Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2

Keesokan harinya, Shinta sedang push-up di lantai klub karate saat Kelvante muncul di pintu. Semua anggota klub langsung menoleh. Beberapa cewek berbisik heboh.

"Cowok ganteng dari kelas sebelah! OMG dia ke sini!"

"Dia beneran dateng ke klub karate?! Jangan-jangan cinta lokasi?!"

Shinta yang masih berkeringat berdiri cepat. "Kelvante?! Kamu nyasar?! Ini klub karate, bukan ruang komputer!"

"Aku ingin… mengamati aktivitas klub."

"Ngapain?"

Kelvante menatap serius. "Aku merasa tempat ini menyimpan sesuatu yang penting."

Shinta tertawa. "Apa? Sabuk hitam legendaris? Tumpukan kaos bekas yang bau?"

Tapi sebelum sempat lanjut bercanda, Kelvante menoleh ke arah lemari tua di sudut ruangan. Matanya menyala biru samar indikasi sihir aktif.

"Benda itu ada aura pusaka."

Shinta menoleh. "Lemari itu? Isinya cuma peralatan lama. Mau ku periksa?"

Tanpa menunggu jawaban, Shinta membuka lemari. Di dalamnya ada pelindung kepala, tongkat latihan bambu, dan sebuah benda kecil yang terbungkus kain lusuh.

Kelvante mengambilnya hati-hati. Begitu kain dibuka, tampak sebuah benda mirip medali berwarna perak dengan ukiran naga melingkar.

Cakar Naga Perak.

Tiba-tiba, udara di dalam ruangan berubah. Lampu berkelap-kelip. Dan... DORRR!

Sebuah portal hitam muncul di pojok ruangan. Dari dalamnya keluar sosok tinggi berjubah hitam, bermata merah menyala.

"Serahkan pusaka itu, penyihir!"

Shinta melotot. "WHAT THE HELL, SIAPA ITU?!"

Kelvante maju dengan tangan terangkat. Cahaya biru muncul dari telapak tangannya.

"Jangan dekati kami!"

Shinta kaget. "Tanganmu... itu... APA?!"

Kelvante akhirnya menatapnya. "Maaf. Aku belum sempat memberitahu... aku bukan manusia biasa, Aku adalah seorang penyihir."

Dengan gerakan cepat, ia meluncurkan bola sihir ke arah musuh. Tapi serangan itu terpental.

"Dia kuat..." gumam Kelvante, mulai terengah.

Shinta berteriak, "MINGGIR!"

Dengan semangat karate-nya, Shinta melompat, berputar di udara, dan DOR! sebuah tendangan tepat mengenai wajah si makhluk.

"Beraninya kau, bocah!"

Si makhluk menyerang Shinta dengan kecepatan tinggi, tapi digagalkan Kelvante.

Ditarik Shinta oleh Kelvante dengan mengeluarkan sihir.

Makhluk itu melayang mundur, membentur tembok, lalu lenyap kembali ke portal.

Shinta berdiri, napasnya memburu.

"APA TADI ITU? DAN KAMU... BENAR-BENAR PENYIHIR?!"

Kelvante menunduk. "Ya. Aku berasal dari dunia lain. Aku datang untuk mengumpulkan 9 pusaka, demi menyelamatkan dunia asalku."

Shinta menatap Kelvante lama. Matanya masih terbelalak.

Lalu ia tersenyum lebar.

"MENARIK, KAMU MAU AKU TEMANI NGUMPULIN PUSAKA, ADA LAGI GAK YANG HARUS DITENDANG?!"

Kelvante terdiam sejenak.

"tidak, aku akan cari sendiri, aku gak mau melibatkan mu karena berbahaya!"

"Kamu sudah menyelamatkanku, jadi jangan banyak bicara, ini balas budi!"

"...Kamu manusia paling aneh yang pernah kutemui."

Shinta tertawa keras. "Sama-sama!"

"Baiklah," kata Shinta dengan nada misi rahasia, tangan menyilang di dada sambil berdiri gagah, "Mulai hari ini, aku adalah partner resmi mu dalam pencarian pusaka ajaib!"

Kelvante menatapnya dengan wajah datar. "Kau tidak bisa sihir."

"Benar. Tapi aku bisa karate. Dan energi ceria yang tak terbendung!"

"Tidak membantu."

Shinta menepuk pundaknya. "Santai, partner! Aku juga bawa bekal. Roti isi telur dan semangat pantang menyerah!"

Kelvante menutup wajah dengan tangan, pelan-pelan. "Aku menyelamatkan dunia... bersama gadis hiperaktif yang bisa mematahkan meja dengan dengkulnya."

"Persis! Kamu gak bisa lebih beruntung dari ini!"

Sore itu, mereka berdua duduk di pinggir danau buatan taman kota. Tempat itu sejuk, banyak anak kecil bermain, dan kata si gulungan pusaka menyimpan "Bayangan Air Abadi", pusaka kedua.

Kelvante membuka gulungan sihir di balik tasnya. Gulungan itu mengeluarkan pendar biru, lalu menunjukkan simbol seperti tetesan air dengan mata.

"Menurut legenda," kata Kelvante, "Pusaka ini akan muncul jika seseorang menunjukkan ketulusan... di tempat yang mencerminkan hati."

Shinta berpikir keras. "Hmm... berarti kita harus jujur?"

"Tepat. Tapi... kepada siapa?"

Shinta melihat sekeliling. Ada anak kecil menangis di dekat penjual es krim.

"Aha!" Dia berdiri. "Lihat, anak itu nangis. Aku akan bantu!"

Dia berlari mendekat.

"Dek, kenapa nangis?"

"Aku jatuhin es krimku..."

Tanpa banyak mikir, Shinta beli es krim baru dan memberikannya. Anak itu langsung senyum cerah dan memeluk Shinta.

Kelvante memperhatikan dari jauh. Tiba-tiba, permukaan danau bergelombang aneh. Di tengah danau, muncullah kilatan cahaya... membentuk sebuah bola air transparan, berisi pusaka kecil berbentuk tetesan.

"Berhasil..." gumamnya.

Tapi sebelum bisa bergerak, angin dingin berembus. Suara desiran terdengar dari balik semak.

Keluar dari situ, sosok tinggi dengan telinga panjang, jubah merah darah, dan mata tajam seperti burung hantu.

"Serahkan pusaka itu, anak penyihir."

Shinta berbalik, lalu… "Whoa! Cosplay elf ya, Mas? Tapi serem banget. Kayak villain RPG!"

"Dia bukan cosplay!" teriak Kelvante. "Dia... Pemburu Pusaka!"

Elf itu melompat, kecepatannya melebihi manusia biasa. Tapi Shinta tidak panik.

"Waktunya karate mode ON!!'

Shinta meluncur seperti peluru. Kaki kirinya menghajar tanah, lalu melompat berputar.

"Tendangan Badai Langit Terjatuh!!"

BRAKK!!

Elf itu menghindar tipis, tapi Shinta tidak berhenti. Dia meluncur seperti bayangan, lalu menyikut, menendang, dan memutar tubuh seperti gaya jurus pendekar sakti.

"Cewek ini bukan manusia biasa!" desis si elf sambil mundur.

"Yah, aku juga mikir kadang begitu," ujar Kelvante pelan sambil memanggil sihirnya. Bola energi biru terbentuk di tangannya.

"SHINTA! Sekarang!!"

Shinta melompat mundur. Kelvante menembakkan bola sihir langsung ke kaki musuh. Tanah meledak, si elf terlempar ke udara.

Di saat itu, pusaka kedua keluar dari air dan melayang ke arah Kelvante.

Ia menangkapnya dengan satu tangan.

Si elf mendarat, terbatuk, lalu mundur perlahan ke dalam bayangan.

"Ini belum selesai..."

Dia menghilang seperti asap.

Shinta berdiri dengan tangan di pinggang, napas tersengal tapi senyum lebar.

"WOOO!! DUA PUSAKA DAPET! Kamu lihat tendangan ku tadi? Itu bisa ngalahin ayam goreng!"

Kelvante menatapnya. "Tendanganmu mungkin bisa membelah batu."

"Batu? Aku pernah belah semangka, tahu."

Mereka duduk di bangku taman sambil minum es teh manis. Kelvante memandangi pusaka kedua yang kini menyatu dalam kalungnya.

"Setiap pusaka memberi energi sihir," gumamnya. "Tapi... juga menarik lebih banyak musuh."

Shinta mengangkat bahu. "Ya udah, kalau banyak musuh, kita kasih sambutan! Tendangan ramah lingkungan!"

Kelvante mengangguk perlahan. "Kau benar-benar tidak takut."

Shinta menatap langit. "Mungkin aku bodoh... tapi aku suka hal-hal yang berarti. Dan nyelametin dunia, kelihatannya keren."

Dia lalu menoleh. "Dan kamu. Meskipun kamu nyebelin, egois, dan ngomong kayak guru fisika... aku percaya kamu orang baik."

Kelvante terdiam.

Untuk pertama kalinya... hatinya bergetar. Bukan karena sihir. Tapi karena... senyuman.

Malam itu, di markas gelap bawah tanah...

Si elf berlutut di depan sosok bayangan misterius. Suaranya berat, bergema:

"Dua pusaka telah ditemukan oleh anak penyihir..."

Bayangan itu menggeram. "Kalau begitu... kirimkan Pemburu Bayangan. Mereka harus gagal... atau dunia ini yang akan terbakar."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel