

BAB 5 - SEMUA ULAH ALDO
“Ehem..” suara deheman membuat Aldo segera menjauh dan menormalkan kembali suasana hatinya. “Bisa kita mulai ulangannya?” Tanya Pak Rama, Agatha mengerjakan soal matematika dengan sangat teliti dan tanpa memperdulikan apapun yang ada di sekitarnya itulah ia tipe perempuan yang sangat pemikir dan sekarang ia sedang memecahkan soal peluang dari 3 buah dadu tapi, di lain pihak Aldo hanya memutar-mutar pena nya tanpa ada satupun soal yang terjawab artinya kertas Aldo masih kosong, ada yang harus di ralat kertasnya terisi namun hanya nama dan kelas juga tanggal hari ini tidak lebih dari itu.
30 menit sudah berlalu, tidak ada yang bisa mengganggu dunia Agatha bersama soal matematika bahkan ia tidak sadar kalau sedari tadi diperhatikan oleh Aldo.
“Waktunya tinggal 15 menit lagi.” Ucap Pak Rama mengingatkan lalu beranjak pergi dari kelas.
“Baru jawab 2 nomor? Dari 15 nomor?” Tanya Agatha kaget melihat kelakuan Aldo.
“Eits jangan liat-liat deh ntar lo nyontek lagi!” Ucap Aldo menutup kertasnya.
“Jawaban lo salah semua.” Ucap Agatha jengkel.
“Nih.” Ucap Agatha memberikan selembar kertas yang dari tadi ia selesaikan itu kertas kecil berwarna pink, Aldo tersenyum licik melihat kertas itu.
“Pak, Agatha mau kasih contekan ke saya.” Ucap Aldo saat melihat Pak Rama kembali dan Agatha kaget, marah, sebal karena perbuatan Aldo ia tak menyangka Aldo tega melakukan ini sangat diluar dugaan.
“Apa buktinya?” Tanya Pak Rama.
“Nih pak.” Aldo memberikan kertas kecil berwarna pink yang tadi di berikan Agatha.
“Agatha apa benar kamu yang melakukan ini?!” Tanya Pak Rama.
“I—iya.. pak” Agatha tertunduk sedih.
“Kenapa kamu bisa memberikan contekan ini? Baru pertama kali kamu melakukan hal buruk ini?” Pak Rama heran karna Agatha selama ini sangat taat pada aturan.
“Saya yang maksa pak, abisnya saya gak ngerti tuh pak kertas saya masih kosong banyak.” Ucap Aldo memperlihatkan kertasnya dan dibalas gelengan jengkel dari Pak Rama.
“Kalian berdua sama saja salah, sekarang kalian saya hukum hormat bendera sampai Pk 17.00 jangan coba-coba kabur saya akan minta Pak Deden (satpam sekolah) untuk mengawasi kalian.” Ucap Pak Rama tegas.
“Ulangannya gimana pak?” Tanya Agatha dengan suara yang hampir menangis.
“Saya akan koreksi punya kamu saja, saya akan tolerir kesalahan kamu kali ini tapi bila di ulangi. Saya jamin kamu akan lengser dari jabatan kamu sekarang.” Pak Rama memperingati dengan menajamkan matanya, ia memang salah satu guru yang berperan di sekolah jadi kata-katanya tidak bisa dianggap remeh.
*******
“Sejak ketemu lo, hidup gue jadi sengsara terus.” Ucap Agatha sambil menahan teriknya matahari di Pk 15.00.
“Lo yang deketin gue kan?” ucap Aldo mengingatkan.
“Lo ngapain sih kasih tau ke Pak Rama? Bukannya tinggal nyalin, jarang-jarang tuh gue mau kasih contekan!” Ketus Agatha panjang lebar.
“Kata nenek gue dulu, nyontek tuh dosa.”
“Halah, lo aja pernah masukin contekan ke dalam kaos kaki emang itu gak dosa?” Tanya Agatha mengingat bahwa Aldo pencontek yang handal. Aldo hanya bisa terdiam sambil tersenyum melihat Agatha dengan wajah masamnya, ia memang sengaja menunjukan contekan itu agar ia bisa kabur dari ulangan, tapi ia lebih bersyukur karena sekarang ia justru dihukum bersama Agatha.
“Perasaan udah berdiri berjam-jam sekarang baru jam 15.15?” Agatha menggerutu kesal.
“Gue punya ide, ini sih bisa bikin kita ga usah lama-lama disini.” Tawar Aldo berbisik kepada Agatha.
“Ogah, pasti ide lo gila gue gak mau jadi bad girl.” Agatha mengalihkan pandangannya ke arah lain.
“Ngelakuin ini sekali gak bikin lo jadi bad girl.” Ucap Aldo kesal.
“Sekali gak ya tetap gak!” Bentak Agatha.
Setelah 15 menit mereka kembali menunggu sampai waktu hukuman selesai tapi itu masih lama sekali, Agatha merasa dehidrasi dan kepalanya pening. “Lo pucet tuh, coba aja lo mau ikutin rencana gue.” Ucap Aldo melihat ke arah Agatha.
“Gue gak selemah yang lo pikir!” Ucap Agatha masih dengan yakin.
“Gue gak kuat gendong lo kalau pingsan, lagian gue yakin Pak Rama bakal ngertiin lo kalau pingsan sih.” Ucap Aldo kembali membujuk.
“Gue gak butuh bantuan lo.” Agatha masih berusaha menopang tubuhnya.
