Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Anak Angkat - 3rd

Aku mempercepat langkahku agar segera sampai di depan gerbang sekolah. Sore ini Papa Bram tiba-tiba menghubungiku jika dia sudah berada di depan sekolahku. Aku yang saat itu masih jam pelajaran tentu saja merasa terkejut karenanya.

Setahu ku, Papa Bram adalah orang yang sangat sibuk. Pria itu sering tidak pulang ke rumah karena mengurus bisnisnya. Dan dia sangat sulit untuk diganggu jika sudah berkutat dengan pekerjaannya. Wajar bukan jika aku syok karena sore ini Papa Bram menyempatkan diri untuk menjemputku.

Sampai di depan gerbang, aku mengedarkan pandanganku mencari dimana Papa Bram memarkirkan mobilnya. Aku mendesah lega saat akhirnya menemukan dimana keberadaan Papa Bram. Pria itu tengah bersandar di samping mobilnya dengan rokok yang terselip di mulutnya.

"Papa nggak sibuk ya sampai bisa jemput Luna?" tanyaku sesaat setelah aku sampai di depannya.

Pria itu menatapku lurus sembari menghisap rokoknya dalam-dalam. Lalu menghembuskan napasnya dengan kasar disertai dengan asap yang mengepul keluar. Setelahnya Papa Bram membuang puntung rokoknya dan menginjaknya dengan santai.

"Sebenarnya nanti malam Papa ada meeting dengan klien. Tapi.. " Papa Bram tak melanjutkan ucapannya. Dia sibuk melirik ke kanan kiri, sebelum mengikis jarak di antara kita berdua.

"Papa merindukan tubuh kamu, Sayang." bisik Papa Bram yang membuat darahku seketika berdesir.

Papa Bram tampak terkekeh dan kembali menarik dirinya. Menatap penuh seringai ke arahku dengan bersidekap dada.

"Papa.. " cicitku malu. Tanpa sadar aku meremas tali handbag yang ku kenakan dengan erat.

Tangan besar Papa meraih tangan mungilku dengan mudah. Lalu menuntunku agar segera masuk ke dalam mobilnya. Aku hanya bisa menurut saja tanpa membantah.

Di dalam mobil berkaca hitam yang tidak tembus pandang ini, aku terduduk di kursi penumpang dengan wajah kaku. Tatapanku lurus ke depan berusaha menghindari tatapan liar Papa Bram yang sedang menatap ke arahku.

"Kamu cantik sekali memakai seragam ini, Sayang." puji Papa Bram membelai sisi wajah kananku.

Dapat aku rasakan hembusan napasnya yang hangat menerpa rahang ku. Membuatku semakin gugup saja dibuatnya. Namun juga merasa senang mendengar pujian darinya.

"Dan pasti akan lebih cantik lagi jika kamu melepasnya untuk Papa." smirk Papa Bram yang sukses membuatku membulatkan mata.

Aku meremas ujung rok yang ku gunakan dengan resah. Bibir bawahku rasanya mulai nyeri karena kebanyakan ku gigit sejak tadi. Namun inilah yang aku rasakan setiap berada di dekat Papa Bram sejak semalam.

Papa Bram lalu mendaratkan tangannya di atas pahaku yang terekspos karena panjangnya hanya sejengkal dari lutut. Lalu mengelusnya dengan sensual. Membuat sesuatu di dalam diriku kembali bergejolak.

"Emnh.. sampai kapan kita di sini, Papa?" tanyaku memberanikan diri. Ingin sekali aku menahan tangannya agar berhenti menggodaku. Namun di dalam diriku yang lain, aku juga menikmati sentuhannya.

Papa Bram tampak tersenyum miring. Membuatnya terlihat semakin tampan di usianya yang sudah tidak lagi muda. Garis wajahnya yang tegas dengan sorot mata bak elang, menjadikan parasnya semakin sempurna.

"Kenapa, hm? Apa kamu sudah tidak sabar ingin bercinta dengan Papa?" smirk Papa Bram yang membuatku tersipu malu.

Kenapa Papa Bram suka sekali melontarkan pertanyaan yang membuatku serba salah seperti ini?

"Angkat wajahmu, Sayang. Dan jawab pertanyaan Papa." Papa Bram menarik ujung daguku agar menatapnya.

Aku hendak membuka suara, namun Papa Bram lebih dulu melumat bibirku dengan cepat. Membuatku terkesiap dan refleks membuka bibirku cukup lebar.

Emph..

Aku berusaha mendorong dada bidang Papa Bram yang terbalut kemeja berwarna hitam yang membungkus tubuhnya dengan sempurna. Namun Papa Bram justru dengan sigap mengangkat kedua tanganku di atas kepala. Lalu menekan tengkukku untuk memperdalam ciumannya.

Munafik jika aku tidak menikmati ciuman Papa Bram yang terasa nikmat ini. Pria itu begitu lihai memainkan bibirku dengan bibir dan juga lidahnya. Membuatku akhirnya terlena dan dengan sendirinya mulai membalas lumatannya.

Ciuman kami terasa begitu panas ketika kedua lidah kami saling bergulat. Mengalirkan saliva yang menetes membasahi hingga daguku. Namun sepertinya Papa Bram belum ingin mengakhiri ciuman kami.

Ciuman kami justru semakin dalam dan liar. Suasana di dalam mobil saat ini juga kian memanas saat tangan Papa Bram mulai melepaskan satu persatu kancing seragam yang ku kenakan. Menampilkan bongkahan dada ku yang masih berada di sarangnya.

Tak hanya sampai di situ, Papa Bram juga menaikkan sebelah kakiku hingga membuat rok yang ku gunakan tersingkap ke atas. Menampilkan bukit tembam ku yang terlapisi celana dalam transparan

Plop

Papa Bram melepaskan tautan bibir kami hingga menyisakan benang saliva yang membasahi bibir dan daguku. Dia lalu mengecup sekitar daguku sebentar sebelum benar-benar menjauhkan wajahnya.

Aku dapat melihat dengan jelas mata elang Papa Bram yang mulai menggelap. Jakunnya tampak naik turun dengan rahang mengetat. Aku tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, namun entah begitu aku cukup dibuat panas hanya dengan tatapannya saja.

"Sial. Kamu benar-benar sangat sexy, Sayang." umpat Papa Bram sekaligus memujiku.

Aku yang tak ingin membohongi diriku mulai sekarang, lantas melempar senyum sensual. Melengkungkan punggungku hingga membuat dada penuhku semakin terlihat membusung. Juga melebarkan kedua kakiku agar Papa Bram bisa leluasa melihat milik ku yang masih berpenghalang.

"Papahh.. nenen Luna gatel, pengen dimainin sama Papa." desahku manja sembari menjilat ujung telunjukku dengan tatapan sayu.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel