Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PUKULAN (revisi bab2)

keadaan akan semakin kalut dan pasti membahayakan dua anak itu jika Bastian sudah turun tangan.

"Santai saja Bas, jangan mengotori tangan mu. biar kami saja yang tangani bocah-bocah ingusan ini." Kak Reno berusaha mencegah Bos nya agar tidak melibatkan diri.

"ah berisik. !"

Bastian tak menggubris temannya di belakang.

Mendekati Andi siswa yang membela Aluna. Tanpa basa-basi dan sepatah kata, Andi sudah saling menatap berhadapan dengan seniornya Bastian, lalu

Brakkk..

Pukulan telak tepat mengenai di antara tengah-tengah dada Andi di lancarkan Bastian.

Seketika tubuhnya ambruk tangan memegang bagian dada yang terkena hantaman take KO.

Pukulan yang biasa di lancarkan para pemain atlet MMA di atas ring, untuk membuat lawannya langsung ambruk sekaligus. Meskipun Bastian bukan atlet MMA profesional tapi ia suka berlatih bela diri.

Ia bersiap untuk hantaman keduanya, Andi yang terduduk kesakitan pasrah akan apa yang hendak menimpa dirinya. Punggung tangan telah di angkat hendak di layangkan namun.

"Plakk"

Aluna  tak mau melihat Andi mendapatkan serangan susulan, dengan cepat membungkukkan badannya melindungi paras Andi.

sehingga pukulan itu mengenai Aluna, nampak Tamparan itu membekas di pipinya, merubah rona raut wajah menjadi sangat kemerahan bekas tangan kuat Bastian.

"Aluna!" Andi menohok bola mata hampir keluar ia berada balik badan si gadis yang melindunginya. Seketika tubuhnya bergetar ketakutan.

kejadian ini berlangsung cepat, seandainya waktu bisa diulang lebih baik dirinya yang mendapatkan pukulan kedua atau seterusnya.

Rambut panjang menutupi bekas merahnya terpalingkan hingga menatap wajah Andi di dekatnya.

Seumur hidup Bastian, sebenci-bencinya ia terhadap seorang perempuan ia tak pernah sampai hati tega memukul atau menamparnya.

Tapi kali ini ia menampar nya dengan keras. Tangan gemetaran..

terasa hangat di telapak bekas pipi lembut Aluna.

Ia segera menyembunyikan gemetar tangannya, di balik keangkuhan dan rasa berkuasanya.

"dasar bocah payah! kenapa sekarang kau ketakutan seperti itu? bersembunyi di balik Gadis lemah! sini hadapi aku!" tantang Bastian sejenak memalingkan pandangannya dari si gadis yang tak sengaja ia tampar.

Suasana hening seketika, waktu terasa berhenti sesaat angin pun melintas tenang.

Aluna merasakan pipi merahnya nyut-nyutan.

Berdiri menatap tajam ke arah laki-laki yang tak sengaja menamparnya. Nafas tersengal memburu detak jantungnya berdegup keras, tangannya siap membalas tamparan di pipinya.

"Plakk"

Tamparan sekuat tenaganya menepi di pipi sang senior.

Tak ada perlawanan hanya terpaku merasakan bekas tangan si gadis di pipinya. Sungguh baru kali ini seorang Bastian di tampar wanita.

Semua mata terpaku melihat orang paling berpengaruh di tampar gadis dari entah berantah asal usulnya.

Tak satu pun dari para senior siapa sebenarnya gadis yang menjadi cikal bakal permasalahan di sekolahnya.

"tidak! kenapa jadi kacau begini? kenapa gadis itu menolongku? sekolah kita pasti dalam masalah besar." sesal Andi menyayangkan semua yang telah terjadi.

....

"Hey sudah sudah kembali ke kelas masing-masing" tiba-tiba seorang guru memanggil mereka suaranya seolah memecah ketegangan yang terjadi.

Aluna menyelipkan lengan Andi di bahunya berusaha membangunkan dari duduknya.

Berjalan bersama menuju ruang kelas. Di ikuti seluruh murid menuju kelasnya masing-masing.

"Kau tidak apa-apa kan Andi?"

"Ga apa-apa, serius aku gak apa apa kok." jawab Andi begitu sungkan bercampur takut.

"Kamu ga apa-apa?" Tanya Andi di rangkulan pundak Luna paras keduanya sangat dekat hampir menempel, ia bisa menatap jelas raut Aluna yang agak lebam kemerahan.

Tamparan keras itu memaksa air matanya sedikit mengalir di pipi.

..

Sedangkan Bastian masih terpaku di tengah lapangan, di temani beberapa temannya.

"Sudahlah Bas kau tak sengaja melakukan itu." Ucap Reno.

"Benarkah?"

"Lagi pula itu salah dia , jelas-jelas kau ingin menampar laki-laki itu bukan nya dia"

"Iya Bas ini ketidaksengajaan, bukan salahmu" sahut yang lainnya.

"Ayo kita balik " tangan menepuk pundak sahabat sejati sekaligus bos yang paling berkuasa di sekolah.

.....

Para senior itu kembali ke tempat untuk mempersiapkan acara selanjutnya. Bastian masih memikirkan kejadian tadi pagi. Ia penasaran dengan wanita yang di tamparnya.

Duduk merenung di bangku pinggir lapangan basket. Melihat lapangan yang sibuk di pasangi peralatan sound sistem.

"Heh, udah jangan ngelamun aja, nih minum"

Bastian membuka penutup kaleng yang di berikan Reno.

"Srett pushh" tutup terbuka

"Legk legk legk" Bastian menengguk setengah isi minuman kaleng, telapak tangannya mengepal menekan kaleng itu hingga penyok, isinya meluber membasahi tangan.

Di lemparkan kaleng itu kebawah, mengenai salah satu senior lainnya.

"Bletakkk."

"aduh siapa nih yang lempar-lempar" di liriknya ke belakang atas, ternyata Bastian.

"Apa!!" Menatap kebawah

Ia pura-pura tak melihatnya dan kembali seperti yang sibuk mengatur.

"Ayo itu kabelnya pasang di sini, aduh gimana ini"

"Hah dasar pengecut!!" Berlalu meninggalkan lapang basket.

...

Jam istirahat sudah tiba.

Aluna, maya dan Andi tampak sudah akrab duduk bersama di kantin sekolah.

"Aww.. ssstt pelan-pelan may!!"

"Uuuhh.. cup cup cup anak ketayangan tatian ya!'' Maya mengompres manja pipi Aluna, sedang Andi memperhatikan tingkah mereka berdua.

"Kamu mau makan apa Na?" Tanya Andi.

"Ha? Apa ya? Terserah kamu aja."

"Ya udah aku yang traktir deh, sebagai tanda terimakasih udah nolongin aku"

sejujurnya kebaikan Andi itu diharapkan agar Aluna tidak membesarkan masalah kejadian di waktu pagi.

"Asyik ada yang mau traktir nih, kalau gitu aku mau bakso, ayam goreng sama emmhh--"

Padahal aku niatnya mau traktir Luna doang, eh malah kudanil rawa yang jawab, kesal Andi dalam hati.

Mereka asyik mengobrol sambil menunggu pesanan datang. Tak perlu menunggu lama. Semua hidangan telah tersaji di atas meja.

Maya sangat lahap menyantap hidangan gratisan yang di peroleh berkat Aluna.

"Eh ngomong-ngomong kenapa kamu gak mau menunjukkan isi tas ke kak Manda?" tanya Andi.

Sendok yang hendak mengantar makanan ke bibir Aluna kembali mendarat di atas piring.

"Emmhh gimana ya jelasinnya?"

"Emang isinya apa Luna?"

"Eee mulai kepo deh??!'' melemparkan senyum menawan.

"Ya udah gak apa-apa kalau gak ngasih tau juga " tersipu dengan senyum menawan yang akan terngiang di kepalanya.

"Nyam nyam nyam " Maya malah tak menghiraukan percakapan mereka, mulut penuh terisi makanan, padahal mereka memperhatikannya sehingga mengundang gelak tawa diantara mereka.

"ha ha ha ha"

...

Jam sekolah telah usai,

Aluna telah mencontek catatan Maya tentang perlengkapan yang harus di bawanya besok.

Namun ia bingung untuk pulang.

"Kenapa bengong Luna? Kesambet ya.. hihihi."

"Ih kamu ada-ada saja".

"Aku bingung may, aduh gimana nih?"

"Bingung kenapa lagi sayang?"

"Memar ini sudah hilang belum sih?"

"Mana coba aku lihat?"

Memeriksa pipi Aluna tak sengaja menyentuhnya.

"Aw. Sakit Maya!!"

"Eh eh maaf, itu mah masih jelas orang tadi kamu di tamparnya keras banget, untung saja masih hidup"

"Uusshh sembarangan"

"Udah ayo kita pulang"

"Gak bisa May, aku gak bisa pulang kalau bekasnya masih kelihatan."

"loh kan nanti kamu bisa ceritain sama keluarga kami, sekalian laporin aja tuh kak Bastian.."

"Enggak May, aku gak mau kayak gitu"

"Terus kamu maunya gimana?"

"Ah Maya bukannya ngasih solusi malah nambah bingung?"

Maya berpikir sejenak, sepertinya ia sudah mendapatkan ide brilian untuk teman baru akrabnya itu. Jari telunjuk mengacung.

"Aha, sini deh"

Ia meminta Luna mendekatkan telinga ke wajahnya. Maya membisikkan sesuatu di daun telinga putih kemerahan.

Aluna mengangguk-angguk saja mendengar ide briliannya.

"Gimana? Ok kan''

"Boleh juga sih, ya udah aku coba ide kamu. Makasih ya."

"Sama-sama cantik "

Aluna melangkah menelusuri jalanan sekolah melewati kelas-kelas dan beberapa ruangan sekolah lainnnya.

Langkahnya tertunduk rambut hitam mengkilap menutupi sebagian parasnya yang merah.

Di antara salah satu ruang kelas sekolah, di ambang pintu berdiri seorang pria yang tak asing lagi dengan perangai kasarnya.

Tangannya di lipatkan di dada, punggung bersandar ke kusen pintu.

Pandangannya melirik wanita berjaket yang menunduk hendak melintas di hadapannya.

sang wanita sudah mendekat lalu melin

tas tepat di hadapan.

Buru-buru si pria mengejar, Aluna tak sadar dirinya sedang di kejar oleh orang yang menamparnya tadi pagi.

"Tunggu"

Tangan meraih lengan Aluna menghentikan langkahnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel