Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Ribut Di Kantin

Jenara kini tiba di sekolah dengan pikiran yang sedikit linglung juga hampir setengah gila. Bagaimana tidak, ia tidak hentinya memikirkan tentang apa yang terjadi dengannya semalam. Itu sungguh plot twist yang mengejutkan.

Bagaimana bisa pak Edward menikah dengan kakaknya? Bukankah akan sangat memalukan jika kelak pak Edward menjadi kakak iparnya dan mereka memiliki riwayat yang menjijikkan? Bagaimana jika kak Zeline tahu perihal hisap ASI kemarin hari? Dia pasti tidak akan mengampuni Jenara.

“Jenara!” panggil Steven dari parkiran, Jenara yang baru saja melangkah memasuki gerbang sekolah dibuat tersenyum lebar.

“Kenapa mendadak semua masalah hilang kalau sudah bertemu dengan satu orang ini?” gumam Jenara yang mana langkahnya dengan sendirinya melangkah menghampiri Steven di parkiran.

“Berangkat sendiri?” Jenara mengangguk di mana senyumnya tidak sedikitpun pudar dari bibirnya.

“Mora sama Fani mana?” tanya Steven lagi.

“Udah berangkat duluan, mereka ada piket PMR hari ini,” jawab Jenara dengan santai.

Steven hanya mengangguk lalu memberikan kotak bekal pada Jenara.

“Apa ini?” tanya Jenara yang mana ia langsung membuka kotak bekal tersebut.

“Roti bakar selai coklat kesukaan kamu,” jawab Steven seraya melepas jaketnya.

Jenara tampak berbinar kala melihat roti bakar tersebut, “Ini buat aku?” Steven mengangguk membuat Jenara mengulum bibirnya dengan tipis.

“Makasih ya,” Steven hanya tersenyum dan mengacak- acak rambut Jenara.

“Besok aku ada pertandingan bola basket, kalau kamu sempet dan ada waktu, boleh enggak dateng tonton pertandingan aku?” Jenara diam menganga mendengar tawaran tersebut.

“Serius boleh?” tanya Jenara balik membuat Steven tidak bisa menahan tawa kecilnya.

“Ya boleh dong, kan aku yang minta buat kamu dateng,” Jenara benar- benar tidak bisa menahan senyumnya saat ini.

Jenara mengangguk dengan mantap, tanpa menghilangkan senyum di bibirnya.

“Aku pasti dateng tonton pertandingan kamu,” Steven tersenyum dan menyampirkan tasnya di pundak.

“Kalau gitu aku ke kelas dulu, ada tugas yang belum selesai kemarin,” Steven mengacak- acak kembali rambut Jenara sebelum pergi.

Jenara yang mendapatkan perlakuan manis tersebut, melompat kegirangan kala Steven sudah pergi. Bahkan beberapa siswa yang melihatnya, menatap bingung dan heran dengan sikap Jenara.

Siapa yang tahu jika di parkiran tersebut, ada pak Edward yang masih berada dalam mobilnya memandangi Jenara dan Steven sejak tadi.

“Apa yang membuatnya sesenang itu? Apa hanya karena diacak- acak rambutnya dia berubah menjadi ceria dan tersenyum tanpa henti? Itu sungguh menggelikan,” dumel Edward seraya keluar dari mobilnya.

Tatapannya masih tertuju pada Jenara yang memeluk erat kotak bekal yang Steven berikan tadi. Membuat Edward berdecak pelan dan langsung melenggang pergi menuju ruangannya.

***

Saat bel istirahat, kini Jenara dengan kedua temannya sedang berada di kantin.

Mora dan Olea hanya bisa memandangi Jenara dengan heran dan banyak pertanyaan.

“Kau sampai kapan akan memandangi kotak bekal itu?” tanya Olea heran dengan sikap gila Jenara yang sedang kasmaran.

Jenara tersenyum, memandang Mora dan Olea dengan ceria, “Sepertinya aku tidak akan memakannya, bagaimana jika aku awetkan saya, dengan tulisan sebagai kenang- kenangan dari Steven.”

Mora dan Olea langsung pergi ke wastafel tempat mencuci tangan dan berlagak sedang muntah membuat Jenara berdecak kesal melihat kelakuan mereka berdua yang begitu berlebihan.

“Maaf, kita sedikit mual jika mendengar seseorang yang sedang membual atau kasmaran,” ujar Mora seraya berpura- pura mengusap mulutnya dengan tisu.

Jenara menatap kesal mereka berdua, menyeruput hingga tandas jus jeruk di depannya, “Kalian benar- benar keterlaluan, bukannya dukung hubungan aku sama Steven malah kayak gini.” Olea menaikkan sebelah alisnya dengan heran.

“Dukung? Emang kau sama Steven ada hubungan apa? Emang kau spesial? Emang kau satu- satunya? Emang Steven ada kata cinta sama kamu?” tanya Olea dengan segala pertanyaan randomnya namun masuk akal.

Jenara langsung menyodorkan gelas kosongnya ke tengah, menatap kotak bekal itu dengan bibir yang ia majukan ke depan, “Enggak ada hubungan spesial sih, tapi sama dia aku kayak ngerasa istimewa. Buktinya aku juga disuruh nonton pertandingan bola basketnya.”

Mora dan Olea langsung memalingkan wajahnya dengan dumelan dan segala umpatan yang mereka keluarkan.

“Kau kira hanya kau yang diajak nonton? Semua siswa siswi juga disuruh nonton pertandingannya begoooo, biar pertandingan mereka rame suporternya,” ujar Olea dengan geram.

Jenara hanya bisa mengerucutkan bibirnya dengan manyun ke depan.

“Terus maksudnya ngasih roti bakar dengan selai coklat kesukaan aku gini apa coba kalau enggak suka? Pasti buatnya pakai perasaan kan?” Mora dan Olea langsung saling melemparkan tatapan satu sama lain.

Mora dengan cepat langsung membuka kotak bekal tersebut membuat Jenara panik.

“Roti gosong gini kau bilang buatnya pakai perasaan? Penjual martabak manis spesial di luaran sana juga pakai perasaan tapi enggak pernah jalin hubungan sama pembelinya, kau kira apa- apa pakai perasaan itu namanya cinta? Kalau gitu semua orang bisa jatuh cinta dengan siapa saja kalau melibatkan perasaan, roti gini aja bikin bimbang perasaan,” omel Mora dengan panjang lebar dan rasa jengkelnya.

Jenara hanya bisa diam dan meletakkan kepalanya di atas meja.

Olea menyenggol siku Mora kala rombongan Dera memasuki kantin.

Mora langsung memasukkan kembali roti bakar itu ke dalam kotak bekal tadi.

Tiba- tiba Dera melintas di sekitar meja mereka, “Eh tunggu, ini bukannya kotak bekal kamu ya Der.” kata Cena yang langsung mengambil kotak bekal yang tadi Steven berikan pada Jenara.

Mora dan Olea saling melemparkan tatapan, sebelum Jenara bangkit dari kursi dan merebut kotak makan tersebut.

“Ini dari Steven buat aku ya,” rebut Jenara dengan tidak mau kalahnya.

Dera memicingkan matanya kala mendengar hal itu, “Tapi ini aku belikan untuk Steven.” Dera kembali merebut kotak bekal makanan itu dari tangan Jenara.

Jenara hendak merebutnya namun Cena mendorongnya dengan kasar hingga Jenara terjerembab di lantai.

Mora dan Olea dengan cepat langsung membantu Jenara untuk bangun.

“Jangan keterlaluan, ini hanya kotak makan, bukan emas yang perlu diributkan,” marah Olea dengan kesal.

Dera langsung mendekati Jenara dengan tatapan datarnya, “Kau tahu, kau bisa dibilang seorang pengganggu atau perusak hubungan orang lain jika bersikap seperti ini. Semua siswi juga tahu jika kau mengejar- ngejar Steven, tapi apa balasannya, kau terkesan murahan dan rendahan. Steven hanya melihatku, tidak denganmu.” Olea yang mendengar hal itu tampak geram dan mendorong bahu Dera dengan kasar.

“Enggak usah sok berkuasa apalagi merasa menang karena kau mendapatkan perhatian lebih dari Steven, model kayak Steven gitu aja diributin, Jenara bisa dapetin yang lebih baik dari dia, Steven aja yang kegatelan dan suka beri harapan buat Jenara, sisi gatel juga bisa dari cowok enggak harus cewek,” marah Olea dengan kesal membuat Dera mengepalkan tangannya dengan kuat.

Dera sontak langsung mendorong Olea, di mana hal itu malah menjadi perdebatan dan pertengkaran yang hebat.

Yang semula hanya cekcok kini berubah menjadi tarik menarik rambut, bahkan seisi kantin sudah riuh dengan pertengkaran mereka.

Dan keadaan Dera dan Jenara sudah tidak terbentuk saat ini. Mereka benar- benar berantakan dan semrawut.

“Berhenti!” teriak salah satu dari mereka untuk mengakhiri pertengkaran yang ada.

“Kalian dipanggil ke ruang guru!” sambung siswa itu memberitahu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel