Pustaka
Bahasa Indonesia

Wild Desire

61.0K · Tamat
Novianti m
60
Bab
506
View
9.0
Rating

Ringkasan

Seorang Pria yang bernama Ayuan Deviano Wesley yang sedang menjalankan tugasnya yaitu membunuh seseorang, Dan Ayuan tidak segaja bertemu dengan seorang wanita yang bernama Maria Clarita Venhoven. Yang melihat dirinya sedang melakukan adegan sadis itu, sehingga Ayuan harus melakukan tugas baru agar dirinya tidak di laporkan kepada polisi. Ayuan kemudian berpikir untuk melenyapkan Maria. Mampukah Ayuan melakukan itu kepada Maria? Bagaimana kelanjutan nasib Maria andai Ayuan benar-benar ingin melayapkan dirinya?"

Thrilleractionbadboypembunuhanmiliter

Bab 1. Pembunuh Berdarah Dingin

Bab 1 pembunuh Berdarah dingin

Ayuan masih berdiri dengan santai sambil memainkan sebuah pisau ditangannya.

Dia meleparkan senyum evil nya kearah targetnya.

"Sayangnya aku bukan orang baik, kamu tidak beruntung karena sekarang kamu bertemu dengan seorang psychopat, pembunuh berdarah dingin," jawabnya yang membuat tubuh Pria itu bergetar hebat sehingga tampa sadar dia pipis di celana karena takut.

"Tolong kasihanilah gue, karena gue tidak ingin mati sekarang, tolong jangan bunuh gue," ucapnya, sambil mengatupkan kedua tangannya memohon kepada Ayuan.

Sayangnya aku tidak punya rasa kasihan, karena membunuh adalah kesenanganku, kamu tinggal memilih dibagian anggota badan yang mana dulu yang harus ku tato."

"Jangan lakukan itu!"

"Gue akan merasa sakit."

Ayuan hanya tersenyum remeh.

Itulah manusia munafik, saat mati baru ingat Tuhan, pria itu paling benci manusia seperti itu.

Di kejauhan seorang gadis berjalan sendirian di keremangan malam, dia dengan langkah pelan melewati gang yang biasanya dia lewati. Semula dia berpikir tidak ada yang aneh, gadis itu adalah Maria Clarita Venhoven.

Gadis berdarah campuran yang berprofesi sebagai seorang perawat dan bekerja di sebuah rumah sakit umum di daerah itu. Maria sering melewati gang kecil, entah kenapa dia merasa nyaman dan aman untuk lewat di tempat itu.

Sebab selain dekat dengan tempat dirinya bekerja, jalan itu menjadi jembatannya untuk cepat sampai dirumahnya. Maria yang selama ini tahu jalan yang dia lewati aman-aman saja.

Tidak pernah ada kejahatan atau orang jahat yang lewat di sana.

Namun siapa sangka malam itu adalah menjadi nasib sial baginya.

Maria terus berjalan masuk ke dalam gang tidak ada hal yang aneh yang dia temukan di sana. Maria terus saja berjalan tanpa melihat lagi kebelakang.

Rembulan malam sepertinya sedang memihak padanya, sinarnya yang tadi redup tertutup awan sedikit demi sedikit mulai terang.

"A.... ampun siapapun lo."

"To....tolong jangan bunuh gue!"

Suara gagap itu sayup-sayup terdengar di telinga Maria yang lewat waktu itu.

Maria berjalan ke arah suara.

Sreaaak.

Sebuah pisau menusuk perut pria itu di iringi pekikan yang begitu menyayat hati, Maria yang melihat ikut menjerit histeris.

Aaaaa.

Maria menjerit kaget sekaligus dengan cepat menutup mulutnya, dia masih menatap tubuh seorang pria dengan sebuah ujung pisau menembus perut laki-laki itu, tak ayal darah segar keluar dari perutnya yang robek.

Pria mati dengan sebilah pisau merobek perutnya.

Telinga Ayuan mendengar seseorang berteriak dan melihat aksi kejinya.

Ayuan segera berjalan ke arah suara, Maria memundurkan langkahnya kebelakang dengan wajah pucat dan penuh ketakutan.

Darah Maria seakan berhenti seketika dan kakinya seakan terasa lumpuh, tubuhnya bergetar hebat. Dia tidak pernah melihat adegan sadis yang mengotori matanya.

Ayuan semakin mendekat sambil berjalan dengan bebas seakan tidak terjadi sesuatu apapun juga.

Maria seakan tidak bisa lagi menahan bobot tubuhnya, dia terdiam seperti patung yang tidak bergerak.

Ayuan menarik tubuh Maria sampai tubuh itu terbentur dinding.

"Bug."

Sakit terasa di punggung Maria karena Ayuan bersikap kasar.

"Apa yang kamu lihat?" tanya Ayuan dengan menatap tajam ke arah Maria, gadis itu menyipitkan matanya, mulutnya bergetar karena sangking takutnya.

"A....aku, tidak melihat apa-apa!" jawab Maria dengan suara yang terbata-bata.

"Sungguh!"

"Tapi sayangnya, kamu harus mati karena sudah menyaksikan adegan tadi," sangah Ayuan dengan suara dingin namun mampu membuat bulu kuduk Maria berdiri.

Mungkinkah dirinya akan mati malam ini? Ditangan pria yang berdiri di hadapannya dan menyusul lelaki yang ditusuknya tadi?

"Tuan, aku tidak akan melaporkan kamu ke polisi apa yang aku lihat malam ini. Tapi, aku mohon biakan aku pergi, kasihan orang tuaku dirumah, dia sedang sakit aku harus membawakan obat untuknya."

"Aku janji, Tuan boleh pegang janjiku ini," jawab Maria dengan menghimpun segenap keberaniannya dia mengangkat wajahnya menatap ke arah pria yang memakai penutup wajah dengan kacamata hitam dan masker serta topi hody yang bertengger di rambutnya.

Maria tidak dapat mengenali pembunuh itu, tapi bagi Ayuan, wajah polos itu bagai tergambar di otaknya.

Ayuan menatap lekat wajah Maria yang sudah basah dengan air mata.

Ayuan mengurungkan niatnya untuk membunuh Maria, sejenak dia segera merengankan kukungannya di tubuh Maria.

Mendengar penjelasan Maria yang ingin membawa pulang obat untuk ibunya membuat hati Ayuan sedikit beriba.

"Pergilah!"

"Kali ini kamu selamat, tapi ingat jika kamu jangan mempersulit ku! Aku tidak akan segan-segan untuk membunuhmu seperti orang tadi, bahkan lebih sadis dari pada orang tadi!" ancam Ayuan sambil menatap tajam Maria yang berjalan dengan pelan seakan langkah gadis itu tidak bergerak dari tempatnya.

Hati Maria begitu berdetak kencang jiwanya sudah terbang, dia begitu kaget dan sangat ketakutan seakan-akan kakinya berjalan tidak lagi berpijak di tanah.

Maria segera berlari mengambil langkah seribu sebelum pembunuh sadis itu berubah pikiran.

Ayuan yang berdiri menatap tubuh Maria yang sudah lenyap di pekatnya malam.

Ayuan menarik nafasnya panjang.

Ayuan segera pergi meninggalkan lokasi di mana jasat seorang pria di tinggalkan begitu saja.

Maria yang sudah sampai kerumahnya segera masuk ke dalam kamarnya, gadis itu mengatur nafasnya dengan perlahan-lahan, tangannya memegang dadanya yang sesak.

Dia berusaha memejamkan matanya, bayangan pembunuh itu begitu menari di mata dan ingatannya.

Dia begitu shock.

Maria segera menyambar gelas minuman yang berada di atas nakas dan meminumnya dengan cepat sampai tidak tersisa.

Keringat dingin bercucuran keluar di dahinya. Dirinya masih bersyukur mempunyai sedikit keberuntungan. Untung saja orang itu tidak membunuhnya seperti lelaki tadi.

Maria dapat melihat bagaimana mata pisau itu menghujam perut pria itu sampai robek sehingga nyawanya melayang sia-sia.

Setelah mulai tenang Maria melangkah keluar dan masuk ke dalam kamar ibunya, ditangannya menjinjing bungkusan obat yang dia bawa dari rumah sakit tempat dia bekerja.

Melihat ibunya yang sudah tertidur, Maria tidak tega untuk membangunkannya, Maria meletakkan obat itu di atas nakas dan menaruh segelas air putih di sana, jika ibunya terbangun nanti dia akan segera meminum obatnya seperti biasa.

Maria menatap wajah renta yang sudah di penuhi keriput, gadis cantik itu segera menarik selimut ibunya dan menutup tubuh wanita itu sampai ke leher.

"Selama malam Ibu," ucapnya sambil mencium kening orang yang merawat dan melahirkan dirinya.

Maria melangkah keluar dengan menutup kembali pintu kamar ibunya, Maria kembali masuk ke dalam kamarnya, gadis itu berlahan merebah tubuhnya di ranjang. Dan kembali bayangan yang baru saja dia alami muncul di ingatannya.

Gadis itu berusaha untuk melupakannya, dia juga sudah berjanji untuk tidak membuka mulut tentang kejadian yang terjadi satu jam yang lalu.

Maria tidak ingin berurusan dan juga tidak ingin menjadi saksi pembunuhan sadis itu. Namun belum lagi hilang rasa takutnya di luar terdengar suara sesuatu. Maria sangat kaget.

"Break."