Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

5. Datangnya Masa Lalu Suami Membuat Hati Tidak Tenang

Tidak lama kemudian, pintu mobil bagian depan dibuka. Wanita muda cantik dengan rambut sebahu serta pakaian glamour keluar.

Adeline sejenak tertegun melihat wanita tersebut. Kejutan yang sungguh tak diduga.

"Hai Adeline!" Sapa wanita tersebut pada Adeline yang masih terpaku melihatnya. "Apa kabar?"

"Hhaiii," jawab Adeline masih terkejut. "Apa kamu Bianca?!"

"Iya, aku Bianca," jawabnya sambil membuka kaca mata hitam yang bertengger dihidungnya.

Adeline melihat Bianca dari atas sampai bawah. "Aku hampir tidak mengenali mu."

Bianca mengulurkan tangan. "Apa kabar Adeline?!"

"Kabarku baik," jawab Adeline menerima uluran tangan Bianca. "Lama tidak bertemu, kamu semakin cantik saja."

"Terima kasih," jawab Bianca datar. "Apa Nyonya Melani ada di rumah?!"

"Satu jam yang lalu, mama pergi ke tempat arisan," jawab Adeline.

"Oh, sayang sekali Nyonya Melani tidak ada. Padahal saya ingin bertemu dengannya. Saya juga membawakan oleh-oleh untuknya."

"Kamu bisa menghubungi mama lewat telepon," saran Adeline.

"Tentu saja saya akan meneleponnya!" ucap Bianca kesal.

Tak lama mobil yang dibawa Mang Ujang keluar dari garasi dan berhenti tepat di samping mobil Bianca.

"Sepertinya kamu akan ke luar!" tebak Bianca.

"Iya, saya mau belanja bulanan untuk keperluan dapur," jawab Adeline.

Raut wajah Bianca berubah jadi kecut pada Adeline. "Sepertinya kau sangat menikmati peranmu sebagai menantu di rumah ini."

Kening Adeline mengernyit. "Apa maksudmu bicara seperti itu?!"

Bianca tersenyum sinis menatap wajah Adeline, kemudian pergi tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Mobil Ferrari merah yang datang tanpa diundang dan pulang tanpa diantarpun melaju keluar dengan membawa kekecewaan karena orang yang akan ditemuinya tidak ada.

Adeline menatap kepergian Ferrari merah sampai hilang dari balik pintu pagar besi rumahnya. Ada rasa cemas dihatinya dengan kedatangan Bianca, karena biar bagaimanapun Bianca adalah wanita yang pernah menjadi kekasih suaminya selama dua tahun sebelum Ronald bertemu dengannya.

"Nyonya," panggil Mang Ujang. "Kita pergi sekarang?!"

Adeline tersadar dari lamunannya. "Iya Mang Ujang. Kita pergi sekarang."

Mobilpun melaju keluar melewati pintu pagar, masuk jalan raya membaur bersama kendaraan lain. Wajah Adeline nampak murung, pikirannya jadi tak tenang setelah kedatangan Bianca tadi.

Mang Ujang memperhatikan majikannya dari kaca spion dalam sehingga menggelitik hatinya ingin bertanya. "Nyonya, apa nyonya baik-baik saja?! Nyonya terlihat pucat, apa nyonya sakit?

"Saya baik-baik saja," jawab Adeline datar.

"Kalau nyonya sakit, lebih baik kita pulang saja," ucap Mang Ujang tak percaya.

"Jangan Mang Ujang, masa pulang lagi. Saya tidak apa-apa. Jangan khawatir, fokus saja menyetir, melihat ke depan."

"Iya nyonya."

Adeline kembali melihat ke luar dari balik kaca. Bayang wajah Bianca yang datang ke rumah terus saja menggelitik hati dan pikirannya. "Kenapa hatiku jadi gelisah setelah bertemu dengan Bianca?"

"Nyonya," panggil Mang Ujang sesaat kemudian.

"Apa Mang Ujang?"

"Maaf nyonya, Mang Ujang sebenarnya penasaran."

"Penasaran kenapa Mang Ujang?" tanya Adeline.

"Apa yang tadi datang ke rumah itu Nona Bianca?" tanya Mang Ujang ragu.

"Iya, itu Nona Bianca," jawab Adeline pelan. "Kenapa?"

"Sudah lama Nona Bianca tidak pernah datang ke rumah, sepertinya sekarang terlihat berbeda."

"Terlihat lebih cantik ya Mang Ujang?" tanya Adeline tersenyum samar.

"Iya, terlihat lebih cantik, tapi nyonya jauh lebih cantik," puji Mang Ujang.

"Mang Ujang memujiku seperti itu, karena sekarang ada di depanku."

"Mang Ujang berkata yang sejujurnya. Nona Bianca cantik karena memakai riasan, tapi kalau nyonya cantiknya karena cantik alami," puji Mang Ujang.

Adeline tersenyum senang, setidaknya hatinya sedikit terhibur dengan pujian sopirnya itu.

"Saya bicara jujur nyonya, tidak bohong!" Mang Ujang mengangkat dua jarinya sebagai tanda sumpah.

"He-he-he." Adeline terkekeh.

Mang Ujang ikut senang melihat majikannya bisa tertawa.

"Mang Ujang sudah lama bekerja di rumah mama?" tanya Adeline.

"Sudah lama banget. Dari Mang Ujang bujang sampai sudah punya anak 4."

"Anak Mang Ujang 4?" tanya Adeline kaget. "Rajin amat!"

"Hehehe. Tiga anak laki-laki dan satu anak perempuan."

"Rumah Mang Ujang pasti ramai dengan suara anak-anak."

"Bukan ramai lagi nyonya, tapi kayak pasar. He-he-he. Apalagi kalau sudah minta uang jajan. Dalam rumah itu seperti sedang ada tawuran, rame banget! Sampai pusing kepala Mang Ujang."

Adeline tersenyum. "Tapi setidaknya ramai walaupun pusing, tidak seperti rumahku yang sepi tanpa suara anak-anak."

"Sabar saja nyonya, nanti juga nyonya diberi momongan."

Adeline tersenyum pahit, sabar? Kurang sabar apa dirinya. Mungkin jika sabar bisa diukur, pasti ukuran panjangnya sudah melebihi ukuran dari kutub Utara ke kutub selatan.

"Tuan Ronald orangnya sangat baik seperti papanya. Kita semua yang bekerja di rumah tuan besar merasa sangat nyaman. Dari mulai bibi sampai tukang kebun, kita semua bekerja di rumah Tuan Ronald sudah cukup lama."

"Jadi kalian semua sudah bekerja lama di rumah mama?" tanya Adeline.

"Kami semua sudah lama bekerja di rumah Tuan Ronald, tapi yang lebih lama itu bibi. Karena dulu, tuan besar yang membawa bibi dari kampung," jelas Mang Ujang.

"Berarti kalian semua sangat mengenal keluarga suamiku?"

"Iya nyonya, bahkan Mang Ujang juga tahu tentang Nona Bianca dari dulu. Tuan Ronald kalau mau menjemput Nona Bianca pergi jalan-jalan, Mang Ujang yang jadi sopir sekaligus nyamuk. He-he-he."

"Mereka sering jalan ke mana?" tanya Adeline jadi penasaran.

"Paling cuma makan, nonton atau duduk-duduk di taman. Tuan Ronald tidak pernah pacaran yang aneh-aneh seperti anak muda lainnya, tuan sangat menghargai seorang wanita."

Adeline tersenyum, apa yang dikatakan Mang Ujang memang benar adanya, suaminya sangat menghargai dan menghormati seorang wanita.

"Nona Bianca putus dari Tuan Ronald sudah cukup lama, sekarang tiba-tiba muncul lagi. Bukannya Mang Ujang ingin menakuti nyonya, tapi sebagai seorang isteri sebaiknya nyonya berhati-hati pada Nona Bianca."

"Maksudnya Mang Ujang?" tanya Adeline.

"Nyonya pasti mengerti dengan apa yang Mang Ujang katakan, berhati-hati saja."

Adeline menghela napas, mungkin yang membuat hatinya jadi gelisah setelah kedatangan Bianca tergambar melalui apa yang diucapkan Mang Ujang. "Hati-hati? Apa dirinya harus berhati-hati? Ya, harus berhati-hati karena biar bagaimanapun Bianca adalah mantan suaminya, apalagi tadi sangat terlihat dengan jelas bagaimana tatapan Bianca yang tidak menyukainya."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel