Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

6. MATA ITU, MATA YANG SAMA

"Apa Mom?" tanya Tian, mendengar Mommy mengatakan sesuatu, tapi kalimatnya tidak terdengar dengan jelas.

"Gadis itu ...." Kalimat Mommy terhenti ketika pesanan es cream vanilla coklatnya datang.

"Thank you," ucap Tian pada pelayan toko yang menyajikan es cream.

"Cantik sekali." Mommy melihat tampilan es cream vanilla coklat yang begitu cantik dengan beberapa toping coklat tersaji dalam mangkuk bening. "Jadi sayang mau memakannya."

"Mommy ada-ada saja. Ini untuk dimakan, bukan untuk dilihatin." Tian geleng-geleng kepala. Ketika tangannya sudah memegang sendok kecil dan siap untuk mengeksekusi es creamnya, dengan cepat Mommy segera melarangnya.

"Eh, stop! Stop!" teriak Mommy.

Tian kaget. "Kenapa Mom?!"

"Stop! Tunggu dulu! Tunggu!" Tangan Mommy dengan cepat segera mengambil ponsel yang ada di dalam tas tangannya. "Mommy mau mengabadikan dulu es cream cantik ini!"

"Astaga Mommy! Aku pikir ada apa?! Sampai kaget aku," Tian menghela napas melihat tingkah Mommy nya.

Mommy telah selesai mengabadikan kedua es cream vanilla coklat. "Sekarang kamu boleh makan."

Tian geleng-geleng kepala. "Ck, ck, ck, norak banget Mommy ini."

"Norak-norak begini juga Mommy kamu! Malaikat tak bersayap yang telah melahirkan kamu dengan taruhan nyawa, sembilan bulan ada dalam perut Mommy. Nggak enak makan, nggak enak tidur, pokoknya nggak enak ngapa-ngapain." Mommy akhirnya bicara panjang lebar, tidak ada titik dan koma sehingga mengundang rasa penasaran Arlyn untuk menoleh karena dari empat meja yang terisi, hanya meja Mommy dan Tian yang paling berisik.

"Pantas saja berisik, ternyata emak-emak. Mereka Ibu dan anak atau Tante sama berondongnya? Hi-hi-hi." Arlyn terkikik sendiri dengan imajinasi yang dibuatnya. "Astaga, Arlyn! Tidak boleh begitu, nanti kamu berdosa."

Mendengar suara cekikikan dari arah meja Arlyn, Tian menoleh. Matanya langsung terpaku begitu melihat wajah imut gadis cantik rambut panjang berponi sedang menunduk menikmati es creamnya. "Ya Tuhan, gadis itu, gadis bermata indah itu. Gadis di toko roti."

Mommy melihat ekspresi wajah Tian yang tertegun, tidak melepaskan tatapannya dari gadis yang berjarak hanya beberapa meter dari meja mereka. "Kamu mengenal gadis cantik itu?"

Tian terdiam, seluruh aliran darah dalam tubuhnya seakan berdesir, disertai detak jantung yang tiba-tiba berdetak kencang, sehingga tanpa sadar, tangannya meraba dada bagian kiri.

Mommy melihat gadis cantik berponi yang ada di seberang meja, gadis itu sama sekali tidak menyadari jika putranya sedang melihatnya. "Bastian Pisceso, apa kamu mengenal gadis cantik itu?" tanya Mommy dengan suara lebih keras.

Arlyn mendongak, tatapannya langsung melihat ke arah meja Tian karena mendengar Mommy bersuara keras.

Satu detik, dua detik, tiga detik, Tian dan Arlyn saling bertatapan. Keduanya merasakan hal yang sama, jantung yang berdetak kencang disertai begitu banyak rasa, bahkan berjuta-juta bermacam-macam rasa, perasaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Mommy semakin heran dan bingung. Tadi Tian yang terpaku melihat gadis itu, sekarang gadis itu yang terpaku melihat Tian, sehingga semakin menimbulkan banyak rasa penasaran dalam benak Mommy.

Arlyn tersadar ketika ponsel yang ada di atas mejanya bergetar. Dengan gugup, Arlyn segera melihat layar ponsel, siapa yang meneleponnya. "Silvi!"

Arlyn :

"Hallo Silvi."

Silvi :

"Hallo Arlyna. Where are you?!"

Arlyn melihat ke arah luar :

"Aku ada di toko es cream lantai 4."

Silvi :

"Ok, aku meluncur ke sana!"

Arlyn langsung menutup ponselnya. Entah kenapa, tangannya jadi gemetar. "Eh, ada apa dengan tanganku? Kenapa gemetar?" gumam Arlyn dalam hati. "Apa karena aku kebanyakan makan es cream?! Tidak, tidak! Makan es cream sebanyak apa pun, aku tidak pernah seperti ini. Ya Tuhan, apa karena aku gugup?!"

Di meja lain, Mommy menepuk tangan Tian. "Bastian Pisceso!"

"I ... iya Mom! Mom!" Tian kaget bercampur gugup.

"Ada apa?! Ditanya dari tadi tidak menjawab! Kamu kenal gadis cantik berponi itu?!" tanya Mommy melihat Arlyn sedang menunduk.

"Ti ... tidak Mom," Tian gugup.

Mommy menyipitkan matanya melihat Tian. "Bohong!"

Untuk menghilangkan kegugupannya, Tian segera mengaduk es cream yang hampir mencair. "Untuk apa aku bohong?"

Mommy semakin menyipitkan matanya. "Kamu tidak pandai berbohong. Mommy yakin, kamu pasti mengenal gadis itu."

Tian tidak menghiraukan ucapan Mommy nya, tangan dan bibirnya fokus pada es cream rasa vanilla coklat yang bisa membantunya menghilangkan segala kegugupan dalam dirinya.

Tidak jauh berbeda dengan Arlyn, es cream varian rasa dengan porsi jumbo terus saja diaduknya dengan hati bicara sendiri. "Ya Tuhan, pria itu! Pria itu, pria yang sama, pria yang tadi menolongku."

Walau dalam kegugupan, Arlyn penasaran juga dengan Tian. Diam-diam, matanya kembali melirik ke arah Tian dengan hati yang masih bicara sendiri. "Tapi, wajah pria itu seperti tidak asing buatku. Apa aku pernah melihatnya? Mata itu, mata pria itu, sepertinya aku pernah melihat mata itu, tapi di mana?"

"Bastian Pisceso, putra tersayang Mommy," bisik Mommy sambil makan es cream. "Gadis cantik berponi itu sedang melihatmu. Sepertinya, gadis itu tertarik padamu. Apa kamu tidak berniat untuk berkenalan dengannya?"

Mendengar ucapan Mommy, Tian langsung tersedak. "Uhukh ... uhuukh ... kh."

"Eh, kenapa kamu?" Mommy dengan cepat mengambil tisu dan memberikannya pada Tian. "Hati-hati kalau makan. Untung ini cuma es cream yang rasanya manis, bagaimana kalau lagi makan baso yang pedas? Bisa gawat kamu."

Tian menghapus bibirnya. "Mommy ini cerewet sekali, aku sampai tersedak."

"He-he-he. Tersedak karena apa? Kaget ya, gadis itu ngelihatin kamu. Ayo, ngaku! Kamu jadi gugup. He-he." Mommy jadi iseng menggoda putranya.

"Apa sih Mommy ini?" Wajah Tian jadi merona merah.

"He-he-he. Apa kamu menyukainya?" tanya Mommy semakin iseng menggoda putranya.

"Jangan aneh-aneh deh Mom. Aku tidak mengenalnya." Tian melanjutkan makan es creamnya.

"Semua pasangan itu, pada awalnya memang tidak saling mengenal. Mommy dan Daddy juga begitu. Dulu kami tidak saling kenal, tapi kami akhirnya jadi saling kenal, menikah lalu punya kamu."

"Itu berbeda Mom," ucap Tian terpojokkan.

"Sama, semua sama!" Mommy terdiam beberapa detik, lalu terbersit senyum penuh misteri. "Apa harus Mommy yang memperkenalkan kamu pada gadis rambut panjang berponi itu?"

Mata Tian melebar, jika Mommy bicara seperti itu, sudah dipastikan Mommy akan melakukan hal itu. "Jangan! Jangan Mom! Please Mom, jangan."

Mommy terkekeh melihat wajah putranya panik. "He-he. Kalau begitu, datangi dan ajak kenalan gadis itu! Tanya siapa namanya? Kalau tidak, Mommy sendiri yang akan ...." Belum melanjutkan kalimatnya, terdengar suara wanita cempreng menyapa gadis yang sedang dibicarakan Tian dan Mommy.

"Hai, Arlyna sayang !" Silvi datang dengan tangan membawa beberapa paper bag, langsung duduk di depan Arlyn.

"Lama sekali?"

"Namanya juga cewek kalau belanja pasti lama lah," jawab Silvi. "Kamu sudah lama di sini?"

"Sudah hampir berjamur," jawab Arlyn. "Kamu belanja apa? Banyak bener paper bagnya."

"Sepatu, tas, baju dan ...." Kalimat Silvi berhenti ketika matanya melihat Tian. "Eh, Arlyn! Bukankah itu cowok yang tadi menolongmu?!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel