Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 11

“Perusahaan aku bisa bangkrut bila aku memberikan kamu kartu itu,” ucap Fathir.

“Mas tahukan berapa pengeluaran yang harus aku keluarkan setiap hari setiap minggu dan setiap bulan," ungkap Farah.

“Kamu sibuk dengan dunia kamu, kamu sibuk jalan-jalan dengan teman-teman mu, sedangkan kamu tidak memikirkan bagaimana aku dan juga anak kamu, anak kita itu masih kecil dia masih butuh kasih sayang ibu. Namun kamu lebih mengutamakan teman-teman mu. Satu minggu pergi dan kamu baru pulang sekarang, begitu kamu pulang kamu minta uang.” Fathir berkata dengan begitu sangat kesal memandang wajah istrinya.

“Aku pergi aku bilang ya Mas.” Farah membela dirinya.

“Kamu bilang iya, memang kamu bilang dengan saya, kamu pergi,” ucap Fathir.

“Salah aku apa,” tanya Farah.

“Kamu tanya salah kamu? Kamu memberitahu pergi tanpa meminta izinkan,” ucap Fatir yang memukul mejanya.

Farah diam, wajahnya mulai memucat saat melihat suaminya yang sudah mulai emosi. "Aku pulang bukannya Mas rindu sama aku, baik-baik sama Aku, malah Mas marah-marahin aku,” ucap Farah.

Fathir hanya diam tanpa menjawab ucapan istrinya. Dia berusaha menahan rasa emosinya.

“Aku lagi sangat pusing, aku saat ini lagi banyak masalah dan kamu datang kesini membuat kepalaku rasa ingin pecah. Aku minta kamu untuk pergi tinggalkan ruangan ini,” perintah Fathir mengusir istrinya.

"Mas, aku baru bisa pergi Kalau kamu ngasi aku uang,” ucap Farah.

Fathir memandang istrinya.

"Uang untuk bayar arisan tas aku, sekarang Mas," pintanya mendesak.

“Untuk apa kamu membeli tas yang harganya sampai 1 miliar. Aku sudah bilang jangan ikut, kenapa kamu masih mau ikut?" Tanya Fathir.

“Mas, Aku malu kalau nggak ikut. Riri aja yang suaminya nggak punya perusahaan gede seperti kamu, ikut arisan tas itu, dan aku nggak ikut?” ucapnya yang memukul meja didepannya.

Fathir hanya diam dan menghempaskan napasnya dengan sangat kasar. Ia mengeluarkan uang dari dalam laci yang ada di bawah mejanya dan meletakkan uang itu di atas meja.

“Aku hanya memberi kamu segini,” ucapnya.

Farah memandang uang yang diberikan oleh suaminya. Empat ikat yang nominal diatas ikatan uang itu

Rp 5.000.000. “Cuma segini mas, 20 juta,” Farah berkata dengan mengerutkan keningnya.

Fathir menganggukkan kepalanya.

“20 juta ini habis 1 jam lho Mas,” protes Farah.

“Tidak apa kamu habiskan dalam waktu 1 jam, dan mulai dari tanggal sekarang hingga akhir bulan nanti, kamu baru mendapat uang bulanan dari saya,” ucapnya.

“Aku nggak bisa kayak gini Mas,” tolak Farah.

“Aku udah nggak mau tahu lagi Farah, aku sudah pusing melihat sikap kamu yang tidak pernah mau tahu. Bahkan kamu tidak menghiraukan anak dan juga suami kamu. Kamu hanya sibuk dengan dunia mu. Sekarang silakan kamu pergi sebelum aku minta security untuk mengusir kamu dari ruangan ini,” ancam Fatir.

"Kamu jahat ya mas, kamu sudah kejam sama aku sekarang” ucap Farah yang menunjuk suaminya dengan telunjuk jarinya.

Fathir hanya diam tanpa menjawab istrinya.

“Bila kamu tidak pergi, aku akan menghubungi security,” ucapnya.

“Kamu mengancam aku,” ucap Farah.

Fathir mengeluarkan ponselnya dan berencana memanggil security kantornya.

“Nggak usah Mas, aku keluar sendiri,” ucap Farah yang begitu sangat kesal dan memasukkan uang ke dalam tasnya.

Father memandang pintu yang dibanting oleh istrinya. "seharusnya aku dengerin apa kata mama dan papa waktu itu,” ucapnya yang begitu sangat menyesal.

“Bila sikapnya tidak seperti ini, peristiwa itu tidak akan pernah terjadi.” Fatir berkata dengan mengusap wajahnya.

****

Rahman keluar dari ruangan direktur utama. Wajahnya memucat dan mengacak-ngacak rambutnya. Rahman begitu sangat kesal dan juga marah saat mengetahui kelakuan petugas cleaning servicenya. Biasanya selalu ada surat peringatan pertama, namun untuk kali ini bosnya langsung memerintahkan pecat seluruh karyawan petugas kebersihan. Dalam waktu ini juga dia harus mencari karyawan pengganti untuk cleaning service.

Rahman memerintahkan stafnya untuk membuat surat Penetapan. Rahman memanggil seluruh CS, terkecuali Clarissa dan Shinta.

CS yang dipanggilnya berdiri di depan ruangannya.

"Apa kesalahan saya, pak?" ucap cleaning service yang mendapat surat pemecatan dari Rahman.

“Apa perlu saya keluarkan rekaman CCTV, agar kalian tahu di mana letak kesalahan kalian,” ucap Rahman yang begitu sangat marah.

Wajah cleaning service tersebut memucat saat mendengar ucapannya. "Kami tahu kami salah Pak, tapi kami mohon tolong beri kami kesempatan, setidaknya kami diberi surat peringatan 1,” ucapnya yang meminta agar dia tidak dipecat.

Rahman menggelengkan kepalanya, “direktur utama yang meminta saya untuk memecat kalian,” ucapnya.

"Tolong Pak, pertimbangkan kasihani saya. Anak saya mau lahir,” ucap seorang pria yang bertugas sebagai kepala cleaning service tersebut.

“Saya tidak mau tahu apapun alasan kalian, silakan angkat semua barang kalian dari sini,” ucap Rahman yang tidak ingin menambah masaalah.

****

Clarissa dan juga Shinta memandang cleaning service yang datang ke pantri secara bersama-sama.

"Ada apa Mbak? Kenapa kami nggak ikut dipanggil?" ucap Shinta yang bertanya kepada seorang cleaning service yang bernama Ema.

Ema memandangnya seakan benci melihatnya.

"Kalian pasti senang, kalian sengaja melaporkan kami?" ucap Eti menuduh Sinta

"Maksudnya mbak? Saya tidak mengerti," ucap Sinta.

"Jangan pura-pura tidak tahu," ucap Eti.

Clarissa dan juga Sinta terlihat bingung dengan perkataan yang dilontarkan oleh wanita tersebut.

Kedua Gadis itu hanya diam tanpa berani untuk bertanya.

Mereka benar-benar tidak tahu apa yang terjadi.

Clarissa memandang rekan cleaning servicenya yang mengumpulkan barang-barang mereka dan pergi meninggalkan pentri.

Clarissa dan juga Sinta masih belum bisa memahami apa yang sedang terjadi saat ini. Kedua gadis itu saling memandang seakan mencari jawaban.

"Apa yang terjadi,” ucap Clarissa yang sedikit berbisik di telinga Sinta.

Sinta menggelengkan kepalanya.

“Apa mereka dipecat,” tanya Clarissa.

Sinta masih diam tanpa menjawab pertanyaan dari temannya.

Mereka hanya memandang cs-cs itu mengumpulkan barang-barangnya sambil menangis.

Kepala cs-nya juga melakukan hal yang sama.

Carissa memandang Cs yang pergi meninggalkan ruangan pantri tanpa ada menyapanya atau pun berbicara kepadanya. Dari tatapan mata mereka, terlihat rekan kerjanya ini begitu sangat membencinya dan juga sinta.

Ruangan itu berangsur-angsur kosong. Hanya ada Sinta dan juga Clarissa di dalam ruangan yang cukup besar tersebut.

"Apa mereka semua dipecat?" tanya Clarissa

"Bila mereka semuanya dipecat, apa hanya kita berdua saja yang menjadi cleaning service di sini," ucap Sinta yang terlihat panik.

Clarissa menelan air ludahnya. "Kenapa nasib kita seperti ini. Apa itu artinya, kita akan pulang di jam 10 malam?" Ucap Clarissa.

"Jangan ngomong lagi. Aku sudah tidak bisa membayangkan nasip kita nanti," ucap Sinta.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel