Anak Angkat - 1st
Aku mendesah nikmat saat merasakan benda berbentuk seperti jamur yang terus bergetar di dalam milikku. Rasanya begitu nikmat hingga membuatku lupa keadaan, jika aku masih berada di ruang keluarga.
Sebut saja aku nekat karena memuaskan diri di dalam ruangan ini. Namun aku sudah terlanjur bernafsu setelah melihat film biru yang aku tonton di TV beberapa menit lalu.
Aku berani melakukan kegiatan ini karena aku juga sedang sendiri di rumah sebesar ini. Kedua orang tua angkatku sibuk dengan urusan bisnisnya. Mereka tidak berada di rumah sejak dua hari yang lalu. Dan berkata jika akan pulang seminggu lagi.
Dua hari ini aku habiskan waktuku dengan berkeliaran di dalam rumah dengan pakaian minim. Kadang aku hanya memakai kaos pendek ketat dan celana dalam saja. Jika orang tua angkatku sedang berada di rumah, aku akan berubah menjadi gadis polos seperti biasanya.
Emnh.. ahh.. nyahhh.. desahku menikmati getaran benda laknat yang tertancap di dalam milikku. Rasanya benar-benar sangat nikmat.
Jika kalian mengira aku adalah gadis polos, kalian salah besar. Sejak aku berusia 15 tahun, aku sudah mengenal akan hal-hal berbau dewasa. Suami ibu panti yang mengajarkannya padaku. Dan dia juga pria yang sudah mengambil kesucianku.
Kembali ke masa sekarang, saat ini aku tengah duduk setengah berbaring di sofa. Dengan kedua kakiku yang terbuka lebar menampilkan milikku yang terawat. Dan tengah diisi oleh benda bergetar yang membuat cairan cintaku keluar banyak.
Ku singkap kaos pendek ketat yang aku kenakan ke atas. Menampilkan bukit kembarku yang tidak memakai bra. Ukurannya memang sangat besar melebih gadis seusiaku. Hal itu karena dulu suami ibu panti sering meremasnya.
Wajahku menengadah menatap langit-langit rumah yang sudah setahun ini aku tinggali. Aku memang baru diadopsi oleh orang tua angkatku ketika usiaku menginjak 17 tahun.
Waktu itu aku merasa heran karena mereka memilihku untuk menjadi anak angkat mereka. Usiaku terlalu dewasa jika dibandingkan dengan adik-adik panti yang lain.
Namun tak dapat dipungkiri jika aku sangat senang. Akhirnya setelah sekian lama, ada orang baik hati yang mau mengadopsiku.
Desahanku terus mengalun memenuhi ruang keluarga yang sunyi. Suara TV yang menyala tak ku hiraukan sejak tadi. Kali ini aku lebih fokus untuk mencapai kenikmatanku sendiri.
Di tengah kenikmatan yang aku rasakan saat ini, aku tidak menyadari jika ada sepasang mata elang yang menatap kegiatanku dengan tatapan lapar.
Pria itu terpaku menatap bagaimana vaginaku yang bergetar hebat dan akhirnya mengeluarkan cairan beningnya dalam jumlah yang sangat banyak.
Napasku tersengal dengan dada naik turun. Keringat mulai mengucur membasahi pelipis dan leherku. Dengan susah payah aku membenarkan posisiku agar duduk kembali. Dan mencabut vibrator yang sudah baik hati memberikan kenikmatan pada lubang sempitku yang selalu haus akan kenikmatan.
Ahh.. desahku saat benda berbentuk seperti penis itu akhirnya keluar dari lubang sempitku. Menyebabkan sisa-sisa cairan orgasme-ku ikut keluar membasahi sekitar bukt tembamku.
Rasanya pasti lebih nikmat kalau digenjot sama penis. lirihku dengan napas mulai normal.
Aku lalu menyambar tissue yang berada di atas meja untuk membersihkan sisa cairanku. Dan di tengah kegiatanku itulah aku benar-benar dibuat syok saat seseorang tiba-tiba saja sudah berdiri di depanku dengan sorot tajamnya.
P-Papa.. lirihku saat melihat pria dewasa yang berdiri di sebrang meja, sedang menatapku dengan sorot mengerikan. Aku dengan refleks menutup kedua kakiku yang semula mengangkang lebar. Dan menurunkan kaos ketat yang aku kenakan.
Wajahku tertunduk dalam dengan tubuh bergetar takut. Takut jika papa angkatku akan mengusirku karena sudah melakukan hal terlarang ini.
Kenapa ditutup, hm? Coba perlihatkan pada Papa bagaimana binalnya tingkah kamu itu. desis Papa angkatku.
Pria berusia 40 tahun itu bernama Bram. Walaupun usianya sudah mencapai kepala empat, namun fisiknya masih terlihat sangat bugar. Begitu juga dengan wajahnya yang tampan.
Papa Bram kini tengah menatapku dengan mata elangnya yang seakan mampu menelanjangiku.
Ma-Maafin Luna, Papa. Luna janji nggak akan ngelakuin ini lagi. cicitku dengan wajah gugup bercampur takut.
Tap tap tap
Suara langkah kakinya yang mendekat membuat jantungku bertalu dengan cepat. Kepalaku tertunduk semakin dalam saat melihat sepasang kaki bersepatu pantofel yang berdiri tepat di depanku. Bahkan terkesan sangat dekat sampai ujung kaki kami saling bersentuhan.
Ternyata seperti ini kelakuan kamu di belakang kami, Luna. desis Papa Bram sembari menundukkan wajahnya ke arahku.
Aku semakin terpojok dan berakhir bersandar di sandaran sofa. Menatap Papa Bram dengan serba salah.
Sejak kapan kamu melakukannya, hm? Papa Bram bertanya sembari menatap bagian bawah tubuhku dengan sorot tak terbaca.
Aku rasanya enggan menjawab pertanyaan itu. Takut jika akan membuat Papa Bram semakin marah padaku.
JAWAB, LUNA!! bentak Papa Bram dengan suara menggelegar.
Tubuhku bergetar hebat mendengar bentakan keras pria di depanku ini. Selama aku tinggal di sini, aku belum pernah mendapati Papa Bram semarah ini.
Maka dengan mata yang mulai berkaca-kaca, aku bersimpuh di bawah kaki Papa Bram. Mencoba meminta maaf padanya karena telah berbuat kesalahan.
Maafin Luna, Papa. Tolong maafin Luna. isakku mencoba mendapatkan maaf dari papa angkatku.
Aku memeluk kedua kakinya dengan tangis yang mulai pecah. Apalagi saat tak ada kata apapun yang keluar dari bibir Papa Bram. Aku benar-benar takut jika dia akan mengusirku dari rumah ini. Aku sudah merasa nyaman tinggal di sini.
Berdiri, Luna. titah Papa Bram dengan suara yang tidak sekeras tadi.
Aku tetap menggeleng dan mengeratkan pelukanku pada kakinya. Aku benar-benar takut menghadapi kemarahan Papa saat ini.
Namun pria itu justru dengan kasar menarik tubuhku agar berdiri. Lalu mencengkram kedua pundakku dengan kuat. Membuatku meringis karena merasakan sakit yang teramat.
Pah.. maafin Luna. Luna janji nggak akan nakal lagi. aku memohon dengan berderai air mata.
Kamu pasti berbohong. Memangnya apa jaminan yang bisa kamu berikan jika kamu tidak akan melakukan ini lagi? tanya Papa Bram masih dengan wajah keras.
Aku masih terisak dan menatap penuh kebingungan. Apa yang bisa aku berikan sebagai jaminan pada Papa Bram? Aku bahkan tidak mempunyai uang sepeser pun.
L-Luna.. Luna akan selalu nurut sama Papa. Luna akan ngelakuin apapun yang Papa minta. hanya kalimat itu yang ada di dalam pikiranku saat ini.
Aku menatap Papa Bram dengan raut cemas saat pria itu masih saja diam. Lalu sedetik kemudian aku bisa melihat Papa Bram menyeringai ke arahku.
Kamu akan melakukan apapun untuk Papa? tanya Papa Bram dengan suara yang kini terdengar rendah.
Aku mengangguk dengan menelan ludah susah payah. Hilang sudah wajah binalku saat bermain tadi.
Bagaimana jika kamu melayani Papa? tawar Papa Bram yang membuat aku syok.
Benarkah ini Papa Bram? Pria yang setahun ini menjadi papa angkatku. Yang terlihat sangat mencintai Mama Karina? La-Lalu apa yang baru saja dia ucapkan?
P-Papa bercanda kan? Papa nggak sungguh-sungguh sama permintaan Papa itu kan? tanyaku dengan raut pias. Bagaimana pun aku tidak mau mengkhianati Mama Karina. Wanita itu sudah sangat baik padaku selama ini.
Papa Bram terlihat mendecih sinis. Dicengkeramnya kedua pipiku hingga membuat bibirku sedikit maju. Tak ku sangka jika pria ini benar-benar sangat kasar.
Kamu menolaknya, hah? Apa kamu mau saya usir? Mau jadi gelandangan kamu? maki Papa Bram padaku.
Aku menggeleng cepat mendengar semua makian itu. Aku tidak ingin menjadi gelandangan. Aku tidak ingin diusir dari rumah ini. Aku tidak ingin hidup susah seperti dulu lagi.
Ba-Baik, Papa. L-Luna akan turutin apa yang Papa minta. Tapi Luna mohon jangan usir Luna dari sini, Pah. Luna udah nyaman tinggal di sini. jawabku pada akhirnya. Aku menangkup kedua tanganku di depan Papa. Berharap jika pria itu akan mengabulkan permintaanku.
Papa Bram terlihat menarik sudut bibirnya ke atas membentuk sebuah seringaian. Membuatku tanpa sadar menggigit bibir bawahku resah menunggu keputusan yang akan pria itu berikan.
Well. Kamu memang harus menuruti Papa, Sayang. ujarnya sembari merangkul pinggangku. Lalu merapatkan tubuhku pada tubuh jangkungnya.
Aku tak tahu harus berekspresi seperti apa. Selama ini aku tidak pernah berpikir jika aku akan berakhir menjadi pemuas papa angkatku sendiri.
Sekarang perlihatkan m3m3w lacur kamu seperti tadi. Papa ingin mencicipinya, Sayang. smirk Papa Bram yang menjadi awal dari hubungan terlarangku bersama papa angkatku sendiri.
***
