Pustaka
Bahasa Indonesia

YES, BOSS!

25.0K · Tamat
Ayu Wandira
30
Bab
391
View
9.0
Rating

Ringkasan

Erik melangkah mendekat, Erik menatap Zee, celemek berwana putih melekat di tubuh langsingnya, dengan rambut diikat ekor kuda, rambut halusnya sedikit menjuntai dibagian leher. Hanya memakai celemek, wanita ini sudah terkesan sexy, apalagi tubuh indah itu tidak mengenakan apapun, sungguh tidak sanggup membayangkannya seperti apa. Erik mengulurkan tanganya disisi pinggang Zee, memeluk tubuh langsing Zee, lalu mencurukkan wajahnya dileher itu. "Saya tidak bisa selesai jika kamu seperti ini" ucap Zee. "Hemmm...." Erik hanya bergumam. Semakin mengendus harum vanila tubuh Zee. "Besok ulang tahun Rara, kamu datang kan". "Ya, saya akan datang, saya juga tidak enak jika tidak datang, Rara mengundang saya langsung" ucap Zee, lalu melepaskan diri dari pelukkan Erik.

MetropolitanRomansaPresdirBillionaireMenantuTuan MudaPerselingkuhanCinta Pada Pandangan PertamaWanita CantikMemanjakan

BAB 1

"Zee, bisa keruangan saya ?" ucap ibu Melinda di balik interkom.

"Iya bu" ucap Zee, lalu dengan cepat menutup interkom dihadapannya.

Hari ini tidak biasa, Melinda memanggilnya. Ibu Melinda adalah HR Manager sekaligus merekap sebagai sekretaris direktur oprasional di Swiss Hotel. Semenjak kerja di hotel selama dua tahun, ia menjabat sebagai staff accounting, tidak pernah sekalipun berhubungan dengan HR Manager, kecuali hari pertama masuk untuk interview dan tanda tangan kontrak. Lagi pula ruangan HR cukup jauh, hingga sulit sekali untuk bertemu beliau.

Setiap departemen di kantor ini, mempunyai Manager tersendiri, seperti departemen lainnya. Kantor accounting adalah kantor tersibuk dari kantor departemen yang ada di Swiss Hotel. Ia melihat beberapa karyawan sedang sibuk dengan kerjaannya masing-masing.

Zee membereskan kwitansi yang sedikit berantakan di meja, sekali lagi ia memeriksa ulang kwitansi itu agar sama dengan disistem. Zee mengklip kwitansi itu dan diselipkan di dalam map agar tidak tercecer.

Zee menegakkan punggungnya sambil merenggangkan otot tubuh, karena sudah terlama duduk. Ia melirik jam melingkar di tangan menunjukkan pukul 11.30 menit.

"Mau kemana Zee?" Tanya Dila.

Zee menatap wanita berambut sebahu, sambil mengusap perutnya yang sudah membuncit. Wanita itu sedang hamil enam bulan, "Mau keruangan ibu Melinda mbak," ucap Zee.

“Tanda tangan kontrak?,” tanyanya lagi.

“Kontrak aku Januari mbak,”

“Jadi,”

“Itu yang aku enggak tau mbak,”

"Ada urusan apa ya, penasaran," ucapnya lagi, menatap Zee. Masalahnya Zee salah satu karyawan teladan. Kerjaan yang dikerjakannya selalu beres dan tepat waktu. Jika sudah di panggil staff HR pastilah ada masalah cukup serius menurutnya.

Zee mengedikkan bahu, “Enggak tau deh mbak,”

“Kalau ada apa-apa, kamu kasih tau mbak, ya Zee. Takutnya kamu ada masalah lagi,”

Zee tersenyum terhadap Dila, karena mengkhawatirkannya, “Iya mbak,”

"Aku pergi dulu ya mbak, takut ibu Melinda menunggu kelamaan,”

"Oke, hati-hati ya".

Zee melangkahkan kakinya menuju pintu utama, lalu meninggalkan ruangan acconting. Perasaan tidak enak yang di rasakan Dila, juga ia rasakan.

***

Zee memandang pintu beretalase kaca itu, di depan pintu bertulisan HRD. Zee memberanikan diri mengetok pintu.

"Masuk,”

Zee lalu membuka hendel pintu, menatap ruangan yang di dominasi warna putih. Ia memperhatikan setiap sudut ruangan. Ada tiga filling cabinet yang sudut ruangan. Serta gobi-gobi tersusun rapi di atas lemari. Ruangan ibu Melinda ternyata begitu berbeda sekali dengan ruangan accounting yang di penuhi berkas-berkas laporan transaksi.

Zee lalu duduk di kursi, menghadapan ibu Melinda. "Ibu panggil saya?,” ucap Zee pelan.

Ibu Melinda tersenyum, memandang wajah cantik itu, “Iya,”

“Ada apa ya bu, masalahnya enggak biasa ibu manggil saya, kecuali kerjaan kantor,”

“Enggak ada masalah terhadap kamu, masalahnya ada di kantor pusat,” ucap bu Melinda.

Alis Zee terangkat, selama ia kerja di sini, ia tidak pernah sekalipun berhubungan dengan kantor pusat. Ia juga tidak pernah mengenal orang-orang yang kerja di sana.

"Kamu sudah berapa tahun kerja disini?," Tanya ibu Melinda, membuka topic pembicaraan.

"Sudah lumayan lama sih bu, dua tahun. Kenapa bu?,"

Ibu Melinda lalu membuka amplop berwarna putih berukuran persegi itu, dan menyerahkan surat itu kepada Zee.

"Ini surat apa bu?," Tanya Zee bingung.

"Ini, surat promosi karyawan. Kamu sebagai konduite terkuat dari hotel ini, untuk dipromosikan ke Jakarta,"

Zee mengerutkan dahi, mendengar dirinya akan di promosikan ke Jakarta, "Loh kok saya bu?" ucap Zee seakan tidak terima, dan ia juga tidak ingin dimutasi begitu saja tanpa alasan yang jelas.

"Begini Zee, saya dan manager kamu sudah meeting sebelumnya. Hasil akhirnya kamu yang terpilih konduite terkuat. Kamu satu-satunya karyawan yang masih singel, saya bisa saja mengusulkan Merry, Toni, dan admin lainnya. Tapi mereka sudah menikah, bahkan Dila juga lagi hamil besar. Anak mereka juga masih kecil, masa saya tega memisahkan keluarga kecil mereka" Ibu Melinda mejelaskan maksud dan tujuannya, kepada Zee.

"Masih ada Desi, dan Jesica bu yang masih single" elak Zee, ia sebenarnya berat sekali akan di mutasi ke Jakarta. Tidak ada satupun yang ia kenal di sana.

Ibu Melinda menarik nafas lalu ditatapnya wajah Zeze penuh harap, "Meraka masih baru Zee, mereka belum genap setahun, jelas tidak bisa di promosikan begitu saja,"

"Tapi bu, ini juga memberatkan saya. Saya harus pisah dari keluarga saya. Jujur saya tidak bisa jauh dari kedua orang tua saya bu,”

"Kamu pasti bisa lah Zee, lagian kamu masih ada dua adik, Faisal dan Risa. Saya yakin orang tua kamu tidak kesepian selama ditinggal kamu, Jakarta itu deket kok hanya sejam pakai pesawat. Kamu bisa pulang kalau cuti tahunan," Melinda mencoba Merayu Zee. Dari sekian karyawan yang sangat pentas menjadi sekretaris hanya Zee.

Zee memiliki keterampilan bidang administrasi, berwawasan luas, memiliki kesabaran dan keuletan dalam bekerja. Serta wanita itu juga memiliki tubuh ideal dan berparas cantik.

“Kamu di promosikan jadi sekretaris loh Zee,”

"Saya masih bingung, bu," ucap Zee melepas ikatan rambutnya.

"Ya, hitung-hitung pengalamanlah Zee buat kamu, ini Jakarta loh Ibu kota, otomatis gaji, tunjangan, transport, uang makan kamu naik dan kost sudah disediakan dari kantor, kamu tidak kekurangan apa-apa. Nanti di sana kamu disediakan supir jika pergi kemana-mana. Apa tidak bosan tinggal di Pontianak terus, kamu belum pernah kan ke Jakarta,"

“Belum pernah sih bu,”

“Lagian kamu masih muda, cari pengalaman lah di luar sana, lihat alam,”

Zee kembali berpikir, ia selama ini ia tidak pernah sekalipun berpergian jauh ke luar kota. Apalagi kota besar seperti Jakarta, ah ia tidak dapat membayangkannya seperti apa. Di satu sisi, ia juga mengingikan memiliki penghasilan besar, meringankan beban keluarga. Ia memiliki dua adik yang membutuhkan biaya sekolah. Lagi pula dari lahir hingga lulus kuliah ia selalu berada di kota yang sama. Dunia emang tidak selebar daun kelur, ia harus mengejar rejeki dan sudah saatnya ia hidup mandiri.

“Terima kasih bu, tapi saya harus rundingin dulu sama orang tua saya".

Melinda tersenyum dan mengangguk memberi pengertian kepada Zee, "Besok saya tunggu jawaban kamu. Soalnya ini permintaan mendesak dari kantor pusat".

"Iya bu, besok saya kasih jawaban secepatnya," ucap Zee lalu berdiri hendak meninggalkan ruangan ibu Melinda.

Zee menghentikan langkahnya lalu menatap beliau yang masih di posisi yang sama,"Oiya bu, kapan berangkatanya?," tanya Zee lagi.

Ibu Melinda melihat kearah kalender, "Hari Kamis Zee,”

"Tiga hari lagi dong bu".

"Iya, surat perintahnya kamis sudah harus berangkat," ucap beliau lagi.

“Zee …”

“iya bu,” ucap Zee bingung.

“Jangan lupa bawa suratnya, tunjukin sama orang tua kamu,” ucap bu Melinda, menyerahkan surat itu kepada Zee.

"Ini untuk saya bu,:

"Itu memang untuk kamu Zee".

Zee mengambil surat itu dari tangan bu Melinda,"Terima kasih bu, saya permisi keluar,"

“Iya silahkan,”

***