“Jangan salahin gue.” Ucap Aldo memberikan kode pada temannya Rangga, Rangga yang memang sedang berada di motor langsung menancapkan gas dan menyerempet Agatha, tapi Aldo lebih dahulu menyingkirkan Agatha sehingga Agatha hanya terbentur tiang bendera menyebabkan siku dan lututnya lecet sedangkan Aldo, sikunya terluka hebat dan kakinya terkilir. Dia melihat Agatha pingsan dan melihat Rangga bingung. “Lo buruan cabut, dan bilang ke Pak Deden yang lagi tidur kalau kita keserempet” ucap Aldo sedikit panik. Ini semua salahnya, awalnya Rangga hanya disuruh untuk berpura-pura menyerempet Agatha agar cewek itu menyerah namun semuanya salah perhitungan, akibat Agatha yang mulai hilang kesadaran maka Aldo berkorban dengan menarik Agatha ke arah lain.
“Tapi lo?” Tanya Rangga karena melihat kondisi Aldo yang cukup parah.
“Gue bilang buruan!” Teriak Aldo, Rangga segera menancapkan gas motornya dan menuju pos Pak Deden.
“Pak ada yang keserempet tuh di lapangan.” Teriak Rangga lalu melaju dengan cepat, Pak Deden yang kaget langsung menghampiri TKP.
“Pak, bisa tolong panggil Pak Rama. Ini penting.” ucap Aldo menahan rasa sakitnya, lebih tepat rasa khawatir kepada Agatha, Pak Deden dengan segera berlari ke ruang guru.
“Aldo kenapa bisa begini?” Pak Rama datang dengan panik.
“Tadi ada murid ugal-ugalan nyerempet Agatha, pak.” Aldo menjelaskan.
“Setahu saya murid disini baik-baik ya kecuali kamu.” Pak Rama bingung.
“Yah si bapak, orang lagi kena musibah masih bisa menghakimi.” Aldo kesal, ingin Agatha segera tertolong.
“Yauda kamu bawa dia ke UKS, hukuman kalian saya anggap selesai.” Ucap Pak Rama.
“Yes! Makasih ya pak!” Aldo langsung menggendong Agatha tidak peduli keadaan dirinya.
“Saya harus kembali rapat, tolong ya Aldo.” Pak Rama sedikit tidak tega dengan kondisi Agatha, tidak ada yang sadar dengan kondisi Aldo yang jauh lebih parah.
“Dek Aldo, itu tangan sama kakinya. Dek Agatha biar saya aja yang gendong.” Ucap pak Deden menyadari Aldo lah yang terluka lebih parah.
“Gapapa pak, makasih banyak.” Dengan langkah terseok sedikit dan menahan segala rasa sakit di tubuhnya ia menggendong Agatha menuju UKS, ia sedikit kesal mengapa jarak lapangan dan UKS cukup jauh.
“Pada kemana sih anak PMR? Gak tanggung jawab!” Teriak Aldo kesal setelah membaringkan Agatha, dia kesal saat hitungannya meleset untuk menyelamatkan Agatha. Seharusnya ia saja yang di serempet Aldo tidak usah mengorbankan Agatha.
“Misi, ada yang bisa saya bantu?” Tanya seorang perempuan sepertinya dia anak kelas 11 IPA 3.
“Tolong obatin dia, gue keluar bentar.” Ucap Aldo dengan ketakutan luar biasa hebat, ia takut kalau Agatha kesal bahkan benci melihatnya ketika dia sadar.
“Dia belum sadar?” Tanya Aldo saat kembali membawa teh hangat.
“Belum Do.” Siswa perempuan itu sedikit takut tapi tetap melihat ke arah luka dan kaki Aldo yang memang terlihat jelas terkilir, Aldo yang sadar apa yang diperhatikan oleh siswi itu hanya mendengus.
“Jangan bilang ke dia, atau lo gak bakal tenang sekolah disini.” Ancam Aldo dengan mata tajam dan anak itu membalasnya dengan anggukan.
*******
Agatha mengerjapkan matanya, mencoba beradaptasi dengan ruangan serba putih “Agatha akhirnya kamu sadar.” Ucap siswi itu.
“Mila, kamu yang dari tadi ngerawat aku?” tanya Agatha masih sedikit pusing.
“Iya, kamu udah lumayan lama pingsannya syukurlah udah sadar.” Ucapnya sambil tersenyum.
“Maaf ya, kamu jadi nungguin aku bangun.” Agatha merasa bersalah.
“Gapapa, lagian aku gak mungkin ninggalin kamu sendirian.” Ucapnya lagi.
“Makasih ya, kamu langsung pulang deh. Aku masih harus ke ruangan OSIS.” Ucap Agatha saat mengingat ia harus mengerjakan materi presentasi yang akan dipresentasikan kepada Kepala Sekolah, jadi Mila hanya mengangguk dan melambaikan tangan. Mila memang seorang yang polos dan lugu dan dikenal sebagai kutu buku yang sangat suka mempelajari tentang obat-obatan.
Agatha berjalan dengan kepala yang masih sedikit pusing menuju ruang OSIS . “Kalau gak gara-gara Aldo gue gak bakal kayak gini, tuh cowok bener-bener bawa sial.” Agatha menggerutu sepanjang jalan menuju ruangan OSIS.
“Kesialan lainnya, sejak kapan ruang OSIS dikunci jam segini?” Agatha kesal dan menendang pintu, akhirnya dengan kesal dan emosi ia menuju parkiran untuk meminta papanya menjemput.
‘Pa, bisa jemput Gatha?’ Agatha mencoba peruntungannya.
‘Maaf ya, papa gak bisa sayang. Kamu naik taksi aja ya.’ Ucap Papa Agatha.
‘Oke Pa, bye.’ Agatha merasa ini hari tersial sepanjang hidupnya semua buruk hari ini, kalau cuman pesan taksi Agatha bisa dengan mudahnya tapi yang ia inginkan adalah waktu bersama papanya, melihat papanya mengkhawatirkan dia.
“Permisi?” Seseorang dengan suara berat.
