Kotak Bekal
Kini Jenara dan Dera telah berada di kantor ruang BK. Dan di sana ada wali kelas mereka masing- masing.
“Jadi, siapa yang mau pertama jelasin?” tanya bu Deli pada mereka berdua yang sejak tadi hanya diam saja.
Jenara langsung mengangkat kepalanya menatap bu Deli, “Saya tadi asyik makan sama Mora dan Olea di kantin, tiba- tiba nenek lampir ini datang bu, main rebut kotak bekal saya.” Dera yang mendengar jika dirinya disebut nenek lampir sontak mendelik kesal.
“Heh, asal kamu tahu ya, itu kotak bekal aku beli buat Steven, terus gimana ceritanya bisa ada di kamu?” marah Dera membuat Jenara sontak dengan percaya dirinya menjawab, “Karena Steven yang memberinya padaku. Dia memberiku roti bakar pagi ini, spesial dengan selai coklat.” Jenara tidak lupa menjulurkan lidahnya untuk mengejek Dera.
Dera mendelik marah dan merasa tidak terima, “Mau Steven kasih kau tanah atau batu aku tidak peduli, asal jangan pakai kotak bekal makananku.” Jenara tersenyum dengan sumbang.
“Kenapa, kau panas ya? Cemburu karena Steven kasih aku roti bakar spesial dengan selai coklat? Kasian, kotak bekalnya digunain buat roti bakarku,” ejek Jenara dengan lucu yang mana membuat Edward mengulum bibirnya serapat mungkin untuk tidak tersenyum saat ini melihat tingkah gemas Jenara.
Dera hendak buka suara namun bu Deli menggebrak meja untuk menengahi.
“Jadi kalian berdua hanya memperebutkan kotak bekal makan ini?” tanya bu Deli memastikan sebelum memberikan mereka hukuman.
Keduanya langsung diam dan menunduk membuat bu Deli hanya bisa menghela napas pelan.
“Karena ini masalah hati dan cinta kalian pada Steven, hukumannya dibagi rata aja ya,” kata bu Deli membuat mereka berdua langsung mengangkat kepalanya dengan bersamaan dan menatap bu Deli dengan wajah tidak terima.
“Tidak bu, saya tidak mau. Dia yang mulai duluan, tiba- tiba datang ngambil kotak bekal saya, dia duluan yang keroyok saya, di sini saya hanya korban,” bela Jenara pada dirinya sendiri.
Dera langsung mendelik marah mendengar hal itu, “Apa kau bilang? Enak aja salah aku, kau juga salah ya, kau juga narik rambutku, temanmu juga keroyok temanku.”
Bu Deli dan wali kelas mereka berdua hanya bisa mengusap alis dan memijit pelipis.
Tiba- tiba pak Edward berdiri dan langsung mengambil kotak bekal yang menjadi akar permasalahan.
“Biar adil kotaknya saya balikin ke Steven, ibu beri saja mereka hukumannya,” kata pak Edward sembari melenggang pergi keluar dari ruang BK.
Jenara mengerucutkan bibirnya dengan kesal kala kotak bekalnya dikembalikan pada Steven.
Kini Jenara benar- benar menyesal karena tadi tidak langsung memakannya. Benar Mora dan Olea, dia hanya kenyang karena menatapnya tanpa bisa merasakan bagaimana rasanya.
Sedangkan di tempat lain ada Edward yang memandang kesal kotak bekal yang ia ambil dari Jenara tadi.
“Kotak bekal isi roti bakar aja diributin sampai dibelain jambak- jambakan, iya kalau isinya emas atau berlian wajar, roti bakar gosong aja diributin,” dumel Edward yang entah kenapa dirinya tampak uring- uringan sendiri.
***
Setelah menyelesaikan hukumannya yakni membersihkan kamar mandi dan merapikan buku- buku di perpustakaan, kini Jenara dengan cepat pergi ke kelas Steven.
Ya, dia pergi ke sana untuk minta maaf.
“Steven,” panggil Jenara kala melihat Steven keluar dari kelas bersama dengan teman- temannya.
“Nara, ada apa?” tanya Steven yang mana memberitahu teman- temannya untuk pergi lebih dulu ke lapangan.
Denta yang paling suka dengan Jenara, sontak melemparkan cuitannya, “Nara sayang, besok dateng ya lihat pertandingan kita.” Jenara hanya mengangguk dengan senyum yang amat sangat manis.
Ben yang melihat senyuman Jenara, paling tidak bisa menahan godaan untuk tidak melontarkan gombalannya pada Jenara, “Pokok kalau kamu dateng, aku bakalan cetak banyak skor untukmu.”
Sontak Denta langsung menonyor kepala Ben, “Nyetak skor apa? Masukin bola ke ring aja banyak melesetnya.” Jenara hanya tertawa kecil dengan perdebatan mereka.
Setelah mereka pergi, Jenara langsung mengatakan akan tujuannya menghampiri Steven.
“Emm, itu aku hanya memastikan saja, apa tadi pak Edward nemui kamu?” Steven menggelengkan kepalanya pelan.
“Enggak, kenapa?” tanya Steven balik membuat Jenara menghembuskan napas lega dan manggut- manggut dengan senang.
“Yasudah, aku pergi dulu. Besok aku beritahu,” kata Jenara yang langsung pergi begitu saja meninggalkan Steven di depan kelas.
Steven lalu berteriak, “Jangan lupa besok buat dateng.” Jenara hanya mengacungkan jempolnya tanpa berbalik menatap Steven.
Steven hanya tersenyum melihat tingkah gemas Jenara. Ia lalu pergi ke lapangan untuk latihan.
Kini Jenara berjalan menyusuri lorong untuk menemui pak Edward.
“Semoga aja rotinya masih ada, laper banget pengin makan,” gumam Jenara yang mana ia sangat berharap sekali jika rotinya masih ada.
Jenara sudah berada di depan ruangan pak Edward, namun ia tidak berani mengetuk pintunya.
“Gimana cara ngomongnya ya?” gumam Jenara dengan bingung.
Jenara menghirup dalam napasnya sebelum ia memberanikan diri dalam mengetuk pintu ruangan pak Edward.
“Masuk,” jantung Jenara hampir lepas karena suara pak Edward, dengan cepat ia masuk ke dalam.
Tampak pak Edward sibuk dengan berkasnya.
“Pak, maaf mau tanya,” kata Jenara yang hanya dijawab dengan dehaman oleh pak Edward.
Jenara menelisik meja pak Edward, tampak berbinar kala melihat kotak bekal milik Steven ada di sana.
“Apa?” tanya pak Edward dengan galak seraya menatap Jenara.
“Maaf saya mau ambil kotak bekalnya,” kata Jenara dengan senyum yang tidak bisa ia tahan saking girangnya.
Edward menoleh menatap kotak bekal di sampingnya, dengan santai Edward memberikannya pada Jenara.
Dengan sangat antusias Jenara langsung membukanya.
Kosong.
“Loh kok kosong pak?” tanya Jenara dengan kecewa kala kotak bekalnya kosong.
Edward menghela napas dan menutup bukunya, “Bu Deli tadi yang makan.”
Jenara sedikit membuka mulutnya tidak percaya.
“Tapi kan,” Jenara tidak melanjutkan ucapannya membuat pak Edward menaikkan sebelah alisnya.
Jenara hanya diam dan menggenggam erat kotak bekalnya.
“Lagian kan cuma roti bakar, di kantin juga ada. Beli lagi kan bisa,” kata pak Edward dengan santai membuat Jenara hanya diam mendengarkan.
Pak Edward menyandarkan punggungnya ke kursi, menatap Jenara dari atas hingga bawah.
“Kamu sudah pumping?” Jenara langsung membelalakkan kedua matanya dengan terkejut.
Pak Edward langsung beranjak dari kursinya, mendekati Jenara.
Jenara hanya diam memeluk erat kotak bekalnya.
“Seragammu basah,” beritahu pak Edward membuat Jenara langsung memeriksa seragamnya dengan panik.
Dan benar, seragamnya basah, namun ia tidak merasakan sakit atau nyeri pada bagian benda kenyalnya.
Jenara memejamkan mata sekilas kala seragamnya basah bukan karena ASInya, melainkan membersihkan kamar mandi tadi.
“Ini tadi basah karena air,” kata Jenara dengan malu membuat pak Edward hanya manggut- manggut dan perlahan mendekati Jenara.
Jenara menatap gugup juga takut pada pak Edward.
“Kamu tahu kan apa yang harus kamu lakukan jika ASImu keluar?” Jenara mendongak menatap pak Edward dengan gugup.
Tatapan keduanya saling bertemu satu sama lain.
“Saya janji saya tidak akan melakukan hal ceroboh itu lagi, saya selalu pumping sebelum berangkat ke sekolah, jadi saya pastikan kejadian kemarin tidak terulang lagi,” kata Jenara menyakinkan pak Edward.
Jenara tersentak kaget kala pak Edward menarik pinggang rampingnya hingga tubuh mereka hampir menempel satu sama lain.
“Sepertinya kamu tidak menganggap serius ucapan saya, bagaimana jika papamu dan semua sekolah tahu perihal apa yang kamu lakukan kemarin pada saya? Ah saya tidak bisa membayangkan hal itu terjadi, bukankah kita bisa saling melakukan kerja sama dan timbal balik yang menguntungkan?” Jenara hanya diam dan menelan salivanya dengan takut.
Pak Edward mendekatkan wajahnya pada wajah Jenara dan berkata, “Saya dapat ASI kamu dan kamu tidak perlu payah pumping.”
Jenara langsung mendorong dada bidang pak Edward dengan napas yang sedikit tersengal karena menahan gugup sejak tadi.
“Maaf pak, saya pergi dulu,” kata Jenara yang bergegas pergi dari ruangan pak Edward sebelum semuanya menjadi kacau.
Pak Edward hanya tersenyum seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
