarna cream, yang aku padukan dengan kemeja putih berlengan panjang. Pakaian yang sehari-hari selalu aku pakai jika di depan orang tua angkatku.

Aku membiarkan rambut panjangku tergerai dan aku sematkan dua jepit rambut sebagai pemanis. Aku juga menyapukan bedak tipis dan liptint di bibirku agar penampilanku tampak segar.

Aku sangat menikmati kegiatanku ini. Diam-diam merasa bersyukur karena memiliki orang tua angkat yang kaya raya. Sehingga aku bisa mendapatkan apapun yang aku inginkan.

Setelah merasa penampilanku sudah sempurna, aku bergegas keluar dari kamarku untuk menemui Mama Karina di ruang makan. Pasti wanita itu sudah cukup lama menunggu kedatanganku.

Sejujurnya, aku merasa sangat malu bertemu dengan Mama Karina. Aku diam-diam sudah bermain belakang dengan suaminya, Papa Bram. Namun sebenarnya aku juga menikmati percintaanku bersama Papa Bram semalam. Akhirnya setelah sekian lama aku bisa merasakan kenikmatan itu lagi.

"Pagi, Mah.. " sapaku riang, berusaha menutupi kegugupanku dengan tersenyum lebar. Mendekati wanita dewasa berusia 38 tahun itu dan mengecup pipinya singkat.

"Pagi, Sayang." sapa Mama Karina dengan senyum lembutnya.

Hatiku berdesir nyeri melihat senyum tersebut. Bisakah Mama Karina tetap memperlakukanku seperti itu jika tahu aku dan suaminya berselingkuh di belakangnya?

Aku berdehem samar dan mendudukkan diriku di kursi yang masih kosong. Awalnya aku masih bisa bersikap biasa saja. Namun aku langsung dibuat resah saat melihat Papa Bram datang mendekati kami. Mengecup kening Mama Karina dengan sayang seperti seorang suami yang sangat mencintai istrinya.

Jika dulu aku pasti sangat kagum dengan keharmonisan orang tua angkatku ini. Tapi setelah mengetahui sifat asli Papa Bram, aku hanya bisa mendecih sinis dalam hati.

Netra elang Papa Bram lalu beralih menatap ke arahku. Dan melayangkan seringai nakal yang membuat aku membeku. Bisa-bisanya pria itu melakukan hal itu di saat ada di dekat Mama Karina. Tapi untung saja mama angkatku tidak melihatnya.

"Semalam kamu pulang jam berapa, Mas?" tanya Mama Karina selagi mengoles roti dengan selai kacang.

"Jam 10. Aku langsung pergi tidur karena lelah." jawab Papa Bram setelah menyesap kopi hitam kesukaannya.

Aku mendelik mendengar jawaban Papa Bram. Lelah apanya? Pria itu justru menggempur ku semalam tanpa kenal lelah.

Keduanya lantas terlibat obrolan mengenai bisnis mereka masing-masing. Mama Karina di bidang fashion, dan Papa Bram di bidang properti. Aku hanya diam menyimak pembicaraan mereka yang tak ku pahami.

Saat aku tengah asik menikmati sarapanku, tiba-tiba saja aku merasakan sentuhan lembut di atas pahaku. Aku tersentak dan dengan ragu menatap tangan seseorang yang tengah mengelus naik turun pahaku yang masih tertutup overall.

Aku menggigit bibir bawahku saat menyadari jika pemilik tangan besar itu adalah Papa Bram. Semakin resah kala tangan itu mulai bergerak nakal menaikkan overall yang aku kenakan.

Aku mencoba menahan tangan Papa Bram. Namun pria itu justru menatapku dengan tajam. Membuatku terpaksa membiarkan apa yang ingin dia lakukan.

Aku mati-matian menahan desahanku saat merasakan tangan Papa Bram mengelus pahaku. Lalu semakin naik dan menggelitik milik ku yang masih terlapisi celana dalam.

Papa Bram berusaha membuka kedua pahaku. Namun aku bersikukuh menahannya karena takut ketahuan Mama Karina.

Karena aku tak menuruti perintah Papa Bram, pria itu dengan kesal mencubit bukit tembamku dan membuatku reflek mendesah.

"Ahh.. " aku buru-buru menutup bibirku dengan raut tegang.

"Kamu kenapa, Sayang?" tanya Mama Karina tampak khawatir.

Aku tergagap menerima pernyataan tersebut darinya. Aku harus jawab bagaimana? Tidak mungkin aku mengatakan jika tangan suamimu tengah mengobrak-abrik kewanitaanku.

"Em, i-itu Ma.. lidah Luna nggak sengaja kegigit." jawabku beralasan.

Sepertinya Mama Karina percaya dengan alasan yang ku buat. Melihat wanita itu kembali menghabiskan sarapannya tanpa rasa curiga.

Sedangkan aku mati-matian menahan diri untuk tidak mendesah saat tangan Papa Bram tengah sibuk bergerilya di bawah sana. Mengelus, mencubit dan mengocok kewanitaanku yang mulai basah.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel