Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 11 - KETAHUAN

“Tha, Tha.. Feb..” Ucap Riska berlari mengejar Febri dan Agatha yang akan menuju gerbang.

“Kenapa sih lo, kayak abis dikejar setan?” Ucap Agatha bingung dengan sahabatnya.

“Jangan pulang dulu.” Ucap Riska terengah-engah.

“Kenapa Riska sayang? Ada apa sih?” tanya Agatha lagi.

“Ada tawuran di lapangan kosong, antara sekolah kita sama SMA Nusantara.” Riska akhirnya bisa memberikan informasi.

“Ya terus?” Agatha melipat kedua tangannya didepan dada.

“Lo lupa ya? Itu kan ada di jalan arah ke rumah lo, dan sekarang lo masih pake seragam Bima Garuda, kalau mereka tau lo Ketua OSIS disini abis deh lo Tha!” Riska kesal dengan sahabatnya yang tidak mengerti.

“Terus gue harus nunggu sampe kapan? Gue mau prepare buat besok nih.” Ucapannya kesal.

“Terserah deh Tha, gue udah bilangin sebagai sahabat.” Riska kesal mempunyai sahabat yang keras kepala.

“Udah ya sahabat-sahabatku tercinta, gue gak bakal kenapa-kenapa. Gue harus siapin acara buat besok, bye.” Ia menepuk pipi kedua sahabatnya itu lalu keluar dari gerbang sekolah.

Agatha menyusuri jalan tanpa ada ketakutan dan keraguan sedikitpun, ia sudah biasa kalau tahu Aldo dan gengnya yang terdiri dari anak kelas 11 dan 12 itu sering tawuran dengan anak Nusantara, tradisi itu sudah ada sejak kelas 10 jadi ia tidak perlu kaget.

Tinggal sedikit lagi Agatha akan melewati lapangan kosong, sekarang hatinya sedikit takut dan jantungnya berdetak lumayan cepat, Agatha sedikit terkejut saat melihat suara teriakan orang-orang dan gaduh di dekat tanah kosong.

“Tetangga apa gak budek ya tiap hari denger orang tawuran mulu?” bisik Agatha, rasanya kakinya berat melangkahkan kaki. Jadi ia memilih untuk menunggu dibawah pohon dengan posisi berdiri, sambil perlahan melangkah maju untuk melihat situasi ke kiri lalu kekanan seperti detektif sampai.

“AAAA!!!!” teriakan Agatha mampu membius anak-anak yang sedang tawuran itu berhenti namun sejenak, Agatha kaget bukan main sambil menutup matanya ketika melihat seorang anak SMA Nusantara terbaring dengan luka memar dan berdarah di wajahnya, posisinya tidak jauh dari tempat Agatha bersembunyi. Teriakan Agatha tadi memancing Kevin sang ketua geng dari SMA Nusantara untuk melihat siapa yang berteriak.

“Ky, lo bisa hadang Kevin?” Ucap Aldo yang sudah selesai memukul dua orang sekaligus dan melihat Okky juga baru selesai memukul seorang siswa berotot.

“Oke...oke.” Okky langsung menuju ke arah Kevin yang sedang berjalan ke arah sumber suara.

“Dasar cewek keras kepala!” Umpat Aldo saat melihat benar tebakannya bahwa Agatha yang berteriak dengan suara cemprengnya itu, sekarang Agatha sedang menahan tangisnya dengan menutup mulutnya juga matanya.

Aldo segera menghampiri Agatha. “Hei,” Aldo memegang kedua pundak Agatha. Agatha kaget dan hampir saja berteriak lagi dan menendang perut Aldo tapi gerakan Agatha terbaca oleh Aldo.

“Ini gue Aldo, dengerin gue sekarang lo lari sekencang mungkin ke arah rumah.” Ucap Aldo menatap teduh mata gadisnya ini, terkadang Aldo menganggap Agatha sangat lucu. Agatha yang selalu tegas, memiliki jiwa kepemimpinan dan profesional itu adalah cewek yang cengeng, ia suka menangis di tempat sepi sendirian.

Agatha mengangguk sambil melihat mata Aldo yang seolah memberikan perlindungan, ia bisa melihat kenyamanan saat menatap mata Aldo tapi, kemudian ia melihat kaki Aldo yang kali ini pincangnya lebih parah sekujur tangannya lebam di tambah mukanya yang sudah memar di sana dan sini.

“Jangan liatin gue mulu, sekarang lo lari atau gue gak jamin lo selamat.” Setelah mengancam seperti itu Agatha terkaget namun tidak mengeluarkan suara.

Agatha sudah lari sejauh mungkin namun Kevin yang telah menghajar Okky melihat ada seorang cewek yang berlari dengan seragam yang sangat ia benci jadi ia hampir menghadang cewek itu menangkap tangan Agatha tapi, ‘bugh’ sebuah tendangan kencang dari samping membuat Kevin tersungkur ke samping.

“Lari!” Aldo memerintahkan itu karena mendengar suara hantaman.

Kevin tidak tinggal diam. “Jadi itu cewek lo, boleh juga.” Ucap Kevin menyeringai dan menghapus darah yang ada di bibirnya.

“Urusan lo sama gue, jangan jadi banci.” Aldo langsung mendorong Kevin dan selanjutnya terjadi baku hantam.

Dari awal Agatha tetaplah Agatha yang sangat keras kepala, saat Aldo menyuruhnya lari, ia memang berlari namun ia tiba-tiba terhenti di belokan jalan saat melihat Aldo tersungkur di jalanan dahinya mengenai aspal jalan.

Agatha bingung harus bagaimana, ia seperti orang yang tidak tahu diri. Aldo sudah menolongnya dengan mengorbankan dirinya masa ia meninggalkan cowok itu. Jadi ia berniat untuk secepatnya pulang dan berganti baju kemudian pergi ke lapangan kosong itu untuk melihat keadaan Aldo, dalam hati ketakutan hebat melanda bagaimana karena menolong dirinya Aldo. Agatha segera menghilangkan pikiran itu.

“De, udah pulang?” Gea bertanya kepada adiknya karena melihat wajah Agatha yang sulit diartikan, yang ditanya tidak menjawab malah langsung menuju kamar.

“Gea, yang sabar adikmu itu memang sifatnya keras namun didalam hatinya dia rapuh.” Oma membawakan dua cangkir teh ke ruang tamu.

“Iya Oma, aku tahu. Aku juga ada andil membuat dia jadi seperti sekarang.” Gea tersenyum getir.

Agatha segera berganti pakaian, ia menggunakan baju putih dan celana jeans panjang hitam miliknya. Ia segera keluar kamar. “Oma, aku pergi ke rumah temen dulu ya gak lama kok deket sini.” Ucap Agatha segera memakai sepatunya.

“Gak makan dulu sayang?” tanya Oma melihat Agatha begitu terburu-buru.

“Agatha!” Panggil Gea, seolah Agatha menganggap Gea tiada.

“Engga oma, aku buru-buru. Bye!” saut Agatha tanpa memperdulikan kakak perempuannya itu.

“Lagi-lagi ia menganggap aku gak ada, ini salahku yang membiarkan ia tumbuh tanpa adanya kasih sayang. Maafin Gea ya Ma, gak bisa jaga adik.” Gea meneteskan air mata.

Agatha berlari sekencang yang ia bisa, pikirannya hanya berputar-putar dengan satu pertanyaan ‘bagaimana keadaan Aldo saat ini?’.

Sekarang Agatha sudah sampai di dekat lapangan dari balik pohon ia dapat melihat bahwa perkelahian itu sudah selesai, hanya tersisa anak-anak SMA Bima Garuda yang mencoba untuk bangkit berdiri dan melangkahkan kaki, Agatha melihat kebanggaan dalam diri mereka sehingga ia menyimpulkan bahwa sekolahnya lagi-lagi menang melawan sekolahan tandingannya itu.

Ada perasaan lega teramat dalam yang ia rasakan saat melihat orang yang menolongnya tadi sedang membantu anak-anak lain untuk berdiri. “Thankyou ya buat hari ini, kita menang telak untuk kesekian kalinya.” Begitulah ucapan terimakasih Aldo kepada teman-temannya yang bekerja keras.

“Thanks bro, udah mau nolong gue. Kalau gak ada lo dan yang lain pasti gue abis.” Ucap Zack tersenyum pada ketua gengnya itu.

“Santai, lo adalah bagian dari kita. Kalau mereka ganggu satu orang aja dari kita sama aja mereka ngebangunin macan tidur!” ucap Aldo berbangga diri mengatasnamakan solidaritas.

“Yauda kita semua balik aja, besok kita harus siap-siap dihukum lagi.” Ucap Aldo saat melihat luka-luka yang cukup parah pada teman-temannya.

Sekarang hanya tinggal Aldo yang menunggu di dekat lapangan sedangkan teman-temannya yang lain sudah terlebih dahulu pulang untuk mengobati lukanya. Ia menunggu Rangga dan Okky yang sedang membawakan motornya dari sekolah.

Aldo tidak sadar sedari tadi sepasang mata mengintipnya dari balik pohon. “Gue balik aja deh, lagian kan dia udah gapapa.” Ucap Agatha yang sedari tadi menunggu di balik pohon besar.

Setelah berdebat antara logika dan hati nuraninya Agatha memutuskan untuk kembali ke rumah, ia berjalan dengan sangat pelan.

Sampai sebuah suara mengejutkannya. “Agatha?”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel