Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2

Selamat membaca:)

.......

Pagi sekali ketika Kaily menyiapkan sarapan, sementara Angginy membereskan rumah, Daisy belum juga memunculkan batang hidungnya, dia lagi-lagi membuat ulah. Gadis yang sedang berjalan pincang itu sebelum subuh sudah menghilang entah ke mana, Kaily maupun Angginy sangat yakin jika Daisy kembali mengunjungi masjid untuk mendengarkan Yusuf adzan.

Ingat ya, hanya mendengarkan tanpa mau ikut sholat berjamaah di sana. Malu-maluin! Suka dengar adzan, tetapi sangat berat hati untuk bersujud. Meski Kaily dan Angginy juga jarang sholat, tetapi mereka tidak sekonyol Daisy.

"Aneh bin ajaib gadis pecicilan satu itu!" gerutu Kaily saat memotong beberapa sosis untuk nasi goreng. Gadis pecicilan yang Kaily maksud tak lain dan tak bukan ialah Daisy Yudhistira, memangnya siapa lagi? Ngomong-ngomong, jangan heran kenapa Kaily selalu berada di balik pantry, memasak adalah bagian dari hidupnya, dia akan merasa bosan jika sehari saja tidak menyiptakan satu menu.

Angginy yang sedang menyapu ruang makan mengangguk setuju. "Ada aja ulahnya setiap hari, heran dulu Bundanya ngidam apa."

"Sudah agak siang ini, mampir ke mana dia belum sampai rumah juga. Gue takut dia ngumpet di bagasi mobil Mas Yusuf, dia kan banyak akal buat hal semacam itu. Gak ada yang gak mungkin bagi seorang Dezy." Kaily memikirkan ucapannya beberapa saat, lalu mengangkat bahu.

Angginy menghentikan pekerjaannya. Dia menyandar pada tembok, kakinya menyilang dan tangan kanannya terlipat ke pinggang, seraya memikirkan perkataan Kaily. Ragu namun pasti dalam setiap detiknya, Angginy mengangguk. "Bener juga! Dezy ajaib, hal paling konyol bahkan gila sekalipun aja halal bagi dia kan?!"

"Mending lo susulin dia ke masjid dekat taman, Gi, paksa buat balik sekarang. Gue takut satu daerah perumahan sini heboh gara-gara kelakuan nyeleneh dia." Kaily memberikan ide, dia sudah memikirkan hal tidak masuk akal yang akan dilakukan oleh Daisy. Memaksa meminta nomor Yusuf, atau memaksa menggandeng tangan Yusuf sambil bergelayut manja? Oh, astaga! Tidak ada yang tidak mungkin kalau itu berurusan dengan Daisy.

Baru saja Angginy akan beranjak dari tempatnya, Daisy melangkah memasuki rumah sambil melambaikan tangan. "Dezy yang cantik jelita datang, adakah yang kangen?" katanya tetap dengan kepercayaan diri penuh, malah melebihi batas wajar manusiawi. Kepada siapa pun, Daisy tidak sungkan mengatakan tentang kesempurnaan dirinya. Oh jangan heran, Daisy emang minim rasa malu.

Kaily memutar bola mata jengah. "Lo kalau ke masjid yang bener dikit pakaiannya. Masa iya pakai celana tidur setengah paha gitu? Bukannya buat Mas Yusuf suka, bahkan buat ngelirik lo aja gak sanggup dia."

"Wah, parah lo remehin celana kesayangan gue!" Daisy mengentakkan kaki, kemudian mengaduh karena lupa kakinya sedang sakit. "Gue meski gak pakai baju juga tetap cantik cantik banget! Semua cowok bakal gue taklukin, liat aja." Kedua tangannya menyilang di depan dada, dagunya sedikit terangkat, angkuh.

Angginy mendekat, dia mencubit lengan Daisy sampai sang empunya memekik kesakitan. "Anggi gila! Kenapa lo suka banget nyiksa gue?!" teriaknya ketika melihat Angginy sudah berlalu menuju kamar mandi dapur. Tangan yang lain dia gunakan untuk mengusap agar nyeri cubitan itu sedikit mereda. Angginy memang selalu merasa gemas ingin mencubit bahkan memukul Daisy ketika dia melihat tingkah lakunya.

"Daripada lo ngomen dan teriak-teriak gak jelas, mending bantuin gue goreng ayam, Dez. Sini belajar masak bareng gue."

Daisy menolak tegas. "Ogah! Gue takut minyak panas, berbahaya untuk kulit gue yang kinclong anti badai ini. Bisa lecet, Kai, gak mau ah."

"Eh, Bahlul! Gak gitu juga, lebay itu namanya." Kaily berdecak sebal.

"Tetap aja gak mau. Lagian gue bener-bener gak tau caranya memasak, sedikit pun. Lo ingat kan terakhir kali gue ngupas bawang, tangan gue hampir aja penggal kepotong sama pisau!" Daisy bergidik ngeri, beberapa bulan yang lalu saat dia memaksakan diri memasuki dapur untuk membantu Mbok Hani memasak, tidak tahu bagaimana kejadian sebenarnya bermula dari mana yang pasti jari Daisy sudah teriris pisau, dan berdarah cukup banyak.

"Hilih bicit bingit!" Angginy menyeletuk, dia menirukan gaya songong Daisy ketika mengatakan nye, nye, nya. "Terus lo kalau ke dapur biasanya ngapain?"

"Cuci tangan ke wastafel," jawab Daisy singkat, dua membuka kulkas, mengambil wadah berisi kue cokelat lalu membawanya kembali ke meja bar dapur. "Enak kuenya, Mami yang bikin, Kai?" Mami adalah panggilan untuk ibunya Kaily.

"Bukan. Itu tante Zafina yang ngasih, calon mertua lo." Kaily menoleh kepada Daisy, ingin melihat ekspresi gadis itu ketika dia menyebut Zafina adalah calon mertuanya. "Gak usah berlebihan, melotot segala, gue kan cuman bercanda--"

"Aamiin yaa Allah!" pekik Daisy cepat memotong ucapan Kaily. Matanya berbinar indah karena sudah mendapat mengakuan secara gratis sebagai calon menantu tetangga sebelah.

"Seneng banget lo, Dez, padahal Kai kan cuman bercanda."

Tatapan Daisy langsung menyorot tajam kepada Angginy. Matanya menyipit dengan alis yang hampir menyatu. "Resek lo! Gak bisa buat gue seneng dikit aja, langsung dijatohin lagi sama kenyataan yang kejam. Bantu bilang aamiin kenapa sih? Biar malaikat pada denger dan ijabah doa gue."

"Kayaknya tipe Mas Yusuf bukan kayak lo banget deh, Dez. Tadi malam aja dia males buat mandang lo, habisnya bobrok gak ketolongan. Mas Yusuf kan sukanya cewek yang anggun, berhijab, sopan, dewasa--"

"Hei! Jangan ngomong gitu, gue jadi makin semangat naklukin dia. Ah, idaman banget dia jadi suami gue! Harus dapat pokoknya. Restui kami yaa Allah!"

"Tapi kelakuan lo naudzubillah banget buat dijadiin istri, Dezy!" Kaily yang sedang menata sarapan mereka di atas meja menimpali tega tanpa menoleh.

"Sadis banget ngomongnya! Untung gue sayang, coba gak gue ajak baku hantam lo." Daisy memutar bola matanya malas. "Gue mau nyiram tanaman ah depan rumah, siapa tahu ketemu calon suami sama calon mertua."

"Weh?!" kaget Kaily. "Jangan macem-macem lo, jangan buat ulah lagi. Puyeng pala gue ni, kelakuan lo jahannam banget semakin hari."

Daisy menutup mulutnya, kemudian tertawa tanpa dosa sedikit pun. "Masih pagi, jangan marah-marah mulu. Darah tinggi nanti mampus lo!"

"Dez, jangan mengadi-ngadi ya kelakuan lo. Bukannya tumbuh subur tanaman Mami lo yang nyiramin malah mati gak tertolong mereka."

"Lo berdua suka banget ngeremehin kemampuan gue. Jadi pengen ninju kepalanya deh."

"Gak usah sok rajin, Dez, biar Bibi Martha aja yang nyiramin tanaman. Dia lebih tahu berapa kadar air yang dibutuhin setiap tanaman nyokap." Kaily berkacak pinggang. Maminya sangat menyayangi semua tanamannya, seperti anak kedua di keluarga Kaily. Mati satu pot aja, Kaily pasti kena marah.

Daisy terbahak. "Kalau gitu gue pura-pura nyapu teras atau halaman aja gimana? Gue mau liat pemandangan indah di pagi hari, mau cari tau gimana cantiknya calon mertua gue."

"Percuma, tante Zafina itu pakai cadar. Cuman mata yang kelihatan."

Angginy merangkul bahu Daisy. "Dezy yang cantik, sudah ya, Sayang, bertingkah konyolnya. Mending kamu duduk yang pinter di kursi makan, sebentar lagi sarapan siap."

Daisy melepaskan rangkulan Angginy. Kemudian berlari cepat meninggalkan ruang makan. Meski kakinya masih terasa rada nyeri, Daisy tetap berlarian kecil menuju teras. Kepala batu!

"Sekali lagi jatuh muka lo yang lecet, Dez, gue mampusin lo!" teriak Angginy kesal bukan kepalang. Kemudian tatapannya beralih pada Kaily yang sedang menggoreng ayam. "Kenapa temen kita kelakuannya minta di-astaghfirullahin terus sih?"

......

Daisy berpura-pura menyapu teras sambil sesekali melirik ke arah kediaman Yusuf, setiap gerakannya tak lepas dari penglihatan Pak Rubi, seorang satpam yang mengabdikan diri bekerja pada keluarga Kaily sudah hampir sepuluh tahun lamanya.

"Neng Dezy mau ngapain?" tanya Pak Rubi menghampiri ketika melihat Daisy kembali mengangkat kursi seperti kemarin. Gadis itu nampak sedikit kesusahan.

Daisy kaget, hampir saja dia kelepasan memekik. "Sttss ... jangan keras-keras ngomongnya, Pak. Aku lagi berjuang buat dapetin seseorang." Dia meletakkan jari telunjuknya ke depan bibir. "Pak Rubi kembali aja ke pos, aku mau ngintip sebentar ke rumah sebelah."

"Ke rumah Pak Adam?"

"Bukan, rumah Yusuf ini namanya."

"Lah, iya. Mas Yusuf itu putra pertamanya Pak Adam."

Mulut Daisy membulat. "Oh jadi calon mertua aku namanya Adam dan Zafina. Baiklah, akan aku ingat dengan baik."

"Ha? Apa, Neng? Kok ngomongnya jadi bisik-bisik sambil nunduk gini?" Pak Rubi mengernyit bingung, dia sadar jika mereka sedang aneh, tapi malah menurutinya saja.

Daisy langsung menegakkan tubuhnya. Benar juga, kenapa harus menunduk padahal tembok pemisah dengan tetangga cukup tinggi. Hadeh!

"Ya sudah, Pak Rubi balik aja. Nanti aku beri tahu kalau udah selesai misinya. Oke?"

Pak Rubi mengangguk, dia mengacungkan jempol. "Siap, Neng. Semoga berhasil."

Sepeninggal Pak Rubi, Daisy menaiki kursinya seperti kemarin. Dia melihat ada seorang wanita yang sedang menyiram tanaman. Pakaian wanita itu tertutup sekali dari ujung kepala sampai ujung kaki, semua juga berwarna senada--hitam. Daisy mengamatinya dalam diam, jadi penasaran sendiri bagaimana rupa di balik kain bernama cadar itu. Entah kenapa, Daisy sangat yakin jika Zafina memiliki wajah yang cantik. "Sayang sekali kalau harus ditutupi," gumamnya pelan.

Tidak lama setelah melamunkan wajah wanita bercadar itu, Yusuf keluar dari rumah. Dia memanggil Mama kemudian wanita yang tadi mendekati Yusuf, mengusap bahunya dengan sayang. Kelihatan sekali jika Zafina adalah sosok ibu yang begitu penyayang. "Ah, cocok banget jadi mertua aku. Meski bobrok gini pasti bakal di sayang."

Yusuf awalnya fokus menatap Zafina karena sedang membicarakan sesuatu, namun tidak sengaja tatapannya terarah kapada Daisy yang sedang menopang dagu sambil melamun di tebok pisah antar rumah.

"Kamu lagi lihatin apa, Bang?" tanya Zafina bingung. Lalu mengikuti arah tatapan putranya tersebut. "Astaghfirullah, siapa dia?!" Zafina melebarkan mata, kaget bukan main.

Yusuf memberikan aba-aba agar Zafina diam sebentar. Dia melangkah mendekati tembok. "Maaf, ada apa ya?" tanya Yusuf. Kali ini Daisylah yang terlonjak kaget.

"Eh kambing copot!" latah Daisy. Dia hampir saja terkungkal lagi, untung sigap berpegangan.

"Astaghfirullah." Yusuf mengusap dada, dia sebenarnya tidak enak terlalu memandangi gadis itu, takut menimbulkan dosa untuk mereka berdua. "Turun, nanti kamu jatuh lagi kayak semalam."

Daisy tersenyum lebar. "Aduh calon suami, senengnya diperhatikan gini," balasnya dengan hati serasa dipenuhi kupu-kupu yang berterbangan di dalam sana. Daisy mengalihkan tatap kepada Zafina, lalu dengan percaya diri menyapa, "Selama pagi, calon mertua!" Sambil melambaikan tangan.

Zafina kembali membelalakkan mata, sementara Yusuf sudah menundukkan pandangan. Dia memijat sebentar pelipisnya. Calon suami, calon mertua? Maksudnya apa?

"Siapa, Bang?" tanya Zafina bingung. "Turun, Sayang, nanti kamu jatuh naik-naik gitu."

"Aaaaa, aku jadi meleleh dipanggil penuh rasa sayang gitu sama calon Mama mertua. Jadi makin gencat buat pepet anaknya yang ganteng itu." Daisy menunjuk Yusuf dengan lidah yang dia tonjolkan pada pipi. Lol!

Yusuf angkat bicara karena mulai tidak tahan dengan ucapan Daisy yang mulai tidak jelas. Calon suami bagaimana, mereka saja tidak saling mengenal. "Mama, ayo masuk, bukannya tadi katanya mau nyiapin kebutuhan kantor Papa?" Pria itu mencoba mengalihkan pembicaraan. Zafina mengangguk, hampir saja kelupaan.

"Kamu segeralah turun, gak baik anak gadis manjat-manjat gitu, Sayang. Kalau mau mengobrol, mampir saja ke sini. Pintu rumah selalu terbuka." Setelah itu Zafina permisi ke dalam.

"Siap, calon Mama mertua!" seru Daisy dengan menunjukkan hormat penuh keyakinan. "Hei, hei! Kamu mau ke mana, Om?" tanya Daisy mencegah Yusuf yang akan mengikuti sang ibu.

"Dezyyyy! Cepat masuk, berhenti bersikap gila, malu-maluin!!!" teriak Kaily dari dalam rumah. Suara emasnya menggema, membuat Daisy mendesah kecewa.

Yusuf mencuri kesempatan saat Daisy menoleh ke arah belakang, segera dia masuk ke dalam rumah. Menghindar adalah jalan terbaik, sepertinya gadis itu memang seaneh yang dia duga.

"Weh, Om ganteng kok masuk ke dalam??!!!" pekik Daisy kesal. "Kaily, gue gak akan maafin lo udah gagalin misi gueee!!!"

.......

Terima kasih sudah menjadi pembaca setia karyaku. Semoga cerita ini bisa menjadi pelepas dahaga kalian pencinta romance-spiritual ringan. Akan aku usahakan membuat cerita sebagus mungkin, untuk memuaskan kalian semua. Love!

Maaf jika terdapat kesalahan kata dalam setiap penulisanku.

Jangan lupa simpan cerita ini di library dan tinggalkan komen untuk memberikan semangat.

Hehehe ....

Satu komen dari kalian, berharga sekali. Terima kasih banyak. Muachhh!

Salam manis,

Novi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel