Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 1. Pernikahan Tak Wajar

Tiga Minggu sudah kami menikah, suamiku hanya diam dirumah,main handphone. Entah apa yang ia lihat dilayar handphone nya,ke toilet saja dia bawa handphone nya.

Aku baru pulang dari Bandung kemarin, di obati keluargaku yang menganggap ada guna - guna pelet sampai aku bisa menikah sama seorang Wandi pria kampung yang hitam dekil.

Bagaimana ga berpikir tidak wajar?

Hari itu dua Minggu setelah kepulanganku kembali ke Indonesia, tiba-tiba ada telpon masuk yang rupanya dari Wandi, yang mengatakan akan membayar biaya kepulangan nya.

Aku pun menyarankan untuk langsung ke Hana Bank Bogor kota, dan menemui customer servis,nanti setelah selesai akan dikembalikan pasportnya.

Kebetulan hari itu aku juga ada meeting di Hana bank untuk Claim asuransi, dan kami pun bertemu sekitar pukul 1 siang.

Aku minta Pak Anwar untuk membantu Wandi,lalu aku masuk kembali kedalam.

Jam 5 sore kami break meeting persiapan buka puasa.

Saat aku keluar ,wandi masih duduk di kursi tunggu padahal sudah tuturh hanya staaf Customer servuce yang sedang menyelesaikan pekerjaan nya dan teller byang sedang closing.

" Lho, belum selesai...?" Akhirnya aku menghampiri Wandi.

" Uang nya dirumah bu, Mama pengen ketemu Bu Nisa." Jawab Wandi.

" Oh gitu, ya sudah sebentar. " Aku pun masuk kedalam dan keluar lagi hanya membawa tas kecilku yang berisi dompet dan handphone.

Lalu keluar menemui Wandi yang sudah menunggu dihalaman parkir.

" Pake mobil saya saja.." ajak ku.

" Pake motor saja bu, macet banget." Jawab Wandi. Saat itu sudah hampir adzan Maghrib.

Akhirnya aku dibonceng oleh Wandi, meninggalkan halaman kantorku.

Wandi lalu mengajakku buka puasa dulu, kami pun berhenti rumah makan ayam penyet untuk buka puasa.

Pukul 10 malam kami baru sampai dirumahnya yang entah dimana yang aku tau kami melewati pematang sawah.

Sampai dirumahnya ditengan persawahan,dirumah nya ramai orang.

" Oh ini calon nya Wandi dari korea..?" Ujar seorang ibu. Mungkin keluarganya Wandi.

Aku bingung dengan apa yang aku lihat aku hanya bisa diam, sampai esoknya pukul 10 pagi dengan pakaian kantor yang masih aku kenakan blous putih dengan rok payung sepanjang lutut, aku menikah dengan Wandi Putra Irawan dengan mas kawin uang tunai dua puluh lima ribu rupiah.

Dan selama dirumah wandi handphone ku mati, sampai entah hari keberapa tengah malam aku terbangun, dan berteriak saat kudapati pria dekil itu tidur memeluk ku, dan kami berdua hanya ditutupi selimut.

Sontak aku mendorong tubuhnya dan berteriak sejadi-jadinya. Aku menyalakan handphone ku, lalu menelpon pitraku Dheki dan kakak sepupuku Kang Yana.

Sambil menangis aku minta dijemput,segera aku share lokasi.

Rupanya keluarga ku selama ini mennacriku yang dianggap hilang dan sudah melaporkan ke polisi. Ruoanya dua minggu itu aku tidak ada kabar, hanya notifikasi penggunaan kartu ku di Indomaret Sagaranten yang muncul di handphone Dheki.

Subuh itu keluarga ku datang dengan dua mobil polisi menjemput ku.

Aku pun pulang kerumah.

Namun seminggu kemudian, Wandi datang menjemput ku ke Bandung ke runah kakaku. Dan aku pun tidak menolaknya mbuat geram anak-anak ku dan keluarga besar yang semakin yakin ada yang tidak wajar.

Dan akupun hidup dengan sindiran mertuaku yang selalu membanggakan Veni.

"Kalau si Veni, si ila mau jajan Peeerrr transfer Sejuta..."

Ujar mertuaku sambil memonyongkan bibir dan menggerak - gerakan tangan nya.

Si Veni mah, mamah mau ke Semarang Peeeerrrrr transfer sapuluh juta," sambil mendelikan matanya padaku

Ihk, seram amat mertuaku ini. Entah apa maksudnya terus saja dia membicarakan mantan suamiku si Veni yang sekarang masih jadi TKW di Taiwan. TKW ilegal seperti suamiku dulu.

"Si Wandi mah bodoh nyaaaa ga ketulungan, si Veni mah udah cantik, royal lagi kalau ngasih uang. Si veni itu yang ngurus si wandi selama dipenjara dua bulan ditaiwan sampai bisa pulang lagi kesini, ga tau kesambet setan dari mana malah nikahin perempuan ga jelas orang kaya tapi pelit."

Entah dengan siapa dia bicara, sementara diruangan hanya mertuaku dan Aqila adik bungsu suamiku yang masih kelas 1 SD.

Hmm mungkin maksudnya nyindir aku, pelit?

Aku sendiri dari rumah bawa motor Nmax,mobil baru, sofa, spring bed,banyak lagi yang mertuaku sendiri yang pilih saat mereka main ke rumahku. Sampai panci presto pun diambilnya.

Belum uang belanja setiap hari 150 ribu, masih kurang..masih dibilang pelit?

Aku belikan handphone baru untuk kedua adik suamiku yang harganya jutaan.

Aku beneran ga habis pikir dengan ibu mertuaku.

Bapak mertuaku yang sedang memotong kain di teras rumah, melirik padaku. Mungkin dia paham perasaanku lalu menyuruh suamiku mengajak aku jalan jalan keluar.

Sampai suatu hari Veni datang meminta tanggung jawab Wandi suamiku.

.

"ini uang sepuluh juta" bapak mertuaku meletakan uang segepok seratus ribuan diatas meja.

"Tolong diterima!" " Saya ga tau kalau ada urusan seperti ini, keluarga saya ga pernah minta uang sama neng Veni

"Enak saja ga minta," istri bapak yang menyuruh saya menyimpan uang sama dia untuk tabungan nikah dan beli tanah disini." Ujar Veni ber api - api

" Mana sekarang mamak kau itu Wandi?" Suruh dia keluar!' jangan sembunyi saja!"

" Heh bapa,? Aku tak mau hanya sepuluh juta ." Uangku semua total empat puluh lima juta yang aku transfer,"

Veni membuka tasnya dan menunjukan kertas print an bukti transfer.

" Ini semua sudah aku print juga percakapan Diman anak kau yang minta uang sama aku" bentak Veni pada bapak mertuaku.

Bapak mertuaku mengangguk anggukan kepalanya.

" Bapak hanya tukang jahit ga ada bapak uang sebanyak itu, lagi pula bapak tidak menikmati uang itu."

Jawab bapak mertuaku,

" Bagaimana bapak tidak ikut menikmati,ini saya transfer sepuluh juta waktu kalian akan ke Semarang, ini dua juta waktu kalian akan piknik ke Ancol."

Dalam hati aku bersorak, ada juga yang menguliti borok suamiku dan ibunya, tapi melihat bapak mertuaku aku ga tega juga.

Aku hanya duduk diruang TV tidak ikut lagi duduk diantara mereka, suamiku duduk disana tanpa berkata.

Ibu mertuaku tetap mengurung diri dikamar,mungkin di malu karen tetangga banyak yang mondar mandir sekedar melihat.

"Jadi ini gimana?" Mau kau balikan kapan uangku?' Veni membentak suamiku sambil melembar kertas ke wajah suamiku.

Suamiku sontak berdiri.

" Kamu jangan kurang ajar!"

Serempak empat pria bertato pun berdiri.

Pak RT segera menengahi,

" Sudah - sudah selesai kan dengan damai"

" Bagaimana kalau membuat surat pernyataan akan mengembalikan dengan mengangsur?' usul pak RT

Suamiku menghampiriku,

"Bund, boleh pakai uang tiga puluh lima juta?'

Suamiku dengan lesu menatapku penuh harap.

" Ga ayah, maaf!" Jawabku.

Lalu Bapak mertuaku duduk diantara kami,

"Ndi."

"Gampang ngadepin Veni mah, ajak ke kamar peluk, cium, sayang- sayang . Nanti juga luluh!"

Saran bapak mertuaku sambil menepuk bahu suamiku.

Aku tersenyum, ga ada akhlak banget bapak mertuaku. Seolah dia tidak punya anak perempuan saja.

Bagaimana kalau ini terjadi sama kedua anak perempuan nya.

" Sudah sana baikan!'

" Ya teh?" Bapak mertuaku mengangkat dagunya sambil tersenyum ke arahku.

Aku hanya mengangkat bahu, beranjak dari sofa menuju kamar.

Suamiku mengikutiku.

"Bund, ayah minta maaf. Ga ada maksud dan sekali bohongin bunda.!" Ujar suamiku merengkuh tanganku dan menciumnya.

" Tolong percaya ayah ,bund!"

" Ayah masih ngeladenin dia itu supaya dia ga marah dan datang kesini, eh masih datang juga ternyata."

" Tolong Ayah Bund, tolong bayarin dulu!"

" Kasian si mamah udah malu banget sama tetangga,ya bund?biar Veni pergi."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel