Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4: Pencarian

“Ada yang lihat Mba Salma kah? Prof Zach nyari Mba Salma tadi waktu aku lewat sekre,” komentar seorang wanita yang masuk ke laboratorium. Hikayat yang sedang mengerjakan sebuah perhitungan dengan angka-angka yang naik turun langsung melihat ke arah wanita itu.

“Aku terakhir lihat kemarin di daerah apartemenku, Hasanah. Kebetulan lewat,” jawab Hikayat memberitahu wanita itu. Wanita bernama Hasanah itu tampak terkejut.

“Serius, Yat? Mba Salma tinggal di apartemen yang sama denganmu!?” tanya Hasanah. Wanita itu juga segera mendekati Hikayat untuk menggali informasi.

“Kalimatmu ambigu, Hasanah,” komentar salah satu asisten lain di ruangan itu.

“Iya. Dikira satu atap nanti,” tambah asisten yang lain lagi.

“Wah, lumayan satu atap cowo-cewe,” komentar salah satu senior yang sedang mengerjakan skripsi bersama asisten lab.

“Beda tower,” komentar Hikayat malas, “Aku gak tahu kalau Mba Salma tiga pekan gak ke kampus,” lanjutnya. Hasanah yang berada di dekat Hikayat tampak kecewa dengan informasi yang didapatkan.

“Kamu gak ada diminta sama Prof Zach buat cari dia?” tanya Hasanah penasaran, “Kan kemarin heboh soal kamu ngebawa Mba Salma sampai kata Mas Salim ‘Hikayat sudah punya pacar’,” tambahnya. Hikayat memutar bola matanya malas. Kenapa tidak ada asisten lain yang bisa memberikan informasi berguna supaya dia tidak dicekok untuk informasi? Saham miliknya baru saja mengakibatkan kerugian 17 juta di portofolio dan dia harus memperbaiki analisisnya!

“Aku. Bukan. Pacarnya. Sekarang, jangan ganggu aku,” jawab Hikayat dengan intonasi agak tinggi. Kalimat penuh penekanan itu menjelaskan dia sangat tidak mood untuk percakapan apapun.

“Sesuatu memancing emosinya. Aku yakin ada kesalahan lagi di skripsi dia,” komentar salah satu asisten.

“Sudah Hasanah, jangan ganggu dia dulu. Mending kamu ganggu Pak Zahari. Dia tunanganmu ‘kan?” tanya asisten lain. Suasana menjadi ribut dengan Hasanah menjadi bulanan para asisten.

“Menyebalkan,” komentar Hikayat seraya memperbaiki analisisnya. Dia yakin analisis teknikal yang dia masukkan kali ini sudah akurat. Hanya saja, ada seseorang yang dengan sengaja menjatuhkan salah satu sahamnya melebihi toleransinya hingga dia harus potong kerugian.

Hanya saja, informasi Hasanah membuat Hikayat penasaran. Hikayat berasumsi bahwa semuanya normal karena Salma tetap keluar masuk apartemen meski tidak pernah dia lihat di kampus. Dia tidak menduga bahwa wanita itu sudah tiga pekan tidak hadir di kampus.

Hikayat mengembuskan napas berat.

“Aku akan bantu cek. Akan aku kabarkan langsung ke Prof Zach, Hasanah,” ucap Hikayat yang mengejutkan seluruh lab yang sedang menjadikan Hasanah bulanan karena status tunangannya. Hikayat yang melihat semua mata terfokus ke arahnya langsung membalas dengan datar.

“Kenapa? Kaget? Kalau Prof Zach mencari artinya situasinya serius. Kalian tahu sendiri Prof Zach itu orangnya serius kalau sampai mencariin. Aku sebagai mahasiswa di bawah Prof Zach selayaknya membantu beliau,” komentar Hikayat. Semua asisten menyadari bahwa Hikayat sedang serius. Mereka pun tidak memberikan bantahan kepada kalimat Hikayat

***

“Mba Salma,” sapa Hikayat yang bertemu dengan Salma di minimarket apartemen. Salma terkejut mendengar seseorang menyapanya. Selama tiga pekan, wanita itu hanya bertegur sapa dengan penjaga minimarket.

“Eh, Hikayat?” tanya Salma yang terkejut. Hikayat menganggukkan kepalanya.

“Iya. Mba Salma dicari Prof Zach,” jawab Hikayat yang membuat Salma merasa bersalah. Wanita itu tidak siap untuk melangkahkan kaki ke kampus.

“Hikayat, aku boleh tanya sesuatu?” tanya Salma pelan.

“Silakan. Tanyakan saja,” jawab Hikayat datar.

“Apakah ada rumor terkait Ma- Pak Zahari akan menikah?” tanya Salma pelan dan nyaris keceplosan menyebut ‘Mas’. Hikayat menjadi semakin curiga ada hubungan antara Salma dan Zahari. Dia tahu ada yang tidak beres sejak Salma memberi isyarat dengan memukul dadanya kala bertemu Zahari beberapa pekan silam.

“Bukan rumor lagi. Calonnya jadi target candaan lab Teknologi Permainan,” jawab Hikayat datar. Jawaban itu membuat Salma sangat terkejut. Tunangan Zahari adalah orang laboratorium di jurusan mereka.

“Rekan seangkatanku, Annisa Hasanah,” tambah Hikayat. Salma semakin terkejut.

“Mahasiswi tahun ke-4?” tanya Salma memastikan. Hikayat menganggukkan kepalanya.

“Ya. Dia sudah pra-skripsi seperti saya,” jawab Hikayat. Salma semakin terdiam. Perasaannya campur aduk.

Wanita itu merasa ingin menyingkirkan siapapun Annisa Hasanah itu. Dia tiba-tiba ingin egois dan mengambil Zahari untuk dirinya sendiri. Hanya saja, Salma menahan keegoisannya dan memilih pasrah. Dia tidak ingin menjadi jahat melebihi apa yang telah dia lakukan. Lagipula, anak di rahim ini adalah kesalahannya. Kesalahan yang dia tidak ingin buang.

“Ah begitu ya. Terima-” Hikayat langsung memotong kalimat Salma. Pria itu merasa Salma jelas menyembunyikan sesuatu.

“Mba Salma. Saya tahu saya lancang, tetapi di mata saya, ada masalah antara Mba dengan Mas Zahari yang membuat Mba enggan ke kampus,” ucap Hikayat seraya menahan tangan kanan Salma.

Salma menangkap kata ‘Mas’ dari kalimat Hikayat. Dia tidak pernah mendengar satu mahasiswa pun berani memanggil ‘Mas’ kepada Zahari, kecuali sewaktu dirinya nekat.

Bahkan, Salma sadar dia teledor sewaktu menggoda Zahari dengan memakai ‘Mas’. Untungnya, dia cukup sensual untuk membuat Zahari tidak sadar. Atau mungkin ruginya. Karena sekarang Salma membawa benih pria itu di rahimnya.

“Kamu baru mengatakan Pak Zahari ‘Mas’, Hikayat,” komentar Salma. Hikayat menatap datar ke arah Salma.

“Mba Salma salah dengar. Saya jelas mengatakan Pak Zahari,” jawab Hikayat datar. Salma rasa dia tidak bisa memaksa Hikayat mengakui keteledorannya.

“Aku tidak bisa memenuhi panggilan Prof Zach,” jawab Salma. Hikayat menatap datar ke arah Salma.

“Boleh saya mendengar alasannya?” tanya Hikayat datar. Salma terdiam. Dia tidak punya alasan cukup kuat. Kalau dia berbohong, akan sangat mudah terbaca dengan emosinya yang bergejolak.

“Aku tidak bisa menjawab,” jawab Salma. Hikayat tetap menahan tangan Salma, tidak membiarkan wanita itu melepaskan cengkramannya. Hikayat tidak ingin gagal dalam misinya. Dia harus satu atau lain cara bisa mendapatkan alasan jelas atau Salma menemui Prof Zach.

“Saya ingin alasan jelas atau Mba akan ikut saya bertemu Prof Zach. Saya tidak akan mengecewakan Prof yang menitipkan amanah melalui Hasanah,” balas Hikayat dingin. Salma mengembuskan napas berat. Dia tidak tahu apakah salah mempercayakan Hikayat, tetapi dia harus melakukannya.

“Aku hamil,” ucap Salma pelan. Hikayat yang tidak pernah Salma lihat menampilkan reaksi kuat kali ini tampak sangat terkejut. Hampir saja cengkraman Hikayat lepas kalau dia tidak segera mengembalikan ketenangannya.

“Mba tahu apa yang Mba katakan?” tanya Hikayat dingin. Salma memberikan anggukan pelan.

“Mba yakin Mba benar-benar hamil?” tanya Hikayat lagi. Pertanyaan itu membuat Salma tiba-tiba merasa mendidih. Hikayat tidak tahu betapa dia berharap dia tidak hamil.

“Apa fakta aku selama dua pekan berturut-turut mencoba menggunakan testpack menjawab, Hikayat?” tanya Salma pelan. Hikayat mengembuskan napas pelan.

“Mba tidak ada ke dokter?” tanya Hikayat. Salma tidak mengerti dengan sikap Hikayat yang berubah.

“Aku mau ke dokter bagaimana, Zach? Orang-orang akan menghakimiku,” jawab Salma pelan, “Lagipula, aku tidak punya uang untuk itu.”

“Kalau begitu. Mba ikut saya sekarang,” balas Hikayat dingin. Salma terkejut mendengar kalimat Hikayat.

“Aku tidak-” Hikayat memotong kalimat wanita itu.

“Saya tidak menerima protes. Urusan biaya adalah urusan saya,” lanjut Hikayat dingin.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel