Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. SALON DI MALL

"OMG! Ini ponsel Mommy." Tian mengambil ponsel warna silver yang ada di tangan Oma. "Kenapa ada pada Oma?"

"Tadi, Oma lihat ada di atas meja makan. Mommy kamu memang begitu, selalu lupa dengan ponselnya."

"Jadi gimana dong Oma?" Tian sekarang yang kebingungan.

"Kamu balik lagi ke salon! Itu juga, kalau kamu tidak mau kehilangan Mommymu."

"Yaelah." Tian menarik napas. "Mana salonnya jauh banget."

"Terserah kamu. Kalau tidak mau Mommy kamu hilang ditelan bumi, sekarang juga kamu balik lagi ke salon. Tapi, kalau mau Mommymu hilang, ya sudah, tidur saja, tidak usah ke sana," Oma pergi meninggalkan Tian dengan wajah bingungnya.

Tian menghela napas. "Ya sudah, aku balik lagi ke salon, tapi mau mandi dulu. Tubuhku rasanya lengket."

Oma tersenyum mendengar ucapan cucunya. "Anak baik."

......

Di tempat lain, Arlyn sedang duduk manis dibalkon rumahnya sambil menikmati roti coklat yang tadi dibelikan temannya, Silvi.

"Arlyn. Arlyna!"

"Aku dibalkon Ma," jawab yang punya nama dengan mulut penuh roti.

"Kamu sedang apa?"

"Ini." Arlyn memperlihatkan sepotong roti di tangannya. "Makan roti coklat."

"Roti dari siapa?" Mama langsung duduk di samping putrinya.

"Dari Silvi, tadi aku antar Silvi ke toko roti, pulangnya dibeliin ini," jawab Arlyn. "Ada apa Ma?"

"Mama minta antar."

Arlyn melihat Mama dan baru menyadari Mama sudah berpakaian sangat rapi. "Antar ke mana?"

Beberapa detik Mama terdiam, berpikir jawaban apa agar putrinya mau mengantar. "Antar Mama shopping."

Mendengar kata shopping, mata Arlyn langsung melebar. "Mau, mau Ma! Aku mau antar Mama shopping!"

Mama tersenyum lebar. "Bersiaplah! Ganti bajumu itu, jangan pake celana pendek!"

"Ok, siap!" Arlyn langsung meloncat turun dari kursi lalu memberikan roti sisa bekas makannya. "Ini roti buat Mama saja. Habiskan!"

"Anak kualat. Masa Mama dikasih roti sisa?!" ucap Mama melihat roti yang ada di tangannya.

"He-he-he. Itu tanda sayang putri cantikmu ini Ma," jawab Arlyn dari dalam kamar.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk bersiap-siap, Arlyn dan Mama sudah duduk manis di dalam mobil.

"Mang Didin. Kita ke Mall," ucap Arlyn.

"Siap Non," jawab sopir melihat putri majikannya dari kaca spion dalam.

"Kita tidak langsung shopping ya," ucap Mama melihat putrinya. "Antar Mama ke salon dulu."

"Salon?" Arlyn kaget. "Mau apa Mama ke salon?!"

"Mama mau panjat tebing di salon!" jawab Mama ketus.

Wajah Arlyn langsung memelas. "Kenapa Mama baru mengatakannya sekarang? Aku malas kalau ke salon."

"Kenapa sih, kamu ini anti banget ke salon?! Biasanya, anak perempuan itu paling seneng kalau diajak ke salon. Kamu malah sebaliknya, aneh! Mama mau melakukan perawatan."

Ingatan Arlyn langsung teringat dengan kejadian beberapa tahun yang lalu disaat mengantar Mama ke salon, duduk berjam-jam seperti orang bego tidak tahu apa yang harus dilakukan.

"Malah bengong!"

"Aku malas ke salon." Arlyn merengut. "Tahu akan ke salon, aku tidak mau ikut!"

"Nanti kamu juga bisa nyalon kayak Mama. Kamu bisa manicure pedicure biar kukumu sehat dan terawat atau kamu bisa nail art biar kukumu terlihat cantik, atau juga kamu bisa creambath agar rambutmu semakin indah terawat."

Arlyn hanya bisa menghela napas. "Aku tidak menyukai semua hal itu Ma. Aku rapi, bersih dan wangi sudah cukup buatku."

"Anak perawan kok susah sekali dibilangin. Ya sudah! Nanti Mama kasih uang agar kamu bisa jalan-jalan di mall sementara Mama nyalon."

Wajah yang merengut kembali tersenyum. "Nah gitu dong! Mama nyalon, aku jalan-jalan."

Mang Didin hanya senyum-senyum sendiri mendengar interaksi kedua majikannya, yang tua seneng nyalon yang muda malah sebaliknya.

Mall yang cukup besar dan terkenal sekarang telah nampak di depan mata. Arlyn dan Mama langsung turun dari mobil setelah memberitahu Mang Didin agar tidak pergi jauh-jauh dan selalu mengaktifkan ponselnya.

"Tumben mall sepi pengunjung," ucap Arlyn begitu menjejakkan kakinya ke dalam mall.

"Iya." Mama hanya melihat beberapa orang yang berlalu lalang.

"Kita ke lantai berapa Ma?" tanya Arlyn.

"Lantai 6," jawab Mama langsung menuju ke eskalator.

"Kenapa tidak naik lift saja Ma?"

"Apa kamu tidak lihat, orang begitu banyak di depan lift," jawab Mama.

Arlyn mengikuti Mama dari belakang menuju ke eskalator. Pandangannya mengedar ke sekeliling, melihat suasana mall yang tidak terlalu ramai.

Tiba di lantai 6, Mama langsung masuk ke salon yang sudah menjadi langganannya.

"Selamat datang Jeng Dewi," sapa wanita yang umurnya tidak jauh berbeda dengan Mama, langsung datang menghampiri.

"Eh, Jeng Siska. Tumben ada di salon." Mama cipika cipika seperti kebanyakan Ibu-ibu kalau say hello. "Saya dengar katanya sedang di Singapura."

"Iya, kebetulan baru kemarin pulang dari Singapura."

"Wah, enak ya kalau punya suami seorang diplomat, kerjanya bisa menjelajah ke berbagai negara," ucap Mama.

"Biasa saja." Jeng Siska melihat Arlyn berdiri di belakang Mama. "Ini pasti Arlyna."

Mama langsung memperkenalkan putrinya. "Iya, ini Arlyna. Sekarang sudah kuliah, sebentar lagi skripsi."

"Oh, sudah besar ya. Cantik! Kalau Tante punya anak laki-laki, pasti sudah Tante jodohkan dengan anak Tante." Jeng Siska melihat Arlyn dari atas sampai bawah.

Arlyn tersenyum, tapi hatinya menggerutu. "Untung Tante Siska tidak punya anak cowok. Dijodohkan? Ogah banget! Tidak ada dalam kamus hidupku yang namanya perjodohan!"

Menyadari cukup lama berdiri, Tante Siska mengajak Mama masuk untuk segera melakukan perawatan, tapi dengan cepat Arlyn segera menarik tangan Mamanya.

"Ada apa Arlyn?!"

"Mana?" tanya Arlyn.

Mama melihat tangan Arlyn yang minta sesuatu. "Apa?!"

"Ih, Mama! Uang."

Mama menghela napas lalu membuka tas tangannya. "Kalau urusan uang, kamu ingat!"

"Iya dong! Mama sudah janji."

"Ini! Pake saja kartu kredit, tapi ingat! Jangan membeli yang aneh-aneh!" Mama memberikan salah satu kredit card-nya.

Arlyn tersenyum lebar. "OMG. Thank you. Love you!"

"Jangan pergi jauh-jauh! Selalu aktifkan ponselmu. Kalau kamu lapar, cari makan sendiri ya! Dan ingat, jangan beli yang aneh-aneh!"

"Siap komandan!" Arlyn mencium pipi Mama kemudian bergegas pergi dengan kredit card di tangan.

Di tempat parkir, di mall yang sama dengan Arlyn. Tian baru saja ke luar dari mobil kesayangannya. Langkah tegasnya langsung menuju ke pintu depan mall.

Beberapa pasang mata nampak tidak berkedip melihat Tian dengan postur tubuh tinggi serta wajah yang rupawan. Beberapa gadis yang berpapasan dengannya banyak yang terkagum, tapi Tian tidak menghiraukan semua itu.

"Aku paling malas kalau ke mall, jadi tontonan banyak orang. Dipikirnya, aku ini manusia paling aneh diplanet bumi," gerutu hati Tian ngomel sendiri. "Semua ini karena Mommy!"

Tian menaiki eskalator, tujuannya ke lantai 6 tempat di mana Mommy nya sedang melakukan perawatan di salon langganannya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel