14. Harusnya aku tau diri
Harusnya aku yang tau diri,
Kamu tidak akan pernah menoleh ke arahku.
Iya, tempatku hanya di belakangmu.
Sedangkan banyak di antara mereka yang berada di depanmu.
Aku tidak berharap banyak, aku hanya ingin kamu menungguku..
Agar langkahku sejajar dengamu.
Kelvin berjalan menyusuri lorong Sekolahan untuk menuju ke halaman belakang. Matanya menyorot tajam menatap apapun yang berada di depannya. Kakinya melangkah lebar dengan rahang mengeras dan tangan mengepal.
Setelah sampai di taman belakang sekolah, Kelvin mencari seseorang yang menunggunya di sana. Langkah Kelvin semakin cepat saat cowok yang berdiri di sana memutar tubuhnya menghadap ke arah Kelvin dengan senyum miring di wajahnya.
"Akhirnya lo dateng juga," kata seorang pria dengan sebatang rokok di sela jari tangannya.
"Gimana? Lo mau terima tawaran gue?" tanya Ferdi ke arah Kelvin.
Deru napas Kelvin semakin tidak beraturan mendengar ucapan Ferdi yang terlihat tampak tenang.
"Gue kasih tawaran terbaik buat lo. Biar lo nggak bingung cari uang, kurang baik apa gue sama lo?" lanjutnya lagi dengan senyum meremehkan ke arah Kelvin.
BUGH..
Ferdi menyeka darah segar yang keluar dari sudut bibirnya karna pukulan keras yang diberikan Kelvin untuknya.Ferdi menatap tajam ke arah Kelvin yang menyorotkan tatapan tidak suka.
"Gue emang nggak punya duit. Tapi, tawaran murahan lo itu nggak bakalan bikin gue naik duit," tegas Kelvin dengan satu tarikan napas.
"Why sobat? Bukannya lo berandalan? Lo anak nggak bener? Sekalian aja nggak bener dengan ngedarin narkotika? Bukannya lo mau cari untung aja? Lo bisa kaya dengan narkotika.." lanjut Fandi sambil merentangkan tangannya dan tersenyum ke arah Kelvin.
"Tawaran lo murahan! Lebih baik gue ikut balapan dan mati karna kecelakaan dari pada gue harus jadi bandar narkoba! Setidaknya uang yang gue dapet dari kerja keras dan usaha gue sendiri!" jelas Kelvin dengar sorot mata tajamnya.
"Apa bedanya? Balapan motor lo itu juga di larang sama polisi. Narkoba juga. Terus apa yang buat itu jadi beda? Nggak ada! Jadi, jangan munafik! Miskin ya bilang aja nggak usah munafik!" kata Fandi dengan kekehan di akhir kalimatnya.
Kelvin tersenyum menanggapi ucapan Fandi sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Merutuki kebodohan cowok di hadapannya.
"Ya gue miskin. Ya gue munafik karna gue butuh duit. Tapi gue tetep nggak akan ngelakuin tawaran murahan lo itu."
"Lo yakin nggak akan nyesel? Karna ini sangat- sangat menguntungkan buat lo."
Kelvin tersenyum miring ke arah Ferdi kemudian memutar tubuhnya meninggalkan Ferdi yang masih mematung di sana.
"Mau kemana lo!"
Kelvin diam, tidak menjawab pertanyaan Ferdi untuknya. Cowok itu memilih pergi dan meninggalkan taman belakang dan bergegas menuju kelasnya.
Saat berjalan keluar dari taman belakang langkah Kelvin tiba-tiba terhenti karna matanya tidak sengaja bertemu dengan mata gadis cantik yang sedang berjalan ke arahnya.
Kelvin menghela napasnya kasar. Gadis itu adalah Ellen. Ellen berjalan ke arah Kelvin dengan senyum yang merekah di wajah cantiknya.
Kelvin membuang muka ke arah lain saat Ellen sampai di hadapannya.
"Kelvin.." ucap Ellen dengan senyum manis membuat matanya tenggelam membentuk cekungan bulan sabit.
"Kelvin dari mana?" tanya Ellen lagi.
Kelvin melihat ke arah Ellen yang lebih pendek dari tubuhnya. Dan tanpa peduli, Kelvin berjalan meninggalkan Ellen yang masih terpaku pada posisi awalnya.
"Kelviin...tungguin Ellen," teriak Ellen setengah berlari mengejar Kelvin.
"Kelvin kenapa ninggalin Ellen.." lanjut Ellen saat langkah mereka mulai sejajar.
"Kelvin kenapa diem aja? Kelvin sariawan?"
Kelvin menghentikan langkah kakinya kemudian memutar tubuhnya sambil menyilangkan kedua tangannya menghadap ke arah Ellen yang mengigit bibir bawahnya sendiri.
"Lo bisa nggak sih? Sehari aja lo nggak usah gangguin gue?"
"Kenapa?" Tanya Ellen dengan nada rendah.
"Gue capek lo ikutin terus! Stop peduli tentang gue! Stop ngikutin gue!Lo nggak capek apa selalu ngejar gue kayak gini? Gue aja capek lihat lo lagi setiap hari!" jelas Kelvin dengan intonasi tinggi.
Ellen menundukan kepalanya ketakutan mendengar ucapan Kelvin yang sangat keras di telinganya. Apalagi raut wajah kesal Kelvin yang membuatnya enggan menatap ke arah cowok itu.
"Maafin Ellen, Kelvin."
"Gue nggak butuh kata maaf dari lo!Gue cuma pengen stop peduli sama gue!"
"Ellen kan suka Kelvin jadi Ellen.."
"Gue udah tegasin sekali lagi sama lo!Percuma lo suka sama gue, karna sampai kapan pun gue nggak akan pernah buka hati gue buat siapapun!"
"Tapi.."
Kelvin berbalik kemudian pergi meninggalkan Ellen dengan ucapannya yang masih menggantung. Kelvin enggan mendengarkan ucapan Ellen lagi dan memilih meninggalkan Ellen pergi.
Ellen menghela napasnya kemudian meremas rok nya sendiri kuat kuat.
"Kalo Kelvin mau pergi, silahkan Ellen nggak papa..
Tapi, Ellen bakal tetep disini nunggu Kelvin.
Sampai Kelvin ngerasain capek dan letih,
Kelvin bisa kembali selangkah ke belakang Kelvin.
Karna, Ellen bakal selalu ada di setiap langkah Kelvin.." gumam Ellen dengan senyum sayu di wajahnya.
"Aku tidak ingin bersikap seolah menjadi wanita yang paling tersakiti..
Karena aku tau, bukan wanita seperti itu yang kamu cari.."
