chapter 9
Carissa dan juga Sinta berdiri sambil memegang besi di atas kepala mereka.
"Akhirnya aku coba juga naik busway," kata Clarissa yang begitu sangat senang. Matanya memandang ke luar jendela.
Sinta tersenyum memandangnya. "Naik busway walaupun berdiri tapi pakai AC," ucapnya.
"Iya, jadi tetap adem," jawab Clarissa yang tersenyum.
"Lokasi ke tanah Abang lumayan jauh dari tempat tinggal kamu jadi kita naik busway dua kali," Sinta berucap saat busway itu berhenti di halte terakhir.
"Apa kita harus menyambung lagi naik busway yang satu lagi, untuk menuju jurusan tanah Abang?" tanya Clarissa. mereka berdiri di halte busway.
"Iya,” jawab Sinta, “kamu gak pusingkan naik busway?"
"Enggak apa-apa aku pengen jalan-jalan." Clarissa tersenyum.
"Itu buswaynya ayo cepat," ajak Sinta yang menarik tangan temannya .
"Iya," jawab Clarissa yang berusaha mempercepat langkah kakinya.
Ke dua gadis itu naik ke atas busway dan berdiri kembali seperti yang tadi, berhubung busway yang dinaikinya sudah penuh.
"Kalau begini aku berharap di depan dan juga di belakang bukan laki-laki genit dan badannya nggak bau," ucap Shinta yang tersenyum memandang Carissa. Mereka berdiri saling berhadap-hadapan.
"Iya aku kesel sama cowok yang dibelakang megang-megang aku pura-pura goyang-goyang." Clarissa kesal sangat melihat pria tua yang berdiri di belakangnya.
"Sikukan aja," sarana Sinta.
"Aku nggak berani," ucap Clarissa.
"Kita ganti posisi," ucap Sinta.
Clarisa menganggukkan kepalanya ia kemudian mengambil posisi tempat Sinta berdiri dan Shinta berdiri di depan pria yang yang cukup berumur dengan kulit berwarna hitam dan perut buncit.
Pria Itu sengaja seperti sedang ingin terjatuh agar bisa menyenggol gadis di depannya. Pria itu meringis kesakitan saat Sinta menyikutkan perutnya dengan sikunya cukup keras.
"Tolong jangan genit ya Om," Sinta berucap dengan sangat lantang.
"Siapa yang genit," ucap pria tersebut yang seakan tidak terima saat mendengar perkataan Sinta.
"Jangan pura-pura nggak sengaja ya Om," ucap Shinta yang terdengar begitu sangat berani.
Clarissa memandang temannya itu. Clarissa tidak menyangka bahwa ternyata Sinta begitu sangat berani orangnya.
Pria itu seakan tidak ingin menambah masalah. Pria itu memutuskan untuk meminta busway itu menepi agar ia bisa turun secepatnya.
Saat pria itu turun penumpang yang ada di busway itu menyorakinya.
"Aku gak nyangka, kalau kamu seberani itu," ucap Clarissa yang memandang kagum temannya.
"Kita harus berani, biar tidak diinjak-injak," ucapnya tegas.
Clarissa tersenyum memandangnya. "Kamu hebat, keren," ucap Clarissa memujinya.
"Sudah sampai, ayo turun," ucap Sinta saat busway berhenti di halte dekat pasar tanah Abang.
"Iya,” jawab Clarissa yang turun dari busway.
Kedua gadis cantik yang berpenampilan sederhana itu berjalan memasuki pasar yang begitu amat besar.
"Kalau beli di mall, mahal-mahal. Mending kita beli di sini, bisa nawar," ucap Sinta yang mengecilkan suaranya.
Clarissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Kita coba lihat di sini dulu," ucap Sinta yang berdiri di depan toko sepatu.
"Iya boleh," ucap Clarissa yang masuk ke dalam toko sepatu.
"Pantas aja sepi, yang jual sombong amat," ucap Sinta yang mengomel saat kami keluar dari toko sepatu tersebut.
"Iya, kita nanya nomor aja gak mau carikan. Nomor 39 ada. Harganya 70," ucap Clarissa yang menirukan gaya bicara si pemilik toko.
"Kesal aku," ucap Sinta.
"Kita lihat di sini ya," ucap Sinta saat berada di depan toko sepatu yang cukup ramai.
"Boleh," ucap Clarissa yang menarik tangan Sinta masuk ke dalam toko sepatu tersebut.
Kedua Gadis itu begitu sangat bersemangat saat memilih-milih sepatu yang akan mereka beli. Mereka masuk dari toko satu ke toko yang lain untuk mencari sepatu yang bagus dengan harga yang sangat murah.
"Sinta ini bagus ya. Harganya cuma 30.000,” ucap Clarissa yang memandang sepatu hitam yang memiliki pita kecil yang membuat sepatu itu terlihat semakin cantik saat di pakainya.
"Iya bagus, punya aku gimana?" ucap Sinta yang memandang sepatu yang sedang di cobanya.
"Bagus," ucap Clarissa.
"Aku yang ini aja kalau gitu," ucap Sinta.
" kita cari baju lagi," ucap Sinta saat kami selesai membayar sepatu yang kami bawa.
"Akhirnya dapat juga aku beli dengan harga 45.000 setelah menawar habis-habisan," ucap Sinta senang.
"Kamu jago nawar," ucap Clarissa sambil memandang toko-toko yang mereka lewati.
"Apa Baju ini bagus?" tanya Clarissa saat mereka berdiri di depan toko baju dan memandang baju yang terpajang di patung.
"Bagus," jawab Sinta yangmemandang baju berwarna hitam yang terpajang di patung.
Clarissa memandang label harga baju tersebut yang kemudian menggelengkan kepalanya. "Nggak usahlah mahal," ucapnya.
"Kita cari harga murah-murah aja," ucap Shinta.
Clarisa menganggukkan kepalanya, mereka kemudian masuk ke dalam toko tersebut dan mulai mencari-cari pakaian yang sesuai dengan uang yang dimiliki mereka.
"Sepertinya aku mau baju ini aja," ucap Clarissa yang memegang 1 lembar pakaian ditangannya.
Sinta menganggukkan kepalanya, “itu cocok sama kamu,” ucapnya.
Clarissa tersenyum. "Iya aku suka warna dan juga modelnya," ucapnya.
"Aku yang ini aja," ucap Sinta yang mengambil baju kasual yang berwarna merah dan memiliki pita di bagian dadanya.
"Aku beli bajunya satu aja," ucap Clarisa.
"Iya aku juga beli satu besok kalau akhir bulan kita masih punya uang lebih, kita beli lagi," ucap Shinta.
Clarissa mengangukan kepalanya. "Sekarang kita mau kemana?" tanya Clarissa.
"Aku udah capek muter-muter, Aku lapar. Gimana kalau kita makan bakso," ucap Sinta memberi usulan.
Clarissa tersenyum dan menganggukkan kepalanya, mereka mencari warung bakso yang berada di pasar tanah Abang tersebut.
"Kita makan di sini aja ya," ucap Clarissa yang berhenti di depan warung bakso.
"Iya,” jawab Sinta yang masuk ke dalam warung bakso tersebut.
Mereka memilih meja yang masih kosong.
"Mas, saya pesan bakso dan the es dingin 2,” ucap Sinta saat pelayan menanyakan pesanan mereka.
"baksonya enak," ucap Clarissa yang memasukkan bakso kemulutnya
"Iya, aku tuh paling suka bakso," ucap Sinta.
Kedua gadis itu begitu sangat menikmati makan baksonya.
****
