Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 2

Zee mematikan mesin motor di halaman rumah, ia lalu melangkah menuju pintu ruang tamu. Ayahnya hanya seorang pensiun pns dan ibunya mempunyai bisnis kue kecil-kecilan yang di titipkan ke toko-toko, kadang-kadang sebelum pergi kerja ia menitipkan kue-kue itu terlebih dahulu.

Zee menatap ibu dan bapak di ruang Tv, sambil menikmati teh dan kue buatan ibu. Lihatlah rambut bapak sudah memutih, dan ibu sama saja seperti bapak. Ada terbesit di pkirannya untuk mebahagiakan beliau, dan tidak ingin menyusahkan lagi. Inginnya menangis saja jika seperti ini. Hiburan beliau adalah tv tabung berukuran tiga puluh dua inchi itu. Sang ibu menyadari kehadiran Zee. Zee mendekat dan lalu memeluk tubuh beliau.

“Anak Ibu sudah pulang,” ucap beliau mengusap punggung tubuh ramping itu.

"Kamu kenapa sayang,”

“Pengen peluk ibu,” ucap Zee, ia hanya ingin bermanja-manja kepada beliau. Jika sudah di Jakarta ia pasti akan merindukan tubuh hangat ini. Wanita tangguh inilah yang mengajarkan bahwa ia harus menjadi wanita yang tegar.

Zee melonggarkan pelukanya, dan mengeluarkan surat dari tas. Ia serahkan kepada bapak, laki-laki separuh baya itu menghentikan aktivitasnya, dan beralih membaca surat yang dibawa Zee. Beliau memperhatikan setiap huruf yang tertera di sana, “Surat Promosi Jabatan” yang menerangkan bahwa menunjuk dan menetapkan karyawan atas nama Zeze Mahendra menjabat sebagai Sekertaris Direktur Operational.

Setelah membaca surat itu beliau tersenyum, meletakkan surat itu di atas meja.

"Bagus ini, bapak setuju" ucap beliau tersenyum menatap anak gadisnya di angkat menjadi sekretaris direktur operational.

"Ada apa? jelasin sama ibu,”

Zee hanya menarik nafas, melirik sang bapak, "Bapak jelasin saja ke ibu".

Bapak meraih cangkir dan menyesap kopi itu secara perlahan, "Begini bu, ini surat promosi karyawan dari staff accounting menjadi sekretaris direktur, dan akan di mutasi ke Jakarta,"

Ibu yang mendengar itu lalu tersenyum, menatap wajah cantik putrinya, "Wah, bagus itu, kamu ambil aja hitung-hitung pengalaman. Ini Jakarta loh sayang, ibu bangga punya anak yang kayak kamu. Kamu dipromosikan berarti kerja kamu baik, iya kan Pak" ucap ibu.

“Iya ibu benar,”

“Bapak dan Ibu ijinin kok Zee,” ucap bapak tersenyum menatap putrinya.

"Haduuuh bapak dan ibu, bukannya sedih Zee, pergi jauh dari sini" timpal Zee.

"Bapak cuma mendukung karir kamu. Kesempatan tidak datang dua kali" Beliau lalu meletakkan surat itu diatas meja.

"Iya ini demi kebaikan kamu juga sayang, nambah pengalaman, hitung-hitung jalan-jalanlah. Enggak bosan apa di Pontianak terus, paling jauh liburan ke Singkawang,” ibu lalu tertawa.

"Yakin nih, bapak dan ibu setuju ijinin Zee ke Jakarta?,"

"Iya, Zee bapak dan ibu dukung. Pasti gaji kamu besar dong jika kerja di Jakarta Zee,"

"Katanya sih gitu pak, tapi enggak pak, tau naiknya berapa persen".

"Ibu tenang aja, nanti Zee transfer lebih buat ibu dan adek, bagaimanapun keluarga nomor satu bagi Zee,"

“Ibu bangga punya anak seperti kamu sayang,”Ibu mengecup puncak kepala Zee dengan penuh kasih sayang.

“Zee sayang banget sama Ibu,”

“Ibu juga, udah sana mandi terus kita makan malam,” ucap Ibu.

“Siap,”

Ini pertama kalinya Zee menginjakkan kaki ke Bandara Internasional Seokarno Hatta. Zee berjalan bersama penumpang lainnya menuju pintu kedatangan. Bandara ini jauh lebih basar dan megah dari pada bandara Supadio Internasional Pontianak. Aktifitas juga jauh lebih sibuk, ia melihat orang berlalu lalang, menunggu ada yang sedang boarding pass ada juga penumpang no-show sedang marah-marah kepada petuga karena penumpang yang melakukan booking, namun haknya tidak muncul saat jadwal penerbangan. Ya, seperti inilah aktifitas sibuk di bandara.

Zee mengedarkan pandangan kesegala area bandara, sambil menarik koper hitam miliknya menuju pintu kedatangan. Dirogohnya ponsel disaku celan, ia mencari nomor kontak pak Heri. Karena ibu Melinda, mengatakan bahwa ketika tiba di bandara, maka ia hubungi nomor ini. Katanya pak Heri adalah salah satu supir Swiss Hotel yang akan menjemputnya. Zee menekan tombol hijau pada layar, ia letakkan ponsel itu di telinga kiri. Ia menunggu hingga sang pemilik nomor mengangkat panggilannya.

"Hallo" Zee mendengar suara berat dari balik speaker.

Zee melihat jam melingkar di tangannya, menunjukkan pukul 09.20 menit. Padahal masih di bilang pagi, lihatlah cuaca di luar sana begitu panas.

“Selamat pagi pak,”

“Selamat pagi juga,”

"Ini saya Zeze dari Pontianak, karyawan Swiss hotel, saya sudah di depan pintu kedatangan".

"Owh iya ibu, saya sudah di depan, nunggu ibu, saya berkemeja hitam" ucap pak Heri.

Zee mencari keberadaan orang yang dimaksud. Ia mencari sosok berpakaian hitam, dan jumlahnya memang banyak ada di sana sini. Zee mendapati apa yang ia cari, di sana hanya ada satu orang yang memegang ponsel ditelinga kirinya. Laki-laki separuh baya itu sepertinya menyadari kehadirannya. Zee lalu berjalan ke arah, laki-laki bertubuh tambun berkemeja hitam itu.

Pak Heri tersenyum menatap kehadiran wanita berambut panjang itu. Wanita inilah ternyata sekretaris direktur selanjutnya. Ia berharap wanita itu betah, karena wanita ini merupakan satu-satu nya sekretaris yang di angkat langsung dari luar daerah,

"Ibu Zee ya" lalu memasukan Hp disaku baju kemejanya.

Zee tersenyum dan mengangguk, "Iya pak, maaf ya bapak sudah nunggu lama," ucap Zee lalu menyelipkan rambutnya ditelinga.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel